[ABH] BAB. 26

202 6 0
                                    

Bab 26
BERTUBI-TUBI

Dinginnya terpaan angin di senja menjelang malam ini tak Arifin hiraukan. Wajahnya yang kuyu kini tampak memucat, membuat ketampanannya sedikit berubah.

Tak seperti biasa, wajah tampan dengan aura penindasan yang cukup kuat. Kali ini, baik ekspresi, maupun perasaan yang dibawa di sekitar tubuhnya. Arifin terlihat tiada semangat.

Tangannya ia taruh di besi pembatas, netra lelaki itu mengamati indahnya senja di ujung sana. Seakan-akan, langit dan laut menyatu tanpa malu.

"Fin."

Arifin tak menoleh, sebab ia tahu siapa yang kini berdiri tepat di belakang tubuhnya. Lelaki itu hanya berdehem singkat, tak ada niat menjawab lebih. "Hm?"

Rania dengan setelan santainya kini tampak ikut mendekat, menikmati sapuan angin senja di pinggir jembatan. Matanya terpejam, terlihat tenang. "Apa kamu marah?" tanyanya.

Pertanyaan itu sontak membuat Arifin terkekeh pelan, tiada bahagia, kekehan itu membawa luka. "Bagaimana menurutmu?" tanyanya balik. "Dan, Apa menurut kamu, dengan keadaan sekarang ini, saya kelihatan baik-baik saja?"

"Kamu marah, dan kamu sedang tidak baik-baik saja," jawab Rania telak. Matanya perlahan terbuka, lantas kini berbalik dan menatap siluet wajah Arifin dari samping. "Kenapa kamu begini?"

Arifin tak menjawab, dan Rania paham apa maksud keterdiaman lelaki itu. Namun, ada rasa tak terima dalam diri Rania. Wanita itu menghela napas dalam. "Apa kamu mencintai Alifia, Fin?"

Rania menambahkan. "Dia sudah pergi dari hidup kamu, 'kan? Sudah lebih dari sebulan kalian tak bertemu. Entahlah dia masih di tempat itu atau bagaimana. Yang jelas saja, kamu sekarang sudah pindah ke sini."

Rania perjelas. Sejak kejadian itu, Arifin tak pernah diizinkan oleh Nina untuk bertemu dengan Alifia. Lalu, kabar mengejutkan lainnya membuat Arifin terpaksa pindah sementara ke daerah di sekitar Universitas yang pernah Raymond jadikan tempat menempuh ilmu. Butuh perjalanan 3 jam sebelum dia bisa sampai di saja dari rumahnya dengan Alifia.

Arifin masih diam, berlagak seakan tak mendengar apapun.

Rania menambahkan. "Apa sekarang kamu menyesal?"

Keduanya lalu terdiam. Pertanyaan Rania bagai ditelan deru ombak jauh di bawah kaki mereka, Arifin melepaskan napas berat.

Lelaki itu berbalik, kali ini bersitatap dengan wajah mantan kekasihnya itu. "Kamu lihat ini apa?" tanyanya dengan tangan terangkat.

"... Kalian betulan bercerai?"

Arifin menggigit pipi bagian dalamnya, dia lagi-lagi menarik napas panjang. Dadanya sesak. Dibukanya lembar surat dari pengadilan agama itu, tepat di depan wajah Rania. "Mungkin? Dengan bodohnya, saya menyelamatkan kamu dari penculikan bohongan itu, sedang istri saya sendiri tengah dicelakai oleh orang lain."

"Apa kamu tau, saat itu Alifia keguguran?" Napas Arifin tercekat kala menyebut satu kata menyakitkan itu.

Arifin menahan air matanya dengan mengerjap cepat. Setitikpun dia tak rela, jangan sampai Rania melihat air matanya meluruh bebas. "Saya ga menyalahkan kamu, Rania. Tetapi saya benci caramu dalam melakukan semua ini. Kenapa harus sandiwara?"

Rania ciut, dia bingung harus menjawab bagaimana. Wanita itu mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Aku juga keguguran, Fin," selanya bergumam.

"Berhenti berbohong!"

"Aku memang keguguran, Arifin!" Teriak Rania membalas.

"Keguguran anak siapa? Jelas itu bukan anakku, 'kan? Pikir terlebih dahulu, kita bahkan tak pernah berhubungan badan!" Arifin menggeleng tak menyangka. Sedetik setelahnya dia meraih lengan Rania, dibawanya untuk masuk ke dalam mobilnya yang berhenti di pinggir jalan sana.

ARIFIN || BAD HUSBAND [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang