[ABH] BAB. 12

214 17 12
                                    

BAB 12

Jika diingat-ingat, sepertinya akting Fia memang masih terlalu kaku. Dirinya butuh banyak praktek. Wanita itu tampak berpikir, tangannya juga mengetuk-ngetuk dagu secara spontan.

"Samelem cari tahu cara meluluhkan perasaan seseorang, berarti hari ini yang harus dilakuin sisa prakternya doang, 'kan, ya?" gumamnya.

Fia melirik meja makan yang penuh akan santapan ringan. Tiba-tiba, mood nya yang sangat baik saat bangun kini anjlok menurun hampir ke dasar.

"Apa harus bikin to do list lagi, ya?"

Pada akhirnya, Alifia memilih keputusan itu sebagai jalan keluar pertama. Benar, sebelum bertindak, seharusnya Fia membuat peta konsep dulu, 'kan?

Setelah sedikit sarapan, akhirnya Fia kembali naik ke kamar lantai dua paling ujung dari kamar Arifin. Dia mengabaikan makanan yang tersisa banyak di atas meja. Jangan ditiru, lagipula nanti Fia bisa memakannya dengan damai usai selesaikan semua ini.

"Pertama. Masalah. Gue nikah, kepaksa, dan ternyata pasangan gue selingkuh," katanya.

"Kedua, Alasan. Karena, Papa meninggal dunia dan memberi wasiat untuk menikahkan gue sama anak temennya."

"Dan... Tujuan." Alifia mencebik pelan. Dirinya jadi bingung, mau menjadikan apa sebagai tujuan. "Apa, ya?"

"Apa jadi bahagia aja?"

"Ih, tapi keinginan yang kaya gitu malah bisa bikin impian sebenernya ga terjamah!"

Fia tampak merenung, cukup lama. Tiba-tiba, matanya berbinar indah. Teringat fakta bahwa dahulu sebelum terpaksa menikah dengan Arifin dirinya sempat memiliki keinginan untuk lanjut menimba ilmu.

Sebenarnya sudah sering sekali Alifia membahas yang satu ini. Hanya saja, minatnya sempat berkurang akibat dari sibuk memikirkan berbagai tumbukan masalah akhir-akhir ini.

"Apa... Tujuannya itu saja, 'ya?"

"Okey, kayanya iya itu aja deh!"

Kegirangan, Fia pun akhirnya berguling-guling di atas kasur. Tawanya menggelegar, mengarungi satu ruang kamar yang cukup besar itu. "Akhirnya, setelah ini bakal bisa mulai rencana lagi, hehe."

Saat lelah sudah mulai datang, Alifia akhirnya memutuskan untuk telentang. Dengan netra menelisik langit-langit kamar. Napasnya ia atur agar kembali normal, usai sedikit menderu kencang karena lelah bergerak hak cacing kepanasan.

Fia termenung, napasnya mulau normal. Wanita itu mengerjap pelan. Lalu, malah dikejutkan oleh sesuatu yang terjadi tanpa aba.

"Ah?" Tanganya spontan saja naik, malah merasakan setetes cairan bening dari sudut matanya. "Sial," lirihnya sedikit terkekeh malu. "Kenapa nangis, Fia?" ledeknya. "Apa setelah menjalani pernikahan sekian bulan, lo baru sadar, kalau lembar baru inilah yang bikin impian terbesar itu luluh lantak?"

Isak tangis tak dapat ditahan. Sebelum ini, wanita itu adalah sosok yang terbilang tegar. Tak mudah menangis.

Tetapi, entah mengapa, pernikahan sialan ini membuatnya jadi wanita cengeng yang hobi terisak-isak hanya karena teringat hal kecil.

ARIFIN || BAD HUSBAND [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang