BAB. 16
"DILEMA ARIFIN.""Sayang, kamu dimana?" Dengan suara serak dan parau Rania bertanya. "Kenapa ga ada di sini saat aku bangun barusan?"
Arifin menyetir mobilnya pelan, sangat pelan. Begitu menarik perhatian orang-orang yang masih beraktivitas di pinggir jalan.
Mobil mahal dengan kesan mewah dalam sekali pandang itu tampak bergerak sangat lambat, jendela tertutup dengan kaca film yang gelap membuat orang tak bisa menduga apa yang terjadi di dalam.
Arifin menghela napas dalam, diliriknya jam di tangan yang menunjukkan pukul setengah sembilan.
"Aku ada urusan mendadak," ujarnya memberi alasan. "Ini lagi di jalan menuju rumah sakit. Kamu keadaannya gimana?"
Rania terdengar mendengkus. Suaranya sedikit bergetar entah karena apa. "Cepat ke sini, ya. Aku takut sendirian."
Arifin sejenak hening, lalu menjawab dengan dengungan ringan sebelum mematikan panggilan telepon itu.
Dia asik mengendarai mobil dengan pelan. Pikirannya berkelana. Terbayang segala tindakan jahat yang ia lakukan sejak istrinya itu ada.
Flashback on.
Hari ketiga usai pernikahan selesai dilaksanakan. Di rumah baru mereka.
"Ini kamar saya, kamu tidur di ruangan lain." Arifin mengernyit, tak nyaman melihat Alifia duduk di sofa kamarnya. "Meskipun kita sudah menikah. Saya tetap ga mau sekamar."
Alifia sebenernya jelas menolak. Tetapi dia masih terlihat tenang di permukaan. "Terus aku tidur di mana kalau gitu?"
"Ruangan paling ujung lorong," jawab Arifin cepat.
Alifia terdiam mengerjap. Kalau begitu. Kamar tidur mereka berjarak sangat jauh, dong? Arifin di ujung lorong sebelah sini, dia di ujung lorong sebelah sana.
"Tapi, kata Mama kita harus sekamar?" Fia bingung, Nina memberikan banyak sekali petuah sebelum sepasang suami istri itu diizinkan untuk tinggal di rumah baru ini. "Orangtuaku juga ga pernah pisah kamar, kecuali kalau Papa bikin salah dan Mama ngambek."
Arifin yang masih memakai handuk di sekeliling tubuhnya sampai dibuat terheran-heran. Bagaimana bisa seorang wanita usia dua puluhan masih begitu patuh terhadap ucapan orangtuanya? Biasanya, kan, kebanyakan membantah.
Belum lagi, pernikahan ini hanyalah perjodohan. Alifia harusnya memberontak.
"Dan kita adalah sepasang suami istri yang sah. Kenapa harus pisah kamar?" Tatapan Alifia dengan lancang sesekali melirik dada bidang Arifin. Wow, tubuhnya pun tampan. "Betul, kan, kalau kita sudah menikah?"
Arifin menyipitkan netra obsidiannya, lalu pergi mengambil baju kaos acak di dalam lemari sebelum memakainya. Kini, tersisa bawahan saja yang tak mungkin dirinya pakai tepat di depan mata Alifia.
"Memang sah, tapi kita cuman korban perjodohan. Saya ga mau tidur satu kamar. Itu mengganggu privasi!"
Alifia belum sempat menjawab, lalu Arifin segera melanjutkan dengan santai. Berniat menakut-nakuti Istrinya itu. "Kamu keluar, atau mau lihat saya ganti baju aja di sini? Sekalian, kita tuntaskan sesuatu yang malam kemarin belum terlaksana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIFIN || BAD HUSBAND [Terbit]
Romance❝Kamu layaknya fatamorgana. Semakin dekat aku mencari, semakin semu pula yang aku dapatkan.❞ - 𝕬𝖗𝖎𝖋𝖎𝖓 : 𝕭𝖆𝖉 𝕳𝖚𝖘𝖇𝖆𝖓𝖉. Bagaimana jadinya, jika perjuanganmu untuk menempuh pendidikan terhalang akibat perjodohan yang begitu tiba-tiba? Al...