JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!!
°°°
Mitzi merebahkan tubuhnya saat kepalanya mulai pening dengan berbagai macam tugas yang deadline-nya seperti tahu bulat. Matanya terus terpejam, tapi berbeda dengan pikiran dan hati yang terus berkecamuk. Kali ini dia sangat merindukan Dea, apartemen terasa sepi saat tidak ada orang yang dijadikan pelampiasan untuk mengamuk.
"Padahal kalo ada Dea sekarang gue pasti lagi gelut," batinnya.
"Argh! Lagian kenapa sih setiap di depan orang gue mendadak jaim, kesel sendirikan pas lagi kek gini. Kek orang gila ngoceh sendiri!" geramnya sambil mengusap wajah kasar.
Sebenarnya dia heran dengan perubahan pada dirinya, mengapa sekarang sikapnya itu mendadak seperti Dea dan sesengklek Soraya. Tapi kalo ada orang bisa berubah dengan cepat dan teramat bijak. Ngasih siraman rohani, ceramah dari A sampai Z, belum lagi tingkahnya yang tiba-tiba sekalem putri keraton.
Sekilas memori tentang masa lalunya bersama Dea terus berputar secara cepat, hanya saja saat baru menikmati masa kejayaan mengomeli Dea, suara bel berbunyi. Wajahnya langsung sumeringah dilanjutkan dengan lari kecil, dengan cepat dia langsung membuka pintu tapi wajahnya kembali datar saat melihat siluman yang kini tengah senyum pepsodent.
"Kirain Dea," batinnya kecewa, "Ngapain?" lanjutnya kepada sesosok yang masih setia nyengir.
"Kamu kok kek gak seneng gitu aku dateng? Padahal aku udah effort buat ke sini," kata orang itu dan tanpa permisi masuk ke ruang tengah.
Mitzi menutup pintu dan mendengus kasar, cowok di depannya itu memang tidak pernah berubah. Masuk rumah orang seenak jidatnya, dia pikir semua bumi dan seisinya itu punya nenek moyang dia apa?
"Nih," kata Ginting sambil ngasih paper bag.
"Buat Dea?" tanya Mitzi tanpa berniat untuk menerima.
"Kamu mah, aku udah ngasih hati seratus persen buat kamu tapi di raguin terus."
"Ya gimana gak ragu orang abis lu selingkuhin! Cewek mana yang gak trauma coba?" sewot Mitzi.
Wajarlah ya si Mitzi jadi sensi, orang lakinya itu kek gak punya otak. Ya kali cewek bakal nerima dengan legowo waktu tau cowoknya abis selingkuh, kecuali kalo orang-orang ftv itu beda cerita. Mereka emang dibayar buat di sakitin.
Di sisi lain, demi keutuhan dan keharmonisan hubungan yang kembali baru seumur jagung, Ginting memilih untuk diam. Daripada di amuk sama singa betina yang lagi kelaperan, mending juga cari amankan. Hidup jadi damai, tentram dan bersahaja.
Brak!
Suara barang jatuh membuat atensi keduanya beralih, pandangan mereka beradu sesaat dan keheningan langsung mendominasi.
Sebenarnya mereka agak trauma dengan suara-suara seperti itu, soalnya cerita tentang kejadian di rumah Fajar tentu sangat membekas dikalangan para atlet elit.
"Dari situ gak sih?" tanya Ginting sambil nunjuk ke ruangan yang dari tadi gaduh.
Mitzi melirik ke arah yang ditunjuk dan memicingkan mata, "Itu kamar Dea."
Posisi kamar Dea dan Mitzi memang berhadapan, terus jaraknya dengan ruang tamu sangat dekat. Jadi kalo ada apa-apa ya pasti kedengeranlah.
Dengan ragu Mitzi melangkah, diikuti dengan Ginting yang lagi megang tangan kekasihnya. Tapi langkahnya harus terhenti saat Mitzi membalikan badan, tatapannya terarah ke lelaki itu dengan begitu datar, bahkan kedataran itu mengalahkan triplek yang udah di injek-injek sama kawanan gajah.
"Lu cewek apa cowok?"
"Hah?" tanya Ginting tak mengerti, ya kali dia harus nunjukin itunya biar Mitzi percaya sama gendernya.
"Kalo cowok tuh di depan! Yakali ngebuntutin gue, gak malu apa?" sinis Mitzi dan langsung bertukar posisi.
Bukannya apa-apa sih, cuma dia gengsi aja kalo bilang takut. Nanti disangka cewek menye-menyekan keenakan si Ginting, ngerasa paling di butuhkan. Jadi gede kepala, meletus, terus otaknya yang gak berguna itu semakin gak guna karena kececeran gitu aja.
Setelah melalui perdebatan kecil, mereka kembali melanjutkan langkah. Dan baru saja membuka pintu, tiba-tiba ada sesuatu yang menyerobot keluar dari sana membuat Ginting menjerit dan memeluk Mitzi.
"Apa sih Ting, lepasin!"
"Gak mau aku takut, jangan-jangan itu hantunya si Dea." kata Ginting semakin mengeratkan pelukan, "Yaampun De, kalo lu udah meninggoy jangan gentayangin gue. Gue mah mending di amuk masa daripada diganggu sama setan aselii."
"Ck!"
Tanpa belas kasih Mitzi melepaskan pelukan dan meninggalkan drama king, kakinya menuju sofa dan kembali mendudukan diri.
"Ziraa, come to mama nak!" serunya, dan tak lama kemudian muncul anjing berbulu coklat lebat dan berlari ke arahnya.
"Good girl!" kata Mitzi mengelus puncak kepalanya dan segera menciuminya sambil sesekali mengajaknya bermain, "Maaf ya mama lupa ngurus kamu, mana di kunci di sana lagi. Pasti laper ya? Nih makan," lanjutnya sambil memberikan dry food yang kebetulan tak jauh dari tempatnya berada.
"Sejak kapan punya dogy?" tanya Ginting, pasalnya selama dia ngapel tidak pernah ada hewan berbulu di sini.
"Ini punya Dea, tapi selalu dikurung di kamar. Lu mana pernah ke kamar dia," balas Mitzi, "Seandainya pernah juga langsung gue mutilasi saat itu juga," batinnya.
"Kok namanya Zira? Gak sekalian baju zirah?"
"Berisik lu!" sentak Mitzi ngebuat Ginting kicep, satu hal yang berbeda dari kekasihnya sekarang adalah galak. Seketika Ginting pengen nyanyi bojo galak tapi takut di sabet sama celurit.
Masih memainkan anjing kesayangannya, tatapan Mitzi melunak. "Zira itu singkatan dari Mitzi sama Deandra."
"BWAHAHA, JADI KALIAN ANJING?" tanya Ginting sembari tertawa terbahak-bahak.
"Seenggaknya kelakuan gue gak kek anjing," balas Mitzi santuy, lemah lembut tapi menohok. Kena mentalkan tuh si Ginting.
Kali ini mereka hanya disibukan dengan melihat tingkah Zira yang begitu gemoy, kaki mungilnya itu bergerak dengan lincah seakan baru melihat dunia luar. Padahal saat itu Dea sesekali melepaskannya ke ruang tengah, tapi ya paling lama cuma setengah jam, itupun sebulan 2 kali.
"Be, kamu kok berubah?" tanya Ginting setelah melalui perang dunia ketiga di dalam batinnya.
Mitzi terdiam, bingung mau jawab apa dan juga tidak mengerti dengan jalan pikiran lelaki di hadapannya. Orang yang buat dirinya beginikan karena kelakuan siluman itu.
"Tuhkan, katanya masih sayang. Tapi kek udah pudar gitu rasanya." Ginting mengerucutkan bibir yang tentunya ngebuat Mitzi harus bergidik ngeri karena lagi ada curut besar di ruangannya yang bersih dari najis.
"Gini ya baby shark, gue emang masih sayang sama lu, tapi buat maafin lu gak segampang itu. Apalagi gue harus kehilangan sahabat yang bahkan keberadaannya gak gue tau sama sekali, jadi harusnya lu paham itu."
"Kalo gak paham gue bakal suruh Zira buat kasih pengertian," lanjutnya membuat Ginting mengernyit.
Seakan mendapat ide dari ekspresi Ginting, Mitzi tersenyum smirk dan membuat hawa di sekitar mendadak tidak enak.
"ZIRA! BITE THIS GUY!" teriak Mitzi dan langsung ngibrit ke kamar, membiarkan Ginting yang harus berjuang hidup mati menghindari gigitan maut dari anjing yang sialnya anjing banget.
"MITZII TEGA KAMU KE PACAR SENDIRI!!"
°°°
Dea : Salut banget gue sama lu Mit, pertahankan!
Soraya : Iya kak, gak nyangka Kak Mitzi jadi sekutu kita bwahaha
Ginting : Awas ya kalian!
Mitzi : Apa lu?
Ginting : (Nyengar-nyengir gak jelas)
Author : Dea, balik tapa lagi. Ntar hajat lu gak terlaksana!
Dea : Siap laksanakan!
Nantikan part selanjutnya ya💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love [✓]
FanfictionJangan lupa follow, vote dan komen❤ ==== Bekerja sebagai salah satu wartawan di pelatnas bukanlah hal yang mudah, selain siap mental dan fisik, gue pun harus siap menjaga hati agar terhindar dari segala kebaperan yang melanda. Tapi dari sekian banya...