[ABH] BAB. 04

358 62 138
                                    

BAB 04
KEMATIAN KALANDRA RAYMOND.

Sesuai pernyataan mengejutkan di setiap bingkai kata dalam ungkapan tertulis Ammar, Papa Fia. Pada hari keempat usai mengetahui segalanya, Fia baru sempat dan baru punya keberanian untuk datang secara langsung ke lokasi kunci masalah saat ini.

Rumah keluarga Damartha.

"Jadi, kamu ini siapa?" Suara bariton yang penuh kekuatan terdengar menggema. Sukses membuat tubuh Fia tegak dengan gugup. "Dari tadi memaksa ingin bertemu terus. Saya ini sibuk, tau?"

Fia meluruskan bahunya. Tak berani menatap lurus pada netra biru laut lelaki paruh baya di sana.

Bagai mencicit, suara Fia perlahan terdengar berkata, "Alifia Khinandita. Anak perempuan Ammar Damartha bersama Nina Seeyahira."

"... Oh!" Sejenak dia terdiam, sebelum tiba-tiba raut wajahnya malah berubah drastis. "... Adik Raymond?!"

"I-iya."

"Oalah... Santai aja. Saya pikir siapa tadi, tuh, yang berani sekali maksa ketemu." Dia terlihat mengangguk berulang-kali. "Perkenalkan, saya Ken. Ga ada panjangnya."

"Huh?"

"Sebenernya Kenzo, sih. Tapi kamu cukup sapa saya dengan 'Papi Ken'! Inget, ga semua orang dapat hak spesial ini. Manfaatkan dengan baik."

Fia tercengang. Pergantian peristiwa ini terlalu tiba-tiba. "P-papi?" Terbata Fia memastikan, yang dibalas anggukan singkat Ken.

"Okey, saatnya serius." Ken memperbaiki ekspresi wajahnya sejenak. Sebelum itu tangannya terangkat, seakan memberi instruksi pada dua wanita cantik di pintu ruang kerja ini. "Buatkan dua cangkir teh," perintahnya.

Fia jadi tak enak hati. Senyum tipis ia paksakan tuk menetap di sudut bibirnya, dia perlahan mengangguk sangat pelan pada kedua pelayan itu menatapnya sopan sebelum mereka berlalu keluar.

"Ammar itu teman saya."

"... Saya tahu," jawab Fia santai. "Papa sudah pernah cerita."

Bohong, sih. Tak tepat rasanya jika dikatakan cerita juga. Sedang, Alifia baru tahu hubungan antara dia dan keluarga Damartha beberapa hari lalu.

Ken menaikkan alisnya bertanya. "Loh, bener? Ternyata saya dianggap?"

Meski bingung, Fia hanya mengangguk singkat. Jujur saja, Dia kemari karena penasaran akan berbagai masalah yang kini tengah dilalui, bukan karena ingin membahas nostalgia masa lalu. Opsi kedua, bisa mereka lakukan kapan-kapan. Dan tentunya, bukan hari ini. "Papa bilang, saya harus kemari jika ingin tahu banyak hal—"

"Maaf, saya ga bisa hadir di upacara pemakamannya," ungkap Ken sedikit memelankan nada suara. "Saat itu saya sedang melakukan bisnis luar kota yang betul-betul tak bisa ditinggalkan."

Fia lagi-lagi mengangguk. Ah, ucapannya dipotong. Wanita itu menarik napas dalam-dalam.

Tampaknya, berbincang dengan Ken akan sedikit menguras emosi. "Saya disuruh ke rumah ini oleh Papa," tuturnya to the point.

Melihat minat bicara gadis itu sudah hilang, Ken perlahan berbicara sembari tersenyum sangat tipis. "Langsung aja. Apa yang Ammar suruh kamu jemput kemari?"

ARIFIN || BAD HUSBAND [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang