"Kepergianmu memang tak mudah
dilupakan, tapi, akan kucoba seiring berjalannya waktu."-Richandra Dion
***
"Gue masih nggak nyangka banget, kenapa lo berhenti, Bang? Masih ada kita-kita yang butuh peran lo."
Chandra menatap kosong jendela kamarnya yang terbuka, menampakkan langit malam dengan bintang yang menaburi langit malam itu dengan indahnya.
"Bintang yang sinarnya paling terang itu pasti lo 'kan, Bang? Gue kangen banget. Biasanya jam segini kita lagi cerita-cerita, dulu kasur lo yang dibawah, sekarang gue pindah ke tempat lo."
Chandra menutup matanya sejenak, lalu ia bangun dan menuju meja yang ada di ruangan tersebut. Meja itu sering digunakan Mahen untuk menulis di sebuah buku. Jika Chandra, dia lebih sering belajar di lantai atau di kasur.
Tangannya tergerak membuka laci meja tersebut. Ada banyak potongan kertas yang berisi gambar atau tulisan. Chandra mengambil semua kertas tersebut dan menaruhnya diatas meja.
Netranya menangkap sebuah buku dengan sampul polos bertuliskan 'Mahendra'. Chandra menebak buku itu adalah buku keseharian Mahen. Hampir semua lembarnya sudah berisi tulisan. Ia langsung membuka halaman paling akhir.
*
Buat enam adiknya abang yang paling abang sayang setelah Ayah dan Ibu.Abang sayang banget sama kalian, sayang banget. Maafin abang yang pergi duluan, ya.
Abang udah capek, hehe.Abang juga kangen banget sama Ayah.
Abang udah nyerah. Kalian jangan sedih lama lama, ya. Nanti abang gak bisa tenang.Abang pengen ngabisin waktu bareng kalian sebelum abang pergi. Tapi keinginan itu belum terwujud sampe sekarang.
Buku ini, buku yang selalu jadi temen abang. Abang selalu cerita semua masalah abang sama buku ini.
Dan kalian, harus bisa bahagia tanpa abang, ya.
Argana itu kuat, kecuali Abang.
*Air matanya meluruh begitu saja membaca tulisan berisi kata terakhir yang tidak sempat Mahen ucapkan pada enam adiknya. Chandra menangis tanpa suara, ditemani langit malam dengan ketenangan didalamnya.
🌱🌱🌱
Seorang laki-laki tampak membanting tasnya dengan lesu kearah kursi. Jiwa raganya sedang ingin beristirahat saat ini. Lelah. Satu opsi yang dapat disimpulkannya.
"Salam kek, apa gitu. Yang punya rumah aja masih diluar, lo nyelonong aja, Chan," dengus teman Chandra sekaligus si empunya rumah.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, telat."
Chandra mengubah posisinya menjadi duduk, menatap meja ruang tamu Artha yang kosong. "Gue pengen cerita, Ar."
"Cerita paan?"
"Abang gue."
"Cerita aja, gue bakal dengerin, kok."
"Gue ngerasa kehilangan banget, Ar. Pas gue pulang dari rumah lo itu, Bang Mahen nelpon, dan posisi gue juga belom nyampe, gue masih di jembatan. Pertamanya gue nanyain dia udah pulang atau belum, terus dia jawab dia gaakan pulang."
"Gue bingung sama arah pembicaraannya dia, gue marahin karena dia bilang kayak gitu. Dan ... selama gue ngomong, gak sama sekali dia denger. Tiba tiba aja ada suara klakson truk, disitu firasat gue gak enak banget, tapi gue tetep mikir positif." Chandra menjeda kalimatnya beberapa saat.
"Gue berniat mau beliin dia martabak telor, tapi ternyata udah tutup, mana udah jauh-jauh juga 'kan. Sesampenya dirumah ... Rumah gue udah rame."
"Jangan diterusin kalo lo nggak kuat," sela Artha yang peka perubahan raut wajah Chandra.
Chandra tersenyum tipis. "Makasih, Lo emang temen gue yang paling baik."
"Iya iya, gue juga tau kok. Gue emang baik dari lahir," balasnya songong.
"Baik banget, sampe Bu RT ngamuk gara-gara lo nyolong jambu tiap hari dirumah dia."
Mereka berdua tertawa. Artha juga turut bahagia, sahabatnya bisa kembali tersenyum walau tidak selebar sebelumnya. Mereka adalah sahabat yang benar-benar tidak terpisahkan.
Artha adalah seorang anak tunggal, kedua orang tuanya ke luar negri untuk bekerja sedari ia kecil, dan dahulu tinggal bersama neneknya, namun neneknya juga sudah berpulang. Tinggal dia seorang.
🌱🌱🌱
"Lo dari mana?"
Pertanyaan itu menyambut langkah kaki Chandra yang baru saja pulang kerumah. Terlihat Jevin yang masih memakai sarung dan peci, menatap Chandra dengan tatapan datar.
"Rumah Artha."
Chandra tak meragukan hal tersebut. Jevin hanya bisa menghela nafasnya. Chandra berlalu dari Jevin menuju ke kamarnya.
BUGH
"OTAK LO KEMANA, CHANDRA?!"
Chandra memegang pipinya yang nyeri akibat pukulan dari Jendral. Dia sedang naik pitam, Jendral tampak sangat marah.
"LO PERGI PAS KITA LAGI ADA PENGAJIAN. APA LO GAK MIKIR INI BUAT SIAPA?! BUAT ABANG. LO GAK SAYANG SAMA ABANG?!"
Chandra menatap Jendral dengan tatapan datar, tak sama sekali menghiraukan perkataan atau bahkan pukulan Jendral.
Andy, Leon, dan Juna hanya menatap keributan tersebut dari tangga penghubung lantai satu dan dua dengan helaan nafas panjang. Hal seperti ini sering terjadi, dan percuma saja sudah melerai. Jendral memang begitu.
"Jen, udah. Biarin Chandra istirahat dulu." Jevin turun tangan, dia paham dengan kondisi Chandra saat ini. Dia yang paling dekat dengan Mahen, dia juga yang paling merasa kehilangan.
Chandra berlalu tanpa sepatah kata-pun. Menuju kamarnya dan langsung membanting pintu.
"Bang Chandra dari mana, ya?"
"Pasti dari rumah Artha. Kalian jangan gangguin dia dulu, ya. Biarin dia istirahat." Juna menjawab pertanyaan Leon.
"Menurut Andy ... Bang Chandra itu aneh," ujar si bungsu yang membuat Juna dan Leon menatap bingung kearahnya.
"Aneh kenapa?"
"Bang Chandra selalu jadi tempat cerita kita, tapi dia lebih milih cerita sama orang lain."
***
vote+komen janlupp💝💝
next?
🍦erinaasfn_
KAMU SEDANG MEMBACA
Argana || NCT Dream [REVISI]
Fiksi Penggemar⚠BROTHERSHIP AREA, NOT BXB!!⚠ Jangan lupa follow akun wattpad author sebelum membaca! ** Bukan apa-apa, ini hanya tentang keenam Argana yang sama-sama bertarung dengan masa lalu mereka. Kehilangan. Siapa yang tidak pernah merasakan hal ini? Terlebih...