[ABH] BAB. 22

227 18 20
                                    

BAB 22
3 Jawaban Jujur.

Arifin kebingungan pada awalnya. Setelah paham, sungguh, hanya satu kata maaf yang mampu dia ucapkan. Ternyata benar kata Nenek, mungkin dia harus mencoba sedikit membuka kepercayaan untuk Alifia.

Seperti sekarang saja contohnya. Alifia tak pantas dibenci. Dirinya lah yang begitu bodoh, terlalu mudah dipengaruhi hanya dengan sedikit utas kalimat.

Arifin itu pintar, dia pasti bisa membedakan karater seseorang lewat mata dan cara bicara. Tetapi, entah karena dibutakan oleh cintanya pada Rania, atau malah memang dirinya yang menutup mata.

Alifia setulus ini, bisa-bisanya Arifin melukai wanita sebaik Alifia. Terlebih, karena alasan yang tidak jelas kebenarannya bagaimana.

Arifin kini menikmati denyut jantungnya yamg biasa ia anggap merisih. Dia menatap Alifia lekat. "Maaf, Sayang," pintanya serak.

Alifia jadi merasa bersalah. "Mas, ini sudah kali ke sekiannya kamu minta maaf."

"Tapi saya ngerasa bersalah. Maaf."

Alifia terharu. Sejak hari pertama pernikahan, tak pernah Fia berpikir akan ada masa-masa mereka begitu dekat seperti sekarang.

Untuk mengalihkan pembicaraan. Fia akhirnya kembali membuka mulut. "Sekarang giliran aku."

Arifin duduk kian dekat, kini tubuh mereka seakan-akan tidak bisa lebih mepet lagi dari kali ini. Kedua bahu mereka bersentuhan. Tak juga saling menolak, karena jujur saja mereka memang saling butuh kedekatan. Jiakh.

"Awal pernikahan, kenapa sikap Mas berubah-ubah?"

"Saya harus jujur, ya?" tanya Arifin yang diangguki Fia. Tentu itu membuat Arifin meneguhkan niat dan menyusun kalimat terlebih dahulu sebelum perlahan berkata panjang.

"Ini saya ga bohong, lho, ya. Awalnya saya juga pengen membentuk keluarga harmonis yang normal seperti keinginan kamu." Arifin diam sejenak.

Lalu dia melanjutkan, "Tetapi, saya lupa saya pernah jahat ke Rania sehingga hal itu mengharuskan saya untuk bertanggungjawab atas kehidupan dia. Saya merasa bersalah, niat awalnya cuma buat menemani dia agar tak kesepian sembari mencari orang baru untuk menjadi kandidat suami untuknya, lalu sialnya..." Diliriknya Alifia untuk memeriksa ekspresi di wajah cantik itu.

"Dengan keji kami malah melewati batas," bisik Arifin mengakhiri.

"Lalu?"

"Lalu? Lalu apa?" Arifin yang awalnya diam karena rasa bersalah pun spontan bertanya.

Alifia menunduk sekilas, tampak berpikir sebelum kembali menyunggingkan senyum manis pada Arifin. "Karena hal itu, Mas tanpa sadar mulai mengabaikan aku di rumah?"

Arifin ragu, tetapi dia tetap dengan jujur mengangguk. Alifia kembali berucap, "Rania ngasih tahu Mas hal yang enggak-enggak tentang aku, ya, kayanya."

"Kok-"

"Hehe, aku udah mengamati sebagian besar dari masalah ini, kok. Apa Mas inget beberapa hari lalu pas Mas bilang aku pedulinya cuman sandirawa? Disitu aku tahu pasti ada yang salah."

Mereka berdua bercerita panjang, tentang banyak hal. Hingga, kini mereka sama-sama tersisa satu kesempatan bertanya.

"Kenapa kamu benci Rania? Maksudnya, apa ada alasan selain karena dia pernah jadi pacar saya?"

ARIFIN || BAD HUSBAND [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang