JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!!
°°°
"Kak Dea apa kabar?" tanya Soraya dalam kegelapan.
Niat awal ingin mengerjai Ginting, namun saat melihat kehadiran Dea, dia langsung mengubah arah langkahnya.
"Mau bilang baik, tapi gak baik," jawab Dea sambil nyengir kuda.
Walaupun kondisi sedang gelap, tapi Aya bisa lihat bagaimana pucatnya orang yang ada di hadapannya. Karena tidak ingin terjadi sesuatu, akhirnya Soraya menuntun Dea menuju ke ruang belakang. Tepatnya tempat pengantin tadi berganti baju.
"Lu kemana aja sih kak? Gue kangen banget tau!" kata Aya sambil mengerucutkan bibirnya.
Dea yang gemas dengan muka curut itu hanya terkekeh dan mencubit kedua pipi Aya sampai memerah, "Kangen apa males ngurus masalah Ginting sama Mitzi?" tanyanya masih dengan tawa renyah yang entah mengapa justru terdengar menyedihkan di telinga Soraya.
"Kak, lu ikhlaskan?" tanya Aya hati-hati, dia gak mau kondisi Dea memburuk dan metong di tempat. Karena akan sangat merepotkan bagi dirinya dan juga nusa bangsa.
Helaan nafas keluar dari mulut Dea, "Lebih dari kata ikhlas Ya,"
Tatapan mereka saling beradu tanpa percakapan apapun. Mata sayu Dea memang menjelaskan keadaan yang sebenarnya, tapi Aya yakin, jauh dalam lubuk hatinya perempuan itu sangat merasakan kehilangan. Apalagi dua orang yang sedang menikah ini adalah sahabat baiknya sekaligus orang yang selalu ada di setiap suka maupun duka.
"Aya katanya mau nyanyi!" seru Mba Wid dengan nafas ngos-ngosan, tapi matanya membulat saat melihat seseorang yang sudah lama tidak terlihat batang hidungnya.
"OMAYGAT!" pekiknya, "Ini beneran lu De?"
"Lu kemana aja? Gue kangen ih, lu ilang gak bilang-bilang. Itu Ci Susy nyariin lu kemana-mana tau, dia sampe gak mau nyari wartawan lain sebelum ada kabar pasti dari lu!" cerocos Mba Wid setelah memeluk Dea singkat.
"Gue ke depan dulu ya," potong Soraya, menyisakan dua wartawan yang lagi melepas rindu.
Walaupun wajah Dea sudah sepucat vampir yang udah berbulan-bulan gak minum darah, tapi senyuman itu mampu membuat iner beauty-nya keluar. Dia bahkan tidak mempedulikan pekikan dan omelan Mba Wid yang sangat memekakan telinga.
"Jadi pelatnas gimana mba? Aman dong?" tanya Dea yang entah kenapa sekarang jadi sekalem Putri Solo.
"Aman sih aman, masalah Jom juga udah beres. Gak ada teror-teror lagi, si Kevin sama Fajar masih jadi biang kerok di hidup gue. Tapi Ci Susy yang gak aman gara-gara lu," dengusnya.
Untuk kesekian kalinya Dea tersenyum, tapi kali ini dia menggenggam tangan seniornya yang semakin membengkak kebanyakan lemak.
"Mba, makasih udah pernah ada di cerita hidup gue. Terlepas dari suara lu yang kek toa, ngomong gak ada faedahnya, suka ngomel-ngomel gak jelas, tapi gue bersyukur udah di kasih senior sebaik lu."
Mendengar itu Mba Wid hanya bisa bergeming, bingung harus bereaksi seperti apa. Kalo orang normal sih pastinya bakal ada adegan nangis bombay ya, tapikan ini lawan bicaranya juga gak normal. Hampir setengah dari kalimat itu isinya maki-maki, mau ngamuk tapi takut kiamat tiba-tiba dateng.
"Serah lu aja triplek bekas," jawab Mba Wid pada akhirnya.
"Btw kondisi lu gimana? Gue udah yakin sih vonis dokter itu salah, buktinya sekarang lu baik-baik ajakan? Gak ada lecet sama sekali sih."
"Tuhan masih ngasih waktu ke gue buat ngeliat acara bahagia Ginting sama Mitzi. Gue gak nyangka mereka bisa bersatu setelah apa yang gue lakuin," kata Dea sambil menerawang ke depan. Kilasan memori terus saja bergantian hingga akhirnya dia menghembuskan nafas pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love [✓]
FanfictionJangan lupa follow, vote dan komen❤ ==== Bekerja sebagai salah satu wartawan di pelatnas bukanlah hal yang mudah, selain siap mental dan fisik, gue pun harus siap menjaga hati agar terhindar dari segala kebaperan yang melanda. Tapi dari sekian banya...