5. Siapa Dia?

4.4K 238 0
                                    

Tanpa menjawab sosok misterius bergerak menyerang Cahaya. Gadis itu yang sudah siap langsung mengimbangi permainannya. Mereka berdua berkelahi tepat di depan kamar yang berada di lantai 2.

Serangan demi serangan terus sosok misterius layangkan. Baru kali ini bagi Cahaya mendapati lawan yang begitu sulit dan lincah.

Bugh!

Sosok misterius menendang tubuh Cahaya sehingga membuat gadis itu terjerembab ke lantai. Dia menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri.

"Sial, mau pergi kemana dia, tidak akan ku biarkan dia lolos." Cahaya bangkit dari duduk, berlari mengejar sosok misterius yang berusaha kabur.

Pria bernuansa hitam melompat dari satu bangunan ke bangunan lain. Gesit dan lincah setiap gerakannya. Di belakang Cahaya mengejar tanpa kata nyerah. Pria misterius itu dapat membuat Cahaya tertantang untuk sekedar menangkapnya.

Bruukkk

Tubuh Cahaya mendarat tepat di luar bangunan pesantren. Berdiri sambil menatap sosok misterius yang terus berlari pergi meninggalkan pesantren. Kelebat bayangan pemilik baju hitam-hitam tak lagi tertangkap. Sosoknya pergi tapi gadis itu masih mematung di tempat.

"Siapa dia? Kenapa dia bisa masuk kemari, lalu apa tujuannya?" Misteri itu belum terpecahkan di benak Cahaya bagai planet-planet mengelilingi bumi.

Cahaya untuk sementara menepis rasa penasaran, gadis itu melompati dinding pagar berfungsi sebagai pembatas pesantren Al-Ikhlas. Di sertai langkah tenang Cahaya berjalan kembali ke asrama putri. Dari bawah mata terangkat melihat ke atas tepatnya ke lantai 2 tempat sosok misterius membobol pintu.

"Pak Kyai. Jadi kamar yang ingin dia bobol adalah kamar salah satu Kyai di pesantren ini." Terkesiap gadis dengan wajah tertutup selendang. Mengamati pimpinan pesantren yang celingukan di balkon dari balik pohon tumbuh di dekat pagar tembok.

Di tempat persembunyian gadis itu berpikir dalam. Ingin bersikap acuh terhadap kedatangan pria misterius namun dahsyatnya penasaran mematahkan segalanya.

"Apa yang ingin dia lakukan sebenarnya?" Mata elang mengarah pada satu titik. Memperhatikan dari bawah sembari menebak-nebak setiap kejanggalan.

"Sepertinya ada pertarungan dingin di sini. Besok aku akan cari tau permasalahan apa yang berkembang di tempat ini."  Tekad Cahaya membulat sempurna. Gadis itu bergerak perlahan untuk mencari problematika yang berkembang di pesantren tempat menginjakkan kaki.

Di balik pohon rindang Cahaya diam tanpa gerakan. Mata berpusat pada Pak Kyai. Pemimpin pesantren tersebut kembali masuk ke dalam kamar kala tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan walau terdengar suara pertikaian yang berhasil membuatnya terjaga dari tidur lelap.

Gadis itu menghembuskan nafas lega. Sosok pengancam nyawa telah menyingkir dari hadapan. Tidak ada lagi bola mata mengintai setiap gerak-gerik di sunyinya pesantren.

"Aku harus segera pergi dari sini. Satupun orang tidak boleh ada yang tau kalau aku masuk ke area asrama putra." Pelan-pelan gadis itu keluar dari persembunyian, dengan cepat berlari lalu manjat tembok pembatas antar dua asrama. Terakhir menjatuhkan diri dari atas tanpa rasa takut. Hati berniat kembali ke kamar namun sesuatu menghentikan niat.

"CCTV!"

"Benda mungil itu dapat membuat ku dalam bahaya. Aku harus hapus semua rekamannya, tidak boleh ada satupun barang bukti yang dapat mengancam keberadaan ku." Gadis bernama Cahaya mendatangi satu ruangan, terletak di lantai 1 tepatnya di dekat musholla yang tertera tulisan 'Ruangan CCTV'.

Gadis itu bergegas masuk ke dalam dengan membobol jendela. Di dalam ruangan tidak ada penjaga. Akses untuk melaksanakan keinginan berjalan lancar tanpa hambatan. Takdir berpihak pada gadis asing datang dari luar pesantren bekal menyamar dengan mengandalkan rupa yang sama persis akan mendiang sang kembaran.

"Sekarang aku aman. Tidak akan ada orang yang tau tentang ku." Seluruh rekaman telah di hapus. Kaki gadis itu satu demi satu melangkah ke bangunan terletak di lantai 3 kamar C3. Melepas selendang panjang penyelimut wajah. Di kamar tidak terpasang cctv, status aman menghampiri.

🍁🍁🍁

Jam 3 dini hari aktivitas para santri kembali di mulai. Antrian panjang kembali memenuhi kamar mandi layaknya antrian masuk surga. Dari segala sisi penuh dengan lautan santri, di setiap tangan memegang face wash, pasta gigi lengkap dengan sikat gigi.

"Ganti siapa?"

"Ganti siapa?"

"Ganti siapa?"

Hanya itu yang terdengar di telinga Cahaya. Para santri yang belum mendapatkan antrian bertanya hal itu pada setiap anak yang mengantri di sana. Kamar mandi penuh dengan santri yang ingin sekedar berwudhu untuk menunaikan shalat subuh.

Mumet Cahaya mendengar kebisingan di pagi buta, naasnya diri harus terjebak di tengah-tengah."Sabar, sabar. Aku harus sabar, ini masih permulaan. Aku harus tahan, aku harus kuat berada di sini. Cahya yang lemah itu saja kuat berada di sini, jadi aku harus bisa juga." Batin Cahaya.

Pintu kamar mandi yang sudah Cahaya antri sejak tadi terbuka. Lantas ia pun masuk ke dalam, mengambil wudhu sebentar. Sehabis berwudhu Cahaya kembali ke dalam kamar, mengenakan mukenah lalu berangkat ke musholla dengan membawa adzkar di tangan.

Setibanya di sana tak berselang lama adzan subuh berkumandang. Mereka menuaikan sholat subuh berjamaah di imami oleh Bunyai Sholehah. Usia sholat subuh aktivitas belum usai, dengan di pimpin Bunyai mereka membaca Yasin bersama-sama, di tambah dengan bacaan shorof setiap pagi. Baru setelah itu mereka di izinkan meninggalkan musholla.

Santri liar tak tau jalan di bingungkan oleh apa yang di lakukan taman satu kamarnya."Mereka mau kemana lagi? Apa lagi yang harus di lakukan di pagi-pagi buta seperti ini. Apa iya mereka akan ke sekolah, tapi ini masih jam 6." Batin Cahaya melirik arloji melingkar di tangan.

"Hai kamu mau kemana?"

Mira menatap aneh Cahaya. Seumur hidup tak pernah Mira melihat Cahya yang ia kenal memanggilnya dengan kata 'Hai'."Hai-hei, hai-hei, nama ku Mira!"

"Owh jadi namanya Mira. Bagus deh akhirnya aku tau nama dia." Batin Cahaya lega sesaat

"Maaf, aku lupa." Jawaban Cahaya membuat mulut Mira terbuka lebar. Takjub akan penuturan singkat mengarah pada hal tidak wajar.

"Hello Cahya, kita udah berteman selama 5 tahun. Kenapa kamu tiba-tiba gak inget sama nama aku? Kamu kesambet setan mana." Sambar Mira terkaget-kaget.

Tampang dari atas sampai ke bawah di kenali betul-betul. Sikap tak biasanya menimbulkan getaran aneh.

Cahaya diam enggan menanggapi pertanyaan sulit di temukan jawaban."Kamu mau kemana?"

"Mau kursuslah." Sahut Mira meraih kitabnya di rak yang berjejer rapih.

Cahaya mengerutkan alis."Kursus?"

Bola mata Mira kembali jatuh pada Cahaya."Ya ampun, kamu lupa kalau jam segini kita mesti kursus. Cahya, kamu sebenarnya kenapa sih. Kenapa kamu kayak orang baru masuk pondok!" 

The Santri [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang