Cahaya membalas dengan senyuman. Menanggapi santai setiap kesombongan Cherly.
"Jangan suka meremehkan orang, jika kau tidak mau menanggung malu seperti kemarin." Dua tepukan di bahu Cahaya berikan pada gadis berapi-api di depan.
Kasar Cherly membuang tangan itu."AKU KAN SUDAH BILANG. BERHENTI NGOMONGIN ITU LAGI. KAMU NGERTI GAK SIH!" Teriak Cherly menarik keras baju Cahaya. Mengarahkan semua kilatan petir dari mata pada gadis itu.
Peristiwa kekalahan kemarin menjadi awal mula kebencian di hati Cherly untuk Cahaya. Nama baik yang di jaga tercoreng. Harga diri seakan terbanting karena kalah dari orang paling terkenal penakut dalam dunia bela diri.
"Kenapa? Kenapa aku gak boleh ungkit lagi kejadian kemarin? Apa mungkin kau malu dengan hasil akhir pertandingan kemarin?" Gadis berwajah lautan terus menyinari bara api pada tubuh Cherly. Menjadikan wajah tenang itu sebagai bentuk penguat diri.
"Kejadian yang sudah berlalu tidak perlu di ungkit-ungkit lagi. Itu hanyalah masa lalu. Tak perlu di bahas lagi!" Tegas Cherly memperingati dari tajamnya tatapan.
Respon Cahaya jauh dari kata panik. Walaupun semua orang panik menyaksikan adu cek-cok dengan Cherly. Gadis itu tetap tenang menikmati suasana yang di buat lawan.
"Masa lalu? Udah bilang aja kalau kejadian kemarin itu membuat mu malu. Tidak usah kau nyuruh ku tutup mulut. Percuma, karena semua orang sudah tau kalau Cherly Adisty telah kalah melawan Cahya Argantara." Teriak Cahaya keras biar semua orang mendengar.
Tatapan seram Cherly terus terarah pada seorang gadis kecil mengumbar aibnya di depan semua orang.
"Kau benar-benar keterlaluan." Geram Cherly tak dapat menahan diri."Rasakan ini."
Tangan Cherly melayangkan pukulan tak kuat menahan sakitnya penghinaan.
"BERHENTI!"
Semua mulut terbuka, mata setiap person mendelik tak percaya. Pandangan mengarah pada satu titik penghambat mendaratnya tangan Cherly.
Keterkejutan melanda semua orang. Cherly gelagapan panik."Gus Zayyan." Tuturnya terbata-bata kala Gus Zayyan tiba-tiba berada di lokasi di sertai tampang serius.
"Jangan pernah ganggu dia, jika kamu tidak mau berurusan langsung dengan saya!" Peringatan Gus Zayyan di penuhi amarah.
Cherly tertunduk takut, lawannya bukan orang sembarangan."M-maaf Gus. Ini semua tidak seperti apa yang Gus Zayyan bayangkan."
"Tidak perlu, saya sudah melihat dengan jelas apa yang sudah terjadi. Saya dapat mendengarnya dengan baik. Jadi saya mohon sama kamu jangan ganggu dia lagi, kalau kamu masih coba-coba ganggu dia, kamu siap menerima konsekuensinya." Jawaban Gus Zayyan sukses membungkam mulut Cherly. Kesombongannya terhempas begitu mudah, tidak ada nyali untuk melawan.
"Sekarang kamu pergi dari sini, saya tidak mau ada keributan di sini lagi!" Usir Gus Zayyan.
Cherly dan kawan-kawannya berlari terbirit-birit minggat dari sana. Berhadapan dengan Gus Zayyan akan membuatnya tak akan bisa tidur nyenyak semalaman. Ia tau betul siapa pemuda yang telah memberi peringatan keras padanya. Tak hanya Cherly, para santriwati lain pun bergegas pergi saat Gus Zayyan memandangi mereka dengan mata tajam seakan memberikan isyarat untuk pergi meninggalkan lokasi.
Gus Zayyan beralih menatap ke arah Cahaya."Kamu gak papa?"
"Jangan sok jadi pahlawan deh. Aku bisa hadapin dia sendiri, aku gak butuh bantuan kamu. Ayo mir kita pergi." Ketus Cahaya meninggalkan Gus Zayyan berdiri mematung di sana.
Gus Zayyan mengembuskan nafas berat, wajahnya tertunduk sedih. Sikap Cahaya kini memang benar-benar berubah total.
"Segitunya dia benci pada ku." Lirih Gus Zayyan.
Kepala Mira menoleh ke belakang, kedapatan jelas kesedihan mendalam di mata Gus Zayyan, terlintas iba di benaknya.
"Cahya, kenapa kamu tega banget sih. Liat Gus Zayyan sampai sedih gitu. Kalau ngomong itu ngerem dikit napa, seandainya tadi gak ada Gus Zayyan pasti kamu akan habis di tangan Cherly. Tapi apa balasan kamu? Kamu malah balas dia kayak gini." Gerutu Mira. Tidak tega melihat Gus Zayyan tersakiti atas tindakan cetus sahabatnya.
"Udah deh, jangan belain dia, sudah sepatutnya aku kayak gini. Dia juga pantes di perlakukan seperti ini." Putus Cahaya melangkah tak mau melihat ke belakang meski sejenak.
Hati Cahaya berubah menjadi sekeras batu, tidak akan luluh dengan mudah. Pemuda itu awal mulanya dan setiap kejadian berawal darinya. Jangan harap mendapatkan rasa iba dari gadis yang tersulut dendam membara.
"Tapi ca, ini udah keterlaluan. Kamu gak boleh kayak gitu." Protes Mira melunakkan hati Cahaya yang sekeras batu.
Sikap tak acuh Cahaya keluarkan. Melangkah tanpa ada niatan melihat ke belakang apalagi datang meminta maaf pada Gus yang bersangkutan.
Mira memanas, kesal tiada tanding. Ocehannya tidak di dengarkan, gadis di sampingnya tidak punya hati."Cahya kenapa sih, kok dia jadi gini. Dia gak kasihan apa sama Gus Zayyan." Batin Mira.
Mira mengumpat bukan-bukan, mengutuk sahabatnya sendiri yang tidak-tidak. Wajah kesalnya tidak ketolongan.
Tiba di kamar Cahaya mengganti baju seragam dengan baju santai. Sekitar 1 jam waktu bagi santri istirahat setelah pulang sekolah. Biasanya di gunakan untuk tidur siang sebelum menyambut aktivitas selanjutnya yang menghadang di depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Santri [SUDAH TERBIT]
Fiksi RemajaBagaimana jadinya Cahaya ketika melanjutkan kehidupan sehari-hari milik saudara kembar dengan menautkan misi mengupas habis lika-liku peristiwa merenggut nyawa sang kembaran (Cahya). Akankah gadis dengan modal wujud yang sama dapat menjalankan misi...