🏠 - Enam Belas

668 58 11
                                    


"Nggak semua hal itu lo tau."

-Arthaka Galvireo

***


Chandra menatap lamat buku diary Mahen yang ia taruh di mejanya. Senyum, tawa, ceria, dan bahagianya selalu terputar dibenak Chandra bak kaset rusak. Siluet saudara yang paling dekat dengan dirinya itu sangat ia rindukan. Rasanya baru kemarin Mahen pergi meninggalkan mereka berenam. Rasanya baru kemarin Chandra menangis-bahkan meraung bak orang kesetanan. Dan rasanya baru kemarin dia diberikan bogem mentah oleh Jendral karena pergi saat pengajian Mahen.

Tanpa dia sadari, air mata menitik ditengah lamunan Chandra. Dia mendongak menghadap langit. Seolah turut merasakan kesedihannya, langit yang biasanya bertabur bintang dengan sinar terang dari rembulan, kini tinggal satu bintang namun bersinar sangat terang. Chandra mengusap kasar air mata yang terus meluruh tanpa seizin darinya.

"Kenapa nangis? Cengeng banget," ledek Mahen pada Chandra yang kini sibuk menghapus kasar air matanya. "Cerita sama abang, sini."

Chandra tidak dapat lagi membendung air matanya. Dia langsung meluruh ke pelukan Mahen. "Gitar gue rusak."

"Apanya yang rusak? Coba sini abang liat." Mahen mengambil gitar yang ada di tangan Chandra. Perlu diketahui jika Chandra sudah bersama Mahen itu sudah seperti Ayah dan anak, bahkan Chandra tak segan menangis didepan Mahen.

"Kayanya abang bisa benerin. Ini kenapa emangnya?" tanya Mahen setelah melihat kondisi gitar tersebut.

"Tadi direbutin Leon sama Andy. Makanya jadi kaya gitu. Emang kurang ajar itu bocah!" balas Chandra menggebu. Gitar ini adalah separuh dari hidup seorang Chandra. Benar-benar dicintai oleh lelaki itu. Bukan karena bentuk maupun harganya, melainkan sangat amat banyak kenangan indah yang tersimpan. Ayah yang menghadiahkan gitar ini untuk mereka.

"Sekarang siapa yang bisa benerin hati gue? Dulu ada lo yang selalu disamping gue dan terima semua curhatan gue walaupun cuma hal sepele."

"Lo selalu semangatin adek-adek lo. Sampe lupa kalo lo juga butuh semangat."

"Kalo Ibu dan Ayah masih disini, mungkin lo juga nggak akan pergi secepet ini."

***

"Lo kenapa, Chan?" Artha yang peka akan perubahan wajah Chandra bertanya. Biasanya Chandra petakilan, namun pagi ini agak aneh.

"Iya bener, tuh. Ada masalah ya, lo?" sahut sahabat Chandra yang satu lagi, Aden.

Aden sendiri baru njedul karena baru saja pulang dari healing ala keluarga sultan dia. Jika Artha kenal Chandra sedari Sekolah Menengah Atas, maka Aden baru bertemu Chandra saat kuliah. Sebab itu Artha lebih tahu tentang Chandra.

Mereka saat ini berada di rooftop apartemen pribadi si horkay, Aden. Sudah lama dua manusia berduit setipis tisu dibelah lima puluh itu tidak ketempat ini.

Tiga orang itu menuju kesini setelah sekian panjang perjalanan mulai dari dosen yang menyebalkan dengan bedak setebal dempul, bertemu dengan orang-orang yang super duper menjengkelkan hari ini. Tetapi si baik hati, tampan, rajin menabung, dan tidak sombong yakni Aden menawarkan untuk terlebih dahulu ke apartemennya.

Chandra menghela nafasnya kasar. Menatap hamparan kota sibuk yang tertangkap oleh netranya dari ketinggian itu, dan dengan soda sebagai minuman yang wajib ada setiap mereka nongkrong.

Argana || NCT Dream [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang