Seorang pemuda melangkah di halaman, mata menyipit menangkap hal mencolok ia lantas menghampiri dengan isi kepala penuh pertanyaan.
"Kalian kenapa?" Bola mata Gus Azmi tak lepas dari dua santriwan memegang sapu di tangan. Membersihkan tiap-tiap dedaunan kering memenuhi tanah.
"Biasa Gus, ketahuan lompat dari pagar. Udah berdoa pas mau masuk kembali ke pesantren. Eh gak taunya malah apes. Tau gitu tengah malam kita balik ke pesantren lagi." Jelas santri putra tinggi badan paling pendek di antara ketiganya. Pemilik kulit sawo matang itu di sapa Amir.
"Mangkanya jangan melanggar biar gak di hukum. Ngapain kalian pada lompat dari pagar?" Tak habis pikir Gus Azmi.
"Kita cuman nongki di bengkel selatan pesantren Gus. Di sana enak bisa duduk sambil santai-santai, gak kayak di sini ada aja yang harus di kerjain. Apalagi kalau Ustadz Fatur udah ngecek tiap-tiap kamar. Selalu kami aja yang kena batunya." Celetuk teman sefrekuensi Amir atas nama Arul. Tinggi badan pria itu setara Gus Azmi.
"Namanya juga mondok, kalau santai-santai bukan mondok namanya." Terang Gus Azmi.
"Gak cuma karena itu Gus, kami itu kemarin gak ada di pesantren karena lagi ngehindar dari guru matematika. Gurunya garang banget Gus, selalu aja saya yang kena getahnya. Tiap habis ngejelasin langsung ngasih soal, sialnya saya yang di tunjuk buat jawab soalan itu di depan. Kalau salah di marahin, karena saya milih tidur pas dia ngejelasin." Cerita Amir.
"Itu mah karena kamu aja yang nyari masalah subangbang. Kalau kamu gak tidur gak akan tuh guru marah." Seru Arul.
"Orang ngantuk gimana?" Raut wajah Amir masih tak ikhlas akan hukuman yang di dapat.
Gus Azmi di buat geleng-geleng kepala. Tak tau harus menanggapi apa terakait 2 manusia yang tak pernah mau jera meski telah di hukum."Mangkanya lain kali jangan kelayapan, biar gak kena hukuman."
"Gus capek tau, satu aja belum kelar tapi Ustadz Fatur masih nyuruh kita bersihin kamar mandi." Keluh Amir menampilkan jawab melas butuh bantuan."Andai kata Gus ngomong nih ya sama Ustadz Fatur. Kagak jadi kita di hukum."
Mata kedua orang mengerjap berkali-kali. Menghipnotis Gus Azmi dengan tampang penuh iba tersebut.
Gus Azmi menghela nafas, tau betul kemana jalan pikiran mereka."Ya udah, nanti aku coba ngomong sama Ustadz Fatur biar ngeringanin hukuman kalian."
"Yeeeaayy."
Sorakam gembira dua manusia keras membuat telinga pengang. Sapu yang di pegang terlempar ke atas, daun-daun kering berhasil di kumpulkan malah di lempar ke udara berakhir berjatuhan di tanah.
🍁🍁🍁
Usai sholat Zuhur berjemaah, Cahaya bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah madrasah. Bersama Mira mereka berjalan memegang kitab lengkap dengan seragam putih dan rok hijau + jilbab putih. Di koridor pesantren penuh dengan para santri yang bergerak mendekati bangunan sekolah untuk menimba ilmu.
"Kak Cahya." Gadis kecil usia 7 tahun berlari menghampiri Cahaya di tengah keramaian.
Cahaya terpaku di tempat saat gadis kecil memeluknya erat. Mata melirik Mira yang diam menyaksikan tanpa ada niat menjelaskan.
"Kak Cahya dari mana aja. Kenapa lama banget perginya." Manik coklat gadis mungil berkaca-kaca menatap orang yang di kenal sebagai Cahya. Sorot mata melambangkan kerinduan mendalam.
Terhunus hati Cahaya, kata-kata gadis mungil itu membawa pikiran menuju sang kembaran tengah terbaring sepi di dalam kubur.
"Siapa anak ini? Kenapa kayaknya dekat banget sama Cahya." Batin Cahaya.
"Nisaa."
Panggilan mengalihkan perhatian. Mata gadis setenang lautan menyorot seseorang berlari kecil mendekat di lengkapi kecemasan. Pemilik nama tak mengindahkan wanita yang berteriak memanggil, malahan gadis kecil itu semakin mengeratkan pelukan.
"Kakak jangan pergi lagi ya. Nanti Nisa gak punya teman kalau kakak pergi." Rasa rindu tersirat di mata gadis bernama lengkap Annisa Al-Assad.
"Iya, kakak gak akan pergi lagi. Kamu jangan sedih, oke?" Cahaya seprofesional mungkin memerankan karakter lembut penuh keibuan mencirikan sang kembaran.
Gadis yang di nasehati mengangguk senang. Wanita yang di sebut Cahya terus di peluk erat.
"Cahya kamu udah balik?" Terkejut sekaligus senang wanita yang berdiri selain Mira.
Cahaya mendongak memandangi, bibir enggan bergerak menjawab. Mata menelisik memandangi wanita lembut berwajah anggun yang senang luar biasa melihat sosok di depan.
"Ini buat kakak. Nisa beliin ini khusus buat kak Cahya seorang." Gadis bernama Nisa menyodorkan gantungan kunci berbentuk matahari.
Dengan senyuman paksa Cahaya menerima. Gadis berwajah datar terlahir tanpa senyum, terasa sulit memperagakan secara keseluruhan pribadi cerminan diri yang notabennya sangat jauh dari kehidupan sehari-hari."Makasih, kakak pergi sekolah dulu ya."
"Enggak boleh, nanti kakak pergi lagi." Nisa kembali memeluk Cahaya, tapi kali ini lebih erat dari sebelumnya. Sungguh gadis mungil itu tak ingin kehilangan sosok di depan lagi.
Tangan Cahaya memegang kedua bahu Nisa. Menyuruh Nisa untuk menatapnya."Nisa, kakak cuman mau pergi sekolah doang kok. Kakak gak akan pergi kemana-mana lagi. Kakak akan tetap di sini."
"Beneran.?" Nisa memastikan kembali. Rasa takut kehilangan orang berwajah sama dengan Cahya menyeruak di dada.
Cahaya mengangguk pasti."Iya. Kakak pergi dulu ya."
Gadis itu memberikan anggukan, memandang kepergian Cahaya dan Mira yang mulai tak lagi terlihat.
"Mir, wanita tadi itu siapa?" Mata lurus ke depan, bibir melontarkan kalimat pertanyaan.
Alis Mira mengerut, shock mendapati pertanyaan tak masuk logika."Kamu benar-benar lupa sama dia?"
Mata Mira memperhatikan Cahaya tak percaya. Tidak hanya satu orang yang di lupakan tapi semua orang. Mira menyakini kalau ada yang tak beres dengan orang di samping.
"Udah jawab aja, gak usah banyak tanya." Paksa Cahaya.
Mira membuang nafas, manusia di samping adalah manusia paling suka memaksakan kehendak"Dia itu Salma, dia orang yang akan di jodohin sama Gus Zayyan. Tadi pagi kamu sendiri yang bilang, tapi kenapa sekarang kamu malah lupa sama dia, heran aku."
"Owhh jadi wanita itu yang mau di jodohin sama Gus Zayyan." Batin Cahaya.
Sosok menjadi pesaing Cahya dalam dunia percintaan telah di temukan Cahaya. Wanita dengan wajah anggun nan cantik atas nama Salma akan menjadi wanita yang dapat menyelamatkan hidup Cahaya dari dalam masalah menggaet Gus Zayyan.
"Terus gadis kecil itu siapa. Apa itu anaknya?"
"Bukanlah. Masa Salma udah punya anak, dia masih sekolah, mana mungkin punya anak." Bantah cepat Mira.
"Ca kenapa diam aja? Nanti kesambet loh."
Lamunan seketika buyar, gadis itu kembali lagi ke alam bumi."Enggak mungkin. Mana ada setan yang berani merasuki tubuh ku."
"Iya sih, gak bakalan ada karena kamu sendiri setannya." Seloroh Mira.
Gelakan memecah keramaian. Wajah merengut Cahaya mengundang tawa Mira makin pecah.
Kedua tangan Cahaya menutup telinga, panas mendengar orang lain menertawainya."Udah ayo ke kelas."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Santri [SUDAH TERBIT]
Novela JuvenilBagaimana jadinya Cahaya ketika melanjutkan kehidupan sehari-hari milik saudara kembar dengan menautkan misi mengupas habis lika-liku peristiwa merenggut nyawa sang kembaran (Cahya). Akankah gadis dengan modal wujud yang sama dapat menjalankan misi...