🏠 - Dua Puluh Sembilan

530 61 4
                                    

"Kenapa Ibu ajak aku kesini? Aku lagi sibuk." Chandra berujar saat Arina tiba-tiba mengajaknya masuk kedalam cafe lagi. Chandra menatap wanita itu dengan datar.

"Maafin Ibu, Chandra. Ibu ngaku salah," tutur Arina penuh sesal. Chandra justru membuang muka kearah jendela, menatap kendaraan yang berlalu lalang meski hari sudah mulai sore.

"Kalo bukan karena Ibu, Bang Mahen pasti masih ada disini." Arina membulatkan matanya, air matanya menitik mendengar penuturan Chandra. Tangannya yang semula menggenggam tangan Chandra, perlahan memudar.

"Chandra? Kamu lagi bercanda, kan?" Arina bertanya meminta kepastian.

Chandra yang hanya menatap keluar jendela kaca yang sangat besar itu juga, netranya turut mengeluarkan sedikit air mata. Ia teringat lagi saat-saat itu.

Chandra menggeleng. Semakin membuat Arina menangis dan merasa sangat bersalah. "Semua salah Ibu. Saat pemakaman Ayah, Ibu nggak dateng. Bahkan, saat pemakaman Bang Mahen juga." Chandra terisak. "Ibu keterlaluan, egois."

"Tapi ... Itu semua cuma karena takdir, Chandra. Abang dan Ayah pergi karena memang udah waktunya."

"CUMA TAKDIR LO BILANG?!! SETELAH LO PERGI TANPA IZIN DAN BUAT AYAH STRES PANJANG! LO BILANG KEMATIAN MEREKA BERDUA ITU CUMA TAKDIR??!!" Chandra menggebrak meja didepannya, kehilangan kesabaran.

Artha dan Aden yang tadinya hanya menyaksikan keduanya turut masuk. Mencegah Chandra berbuat hal buruk pada Ibunya.

"BUKA MATA LO!! BUKA PIKIRAN LO!! LO CUMA MENTINGIN DIRI SENDIRI, KARENA SITUASI AYAH LAGI NGGAK PUNYA DAN HANCUR, LO MALAH PERGI!!" Chandra kembali berteriak, membuat Arina semakin menangis terisak.

"SEKARANG, LO MIKIR!! GIMANA PERASAAN AYAH YANG MATI MATIAN GANTIIN DUA PERAN SEKALIGUS??!!!"

"Chan ... Udah, dia Ibu lo."

"AARGGHHH GUE NGGAK PEDULI!!!" Chandra meninggalkan ketiganya, dia pergi keluar cafe dengan perasaan yang tak karuan.

Ditancapkannya gas dengan kencang, nyaris sekali terjatuh jika Chandra tidak langsung menstabilkan keseimbangan motornya kembali. Chandra mengendarai motor seperti orang kesetanan, dibersamai rintikan air yang keluar dari matanya, namun tertutup helm full face miliknya.

Saat ini, pelariannya bertuju kepada Danau Biru. Chandra yang sudah sampai disana, langsung duduk dipersekitaran danau. Menatap kearah tengah danau yang terdapat banyak bunga teratai.

"Aku nggak dendam sama Ibu. Aku cuma pengen, Ibu ngerasain apa yang Ayah sama Abang rasain," monolog Chandra.

Ponselnya bergetar, sudah sedari tadi sebenarnya. Artha terus saja menelponnya, Chandra sudah sangat jengah untuk mengangkat telpon itu.

Dia hanya melirik sepintas, lalu memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celana.

Dia hanya melirik sepintas, lalu memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Argana || NCT Dream [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang