[ABH] BAB. 18

196 13 6
                                    

BAB 18
KEGUGURAN?

Rania lagi-lagi terkejut kala pintu ruang tidurnya kembali terbuka, kali ini dengan cukup kasar. Wanita itu sampai dibuat sedikit terlonjak dengan posisi tiduran.

Kala melihat siapa yang datang, wanita itu sontak terduduk dengan bulu mata bergetar. Ekspresi takut di wajahnya menunjukkan sesuatu yang tak terucap.

Sejak operasi kuret sebelumnya, belum ada lagi Rania berjumpa dengan lelaki ini. Dia takut terkena ancaman, atau bahkan dikasari secara fisik oleh mereka.

"Kenapa takut gitu?"

Kali ini Rania bahkan merasa lidahnya kelu untuk menjawab. Dia biarkan lelaki itu mendekat, menepuk-nepuk pipinya dengan ringan. Sembari dirinya memejamkan mata, takut melihat wajah satu itu.

"Tiba-tiba jadi pengecut?" Jeremi mendudukkan dirinya dengan nyaman di kursi yang masih tak berpindah dari posisi Arifin duduk barusan. Netra dibalik kacamata itu menelisik wajah Rania tajam. "Untung kita periksa lebih lanjut. Kalau enggak? Kamu tahu konsekuensinya apa?"

Rania terpatah-patah mengangguk. Lantas dia menundukkan kepala. Ah, sial, detak jantungnya begitu kencang.

"Kamu kehilangan anak si Ge-"

"Stop!"

"Haha. Kamu ga berpikir dia akan dengan lapang dada membiarkan semua ini gitu aja, 'kan?"

Jeremi menggeleng heran. Kenapa bisa wanita ini masih berani bermain-main, padahal kondisinya tengah mengandung kala itu?

Jeremi tak tahu apa yang Rania lakukan hingga tanpa sengaja membunuh anaknya dengan lelaki itu. Tetapi, Jeremi juga tahu, dari posisi lukanya kemungkinan besar Rania ceroboh meloncat dari tempat tinggi.

Luka wanita itu berada di depan. Ah, jika Jeremi salah paham. Maka kemungkinan besar Rania jatuh karena kakinya menyandung sesuatu.

"Jangan terlalu banyak gerak. Perutmu masih lemah."

Rania mengangguk. Takut-takut diliriknya lelaki berjas dokter itu. "Jangan bilang sama dia. Tolong," lirihnya memohon. "Gue takut disiksa lebih dari kemarin. Tolong, Jer."

Berharap apa Rania? Kepada abang laki-laki dari pacarnya ini? Lelaki itu asik bermain dengan rambutnya bahkan setelah mendengar Rania memohon-mohon. "Kamu terlambat minta tolong."

BRAK!

"Bang, lo keluar!"

Ketakutan Rania, betulan terjadi. Wanita itu merasakan detak jantungnya yang begitu kencang. Dia takut, sangat. Cengkraman tangannya di selimut kian mengencang. Dia bahkan tak berani bernapas terlalu kuat.

Netra takutnya yang bergetar bertemu di udara dengan netra gelap nan dingin milik lelaki itu.

"Bang?" Panggilnya menaikkan intonasi. "Lo keluar dulu, gue bilang!" perintahnya dengan gigi terkatup.

Jeremi berdiri santai, lalu melirik kedua insan beda jenis itu beberapa kali. "Tuh, kan, maafin saya Rania. Jelas sudah terlambat bagi saya buat bantu kamu."

Dia melangkah pelan, menimbulkan bunyi yang memecah kesunyian. Sebelum pintu benar-benar ia tutup, lelaki itu tersenyum lebar dan berbalik menatap kedua insan yang tengah menatapnya beda makna. "Selamat bersenang-senang. Dan jangan terlalu berisik, pasien lain ada di kamar sebelah."

ARIFIN || BAD HUSBAND [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang