[ABH] BAB. 11

237 19 16
                                    

BAB 11
TAKTIK BARU?

••
Pagi ini Fia terbangun dengan suasana hati yang terbilang cukup bahagia. Ia bahkan mencoba untuk tak perduli kala mendapati ternyata Rania tanpa malu-malu ikut serta dalam acara sarapan mereka.

Dengan sengaja, wanita itu bahkan membuatkan masakan seperti beberapa waktu lalu. Bukan karena dirinya ingin menjadi pembantu yang melayani suaminya serta si selingkuhan, tetapi Alifia berniat memulai rencananya sejak hari ini.

Pertama, menjadi seorang istri penyabar. Seperti di salah satu channel TV Indonesia. Istrinya sangat tabah, dan Fia akan mencoba mencontoh dari sana. Mungkin saja suaminya akan bertaubat dan berhenti selingkuh, 'kan?

"Pagi, Sayang," sapanya hangat. Sontak saja membuat Arifin terdiam lalu mengernyit heran. Tak lama, alisnya terangkat, aneh sekali rasanya mendengar sapaan itu lagi setelah beberapa hari ini sifat Fia begitu cuek padanya.

Alifia seakan tak ingin ambil pusing dengan reaksi Arifin yang hanya diam. Netranya melirik Rania, wanita itu tampak menyipitkan mata penuh keheranan.

"Hai." Fia mengelap tangannya yang basah, bekas air mencuci piring. Lalu, dia mengulurkan tangan ke depan. "Kita belum kenalan secara resmi, 'kan? Saya Fia, Alifia Khinandita."

Melirik Arifin yang juga heran, akhirnya dengan ragu-ragu Rania menyambut uluran tangan Alifia. Bibirnya terbuka kecil. "Rania. Rania Syahira," tuturnya.

"Salam kenal, Rania." Fia segera melepas tautan tangan mereka, senyuman masih tak luntur dari sudut bibirnya. "Oh, iya. Silahkan duduk," perintahnya dengan mengajak. Tangan wanita itu menunjuk meja makan yang dipenuhi sajian ringan. "Saya sebetulnya sudah tahu kamu siapa, jadi tolong jangan sungkan buat makan di sini, ya."

Rania kontan semakin mengernyit. Tak percaya. Mana mungkin ada wanita yang akan santai-santai saja kala berkenalan dan bertemu dengan 'kekasih' suaminya?

Wanita itu bahkan tak menyadari seperti apa Alifia meremat jemarinya di bawah meja. Berusaha menstabilkan rasa haus akan pembalasan yang tanpa diminta malah muncul setelah bertemu langsung dengan musuh barunya.

Arifin masih menganalisa, lalu dia mendengkus ringan. Kepalanya pun turut menggeleng pelan. "Ga."

"Kami ga akan sarapan." Arifin menggeleng singkat, matanya yang tak bersuhu menatap Alifia dengan curiga. "Siapa tahu semua ini sudah kamu beri racun?"

"... Mas?"

"Apa? Bener, 'kan?"

"Aku ga akan sejahat itu—"

"Ga ada yang tahu." Arifin mengedikkan bahunya cuek. "Dari reaksi kamu saat melihat kekasih saya saja sudah jelas, bagaimana mungkin kamu tak terkejut sama sekali? Atau, apa kamu udah tahu dari sebelumnya dia ada di sini?"

Alifia menggeleng pelan, dia menarik napas panjang sebelum menunduk. Netranya barusan memancarkan binar kecewa. "Iya. Aku tahu dia di sini. Semalaman aku habiskan untuk menstabilkan keterkejutan. Aku juga... puas melihat kalian bermesraan di balkon," ungkapnya. Dengan sedikit intonasi suara yang meninggi. "Aku cape, ga mau terkejut terus-menerus. Kaget akan hak yang sama, rasanya sakit. Apalagi melihat kamu bermain api tepat di depan mataku kaya sekarang," ungkapnya melirih.

"Ternyata ikhlas sesulit ini, ya?" lirihnya.

Alifia mencoba sekuat tenaga, menunjukkan betapa kecewa perasaanya. Menekankan fakta bahwa perlakuan Arifin kali ini sudah lebih menyakitkan ketimbang biasanya.

ARIFIN || BAD HUSBAND [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang