36. Kecaman Keras

3.3K 200 97
                                    

Telinga mendengar percakapan panas para petinggi pesantren, mata menyala tajam layaknya silet, tubuh menghimpit ke dinding merasa terbakar."Seburuk itukah aku di mata kalian?"

"Baik, akan ku tunjukkan sesuatu yang tidak bisa kalian bayangkan. Kalian harus tetap berpikir aku jahat, itu demi kelangsungan misi ku." Tercetak senyum mematikan di bibir gadis setenang lautan.

CTAAAR

Sontak semua mata mendelik tajam,  mata para petinggi memusat pada jendela pecah tak beraturan.

"Astaghfirullah hal adzim."

Keterkejutan tak terhindarkan, jantung berpacu kencang di hadiahkan sesuatu yang tak bisa di duga-duga.

Manik mata Gus batu menyipit, kaki melangkah mendekat, tangan meraih sebuah benda berwarna putih tergeletak di antara pecahan kaca. Sebuah kertas tak beraturan berisikan batu di dalam di buka."Bukan aku yang membunuh mu, tapi pikiran mu yang membunuh mu."

Secercah surat bermakna dalam tertulis secara besar di dalam kertas putih, Gus Azmi bawa surat tersebut ke hadapan semua orang.

"Itu apa Azmi?" Tegang Kyai Yahya menatap penasaran pada selembar kertas dalam genggaman putranya.

"Liatlah, dia tidak sebaik yang kita kira." Sepenggal surat di letakkan di atas meja, Gus Azmi kembali duduk, mata tajam terus melengkapi pandangan.

Pak Kyai Yahya membaca isi surat, raut wajah berubah drastis."Dia ada di sini, Zayyan cepet cek keluar."

Dengan berlari pemuda selembut kapas memeriksa situasi di luar. Kosong, kekosongan menjadi jawaban. Sekelebat bayangan pendekar selendang merah tak tertangkap di mata. Gus Zayyan lantas kembali melapor."Di luar tidak ada siapapun, Abi."

Kecemasan tampil indah membungkus wajah pengasuh pondok pesantren Al-Ikhlas."Fatur, cek cctv, lihat dia pergi ke arah mana. Saya yakin surat ini dari dia langsung." Perintah Pak Kyai Yahya.

Laptop dihadapan di otak-atik secara cepat, memeriksa cctv terpasang di depan rumah kediaman pengasuh pondok pesantren Al-Ikhlas. Wajah Ustadz Fatur tertaut kata kesal tak tertolong, kepala mendongak, manik mata melihat orang-orang menunggu dengan penasaran.

"Gimana?"

"Cctv tidak bisa di temukan. Dia sudah menghapusnya Pak Kyai, dan memang ini yang selalu dia lakukan, dia akan menghilangkan seluruh bukti sehingga saya gak bisa mengakses informasi tentangnya dari cctv." Jawaban Ustadz Fatur mematahkan semangat membara. Tampak orang-orang penting merasa kecewa, padahal hati sudah yakin kalau hari ini mereka akan mengetahui informasi penting dari pendekar selendang merah, namun pergerakan begitu cepat.

"Kita harus hati-hati sama dia, dia bisa melakukan semuanya dalam waktu cepat." Peringatan Ra Wafa.

Semua orang diam dalam pikiran dalam, desas-desus sosok pendekar selendang merah masih berada di kategori DPO.

🦋🦋🦋

Gadis dengan paras cantik, di identik dengan mata tajam melintasi segerombol santriwati yang merumpi di depan kamar. Di wajah tak tersemat kata ramah, lagak gadis setenang lautan amat misterius.

"Sok banget gak sih, udah kayak preman aja." Cemoohan sengaja di keraskan oleh gadis berjilbab biru.

"Kalau aku jadi dia, pasti malu banget diskors dari pesantren seminggu. Lagian suruh siapa mukulin orang sampai separah itu, mau ngapain coba? Mau nyingkirin Cherly dari kedudukannya? Gak semudah itu, dia jauh lebih hebat kemana-mana dari pada situ." Nyinyiran pedas terlayang dari bibir Adel teman baik Salma.

"Biasa, mau nyari simpati Gus Zayyan. Eh ujung-ujungnya malah bikin Pak Kyai marah besar hahaha." Tambah Nindi.

Menggelegar tawa ejekan dari dua orang gadis duduk di ambang pintu.

The Santri [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang