[ABH] BAB. 01

520 66 107
                                    

BAB. 01
KETULUSAN?

Alifia Khinandita, sosok gadis berwajah jelita dengan ciri khas gigi gingsul kecil di sudut bibir. Ekspresinya selalu terlihat ramah, dengan senyum tipis yang begitu cantik kemanapun kakinya melangkah.

Akan tetapi, malam ini, wajah ayu itu tampak memiliki perbedaan. Sudut bibir yang biasanya ditarik membentuk busur kecil, kini ditekan kuat membentuk kedataran langka.

Netranya menelisik tajam jalanan yang terbilang cukup ramai di depan sana. Sembari menggertakkan gigi, tangannya pun sedikit meremat apapun yang berada di genggamannya.

"Sial," rutuknya disertai kekehan mencela. "Apanya yang lembur?"

Arifin, suaminya yang tampan, kini terlihat membawa kendaraan roda dua dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Baik dari jalan datang, hingga punggung lebar itu menghilang di antara kerumunan. Tiada henti netra Fia menatapnya kesal.

You:
| Kamu di mana?
| 1 pict
| Kenapa hujan-hujanan? Jangan bilang aku salah lihat?

Fia sehabis berkeliling kota menemani temannya—Dina—untuk healing, sebab kekasih beda agama Dina hari ini melangsungkan pernikahan dengan wanita lain.

Sekaligus, Fia juga menjemput tumpukan novel dan surat yang sudah lama sekali ia tinggalkan di Apartemen. Apartment Raymond, lebih tepatnya.

Hari sial tiada yang tahu, hingga ternyata kini tiba giliran Fia untuk merasakan kesialan bertubi-tubi. Tak jauh dari gedung apartemenya, kini dia dan Dina tanpa bisa berbuat lebih malah terkurung lebatnya hujan.

Bukannya tanpa usaha, Fia bahkan sudah lebih dari dua jam meminta jemput pada suaminya. Sayang, jawaban Arifin hanyalah sebatas read.

Setelah dipaksa melalui beberapa panggilan dan pesan singkat, akhirnya Arifin menjawab dengan alasan dirinya tengah lembur kerja di kantor.

Tapi apa itu barusan?

Jika Fia saja bisa tahu, maka tentunya Dina juga bisa. Wanita itu terlihat menyender di pintu toko yang tertutup rapat, alisny terangkat sebelah. "Itu Arifin bukan, sih, Fi?"

Delikan malas menjadi jawaban yang diterimanya. "Kenapa di sini? Bukannya barusan lo bilang dia lembur? Mana pake motor gitu lagi," lanjut Dina tak menyangka.


Pantas Dina heran. Lantasan pagi ini saat Dina menjemput Fia, Arifin tampak berangkat ke kantor menggunakan mobil mewahnya.

Juga, wajar saja jika Dina ingat, sosok Arifin Dina akui sangat lebih dari kata sempurna. Membuat keberadaannya sulit untuk diabaikan.

Akan tetapi, wanita itu pun pernah berkata. 'Suami lo ganteng, berduit, wangi, tapi sayang banget malah hobi melihara ani-ani.'

"Kesel gue." Fia berbalik, kini mendudukkan dirinya di kursi kayu dekat pintu toko yang tertutup. "Paling ani-ani nya lagi minta dibeliin sesuatu," ketusnya.

Dina sejenak tak tahu mau merespon seperti apa. Matanya kini menyipit, tampak membawa emosi tak tentu, lalu ia meringis ringan. "Lo ga marah gitu? Kan—" Dina terdiam, tubuhnya seketika tegak. "Coba liat tangan lo."

ARIFIN || BAD HUSBAND [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang