[ABH] BAB. 24

212 17 13
                                    

Bab 24
Hadiah dari Tuhan.

Pagi ini cuaca dingin bahkan tak lagi mampu menghentikan panasnya udara di sekitar tubuh sepasang suami-istri, Alifia dan Arifin. Mereka bahkan memerah dari pipi ke leher, bahkan di seluruh wajah.

Arifin mencoba stabilkan kepalanya yang cukup pening akibat mabuk, deru napasnya juga agak panas. Bahkan, saat pertama bangun lelaki itu sempat memuntahkan isi perutnya ke kamar mandi. Untungnya, saat ini keadaan Arifin sudah terbilang baik-baik saja.

"Apa kamu menyesal?"

Arifin menaruh dagunya di atas bahu Alifia. Lengannya ia lingkarkan ke tubuh istrinya itu. Dengan ujung jemari sesekali menyentuh perut datar di sana. "Sayang, apa kamu akan benci aku setelah ini?"

Suaranya gemetar serak. Arifin tahu semalam dirinya pasti berbuat semau hati, tanpa memikirkan atau bahkan bertanya tentang bagaimana perasaan Alifia. Arifin tak ingat dengan jelas, tetapi itu tak berarti dia tidak mengingat apa pun.

Alifia yang tak menyahut membuat Arifin kian dilanda ragu, dia kini menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Alifia. "Fia, jangan diam begini. Setidaknya marah, tampar, jambak aku. Tunjukkan gimana perasaan kamu sekarang."

"Kalau kamu diam begini, aku semakin dilanda rasa bersalah," ungkap Arifin mengakhiri.

Alifia bukan diam karena marah, melainkan karena malu. Mana bisa tak canggung, baru semalam mereka melakukan tindakan tidak senonoh itu. Dan sekarang Arifin sudah bermanja-manja sembari memeluk tubuhnya dari belakang.

Brengsek. Hati Alifia tak tahan. Lidahnya kelu untuk bicara. Tetapi, tangannya masih mampu naik untuk mengelus surai hitam gelap lelaki itu. "Mas—"

"Suara kamu?" Arifin spontan menegakkan tubuh. Hiks, kali ini Arifin bagai berenang di lautan rasa bersalah. "Maaf, Sayang. Bahkan suara kamu jadi begitu gara-gara aku," sesal Arifin diiringi pelupuk mata mulai memerah.

Hei, Alifia jadi kesal mendengar permintaan maaf yang berulang-ulang itu. Dia melepas pelukan Arifin di perutnya, lalu berbalik dan kini mengubah posisi mereka jadi saling berhadapan. Meski harus diiringi ringisan, Alifia masih mencoba untuk menormalkan ekspresi wajahnya.

Yang tak Alifia sangka, mata Arifin terlihat berkaca-kaca. Bibirnya juga tertekuk ke bawah.

"Ah?"

"Aku minta maaf. Udah tau suara kamu serak, tapi bukannya ambilin air minum malah jadi cengeng begini." Setelahnya Arifin segera merangkak menuruni kasur, lalu melangkah cepat dan teliti menghindari pecahan botol. "Aku ambil minum sebentar."

Benar-benar sebentar ternyata, baru saja Alifia selesai mengubah posisi duduknya yang tak nyaman menjadi bertumpu di sandaran kasur, Arifin sudah kembali lagi. Fia malah dibuat salah fokus.

Suaminya yang tak pakai baju, Alifia yang memerah malu.

Tak segitunya, sih. Arifin hanya Shirtless. Dia masih pakai celana. Hei, jangan nethink.

Arifin cuek dengan penampilannya saat ini, dia kembali melangkah mendekat dan duduk tepat di sebelah kaki Alifia yang berselonjor. "Minum, Sayang."

Tanpa menjawab Alifia menghabiskan segelas air minum itu hingga tandas tak bersisa. Dia menghela napas, lalu cemberut kala merasakan sakit dari suatu tempat.

ARIFIN || BAD HUSBAND [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang