1. Awal

211 43 8
                                    

Pagi hari suasana apartemen Deandra sudah rusuh dengan semua tingkahnya, bahkan teman sekamarnya hanya dapat menggelengkan kepala saat melihat kelakuan sahabatnya itu.

"Gue bilang juga apa, tidur jangan kemaleman. Liat nih, tiap pagi lu ngerusuh aja, heran gue. Kamar gak pernah diberesin, kertas dimana-mana. Ya Tuhan pusing gue." cerocos Mitzi sebagai sahabat sekaligus roomate Deandra.

Seakan tidak mendengar ocehan temannya, Deandra masih sibuk dengan semua perlengkapan kerja yang harus dibawanya.

"Shit! Setengah jam lagi." keluh Dea sambil memakai sepatu ketsnya, sedangkan Mitzi hanya dapat menggelengkan kepalanya saja. "Thanks mak udah ngingetin  gue, jan ngoceh mulu napa pusing gue dengernya." kata Dea sebelum akhirnya keluar dari apartemennya.

Dea sama sekali tidak mendengarkan amukan dari Mitzi, tujuannya kali ini adalah sampai di pelatnas sebelum jam delapan. Sedangkan sisa waktunya tinggal 25 menit lagi.

Mba Wid calling.

Dea berdecak kesal, sebelum mengangkat dia sempatkan untuk menghembuskan nafas dahulu.

"Halo~"

"Heh kura-kura! Dimana lu? Jangan bilang masih di home? Udah berapa kali gue bilang lu jangan ngaret, nanti gue lagi yang dimarahin Ci Susi." potong Mba Wid dengan suara menggelegarnya.

"Iya mba ini gue udah di mobil, bentar lagi nyampe."  jawab Dea lalu memutuskan sambungannya secara sepihak.

Tanpa menunggu waktu lama Dea langsung tancap gas dan menuju ke pelatnas, dengan lihainya dia menyalip beberapa mobil yang ada dihadapannya. Dea tidak mempedulikan beberapa mobil yang mengklaksonnya, yang pasti dia harus sampai di pelatnas kurang dari lima belas menit.

"Pak." Dea mengeluarkan  kepalanya dari jendela mobil, satpam yang sedang berjagapun langsung membuka pagar dan mempersilahkannya masuk.

Setelah memarkirkan mobilnya Dea langsung berlari menuju ruangannya, dengan gesit dia langsung menuju lapangan dengan kamera yang sudah dia pegang.

"Bagus ya, udah setaun lu kerja tapi masih aja kek gini." sambut Mba Wid dengan ngegasnya.

Deandra mengatur pernafasannya, dia sama sekali tidak mendengar omelan dari seniornya.

"Eh nih anak dibilangin, gue laporin Ci Susi ya." kata mba Wid lagi sambil menjewer Dea hingga meringis.

"Sadis lu mba, nih gue bawa roti buat sarapan." sungut Dea sambil memberikan sebungkus roti yang sempat dia beli di supermarket.

"Bagus, lu nyogok gue." kata mba Wid sambil menerima bingkisan itu dengan cepat.

Dea hanya mendengus saja, selanjutnya dia lebih memilih untuk memotret para atlet yang sedang latihan. Mulai dari tunggal putri, ganda putri, ganda putra, ganda campuran sampai yang terakhir tunggal putra.

Banyak orang yang bilang bekerja menjadi wartawan seperti bermain saja, asal siap kamera maka semua akan beres. Tapi ternyata tidak semudah itu ferguso! Saat yang lain terlelap dan menikmati bunga tidur, justru wartawan harus menahan kantuknya demi merangkai kata untuk para netizen tercinta.

"Wah Mba Dea gak telat lagi gaes." seru Fajar yang entah dari kapan sudah ada dihadapannya.

"Mba mba pala lu peang! Inget ya tuaan elu daripada gue Jar." sungut Dea tidak terima, mentang-mentang punya duit, beliin anak sembarangan-kagak deng- mentang-mentang gue deket sama Mba Wid jadi gue sering dianggap tua. Begitu batin Dea.

Para atlet mulai istirahat, di deket Dea ada Jojo, Vito, Ginting, Fajar, Kevin dan beberapa atlet lainnya.

"De foto gue dong." kata Jojo sambil memeluk Ginting.

Dengan sigap Dea langsung mengambil kameranya dan memotret momen langka ini, sikap jail Jonatan akan keluar jika dekat dengan Ginting dan juga Ihsan. Tapi sayangnya Ihsan langsung ke asrama hingga Jonatan tidak punya teman untuk menggoda.

"Lepas Jo! Jijik gue." seru Ginting sambil mendorong Jonatan.

Yang lain hanya terkekeh melihat tingkah kedua sahabat itu, sedangkan Ginting merasa terusik karena sedang bermain PUBG dengan Rian dan juga Kevin.

Diam-diam Dea melihat Ginting, atlet yang satu ini tetap terlihat sederhana walaupun uangnya telah menggunung. Sifatnya yang kalem kadang bisa berubah menjadi menyebalkan jika ponselnya tidak ada di genggaman.

"Jangan diliatin terus mba, dia punyanya Mitzi." kata Fajar yang langsung dihadiahi satu toyoran

"Sekali lagi lu bilang  mba, gue bocorin rahasia lu!" ketus Dea membuat Fajar bungkam seketika, berbeda dengan Jonatan dan Vito yang langsung merapat untuk mendengarkan info terkini.

Terkadang Dea suka heran dengan para atlet, di depan publik terlihat kalem tapi nyatanya biang gosip semua. Jangan lupakan Fajar yang terkenal dengan raja gosip, bahkan dia terciduk sebagai admin akun lambe badminton.

"Eh eh awas lu kalo bocor." ancam Fajar.

Dea tersenyum miring, "Sekali lagi gue denger lu manggil mba. Siap-siap insta story gue gempar." timpalnya semakin membuat semua orang penasaran.

Tentunya pengecualian bagi Ginting, Rian dan Kevin. baginya dunia seakan milik bertiga, matanya terus fokus menatap ponsel dengan raut wajah serius.

"Jom lindungin gue Jom!" pekik Kevin heboh.

"Lah elu Vin, masa gak bisa main sih." ketus Ginting semakin serius melihat layar.

Dea dan atlet lainnya hanya bisa memandang mereka, "Heran gue, kok bisa ya mereka kek gitu?" gumam Dea yang masih terdengar oleh Vito.

"Bisalah De, crazy rich ciumbrella mah bebas." kata Vito sambil cengengesan.

Dea hanya mengangguk, sejak pertama bekerja di pelatnas pandangannya selalu tidak bisa lepas dari atlet yang satu itu. Rasa itu langsung hadir begitu saja sejak dia melihatnya di layar kaca, senyumannya itu bikin dirinya selembek jelly.

Masih teringat jelas dalam ingatannya saat Dea baru pertama kali menginjakan kakinya di pelatnas, waktu itu dengan sotoynya Dea mencari ruangan Susi Susanti hingga akhirnya dia terjebak di asrama putra. Disana terlihat Ginting yang sedang berjalan dengan setelan olahraga sampai pandangan mereka bertemu beberapa detik, dan dengan baik hati Ginting mengantarkan Deandra menuju ruangan yang dimaksud.

"Ngapain lu bengong?" tanya Fajar sambil menarik rambut Dea.

"EH LU KOK NYARI RIBUT?" Dea berkata dengan ngegasnya, sampai semua mata melihat kearahnya.

"Lah kok ngegas? Pms ya lu?" tanya Fajar dengan wajah sok polosnya.

"SUKA-SUKA GUE BEBEGIG SAWAH!" balas Dea masih ngegas, kesabarannya akan habis jika berhadapan dengan Fajar.

"Kurang asem lu, cowok ganteng kek gue dibilang bebegig." sungut Fajar tak terima.

Jonatan dan Vito memutuskan untuk menjauh dari Dea, karena siapapun yang ada didekatnya akan menjadi sasaran amuknya jika sedang seperti ini.

"Iye lu cakep kalo ada di ujung monas, terus gue liatnya dari lubang sedotan." ketus Dea yang sudah malas melihat wajah Fajar.

"Asem, terus yang ganteng siapa?" tanya Fajar.

"Ya jelas Gi~"

Dea menggantungkan kalimatnya, untung saja mulutnya dapat dikontrol tepat pada waktunya. Beberapa detik kemudian dia langsung menggelengkan kepalanya.

Tidak, ini semua tidak boleh terjadi. Rasa ini salah, rasa ini keliru!

°°°
Holla gaes.

Setelah di unpublish, akhirnya author yang baik hati dan tidak sombong ini memutuskan buat membangkitkan cerita ini dari mati suri:"

Yang kesel gara-gara DBA dihapus mana suaranya? *tawa jahat

Mampir sini aja yee, dijamin bakal lengkap kok🤭

Jangan lupa vote dan komen ya😚

TFR💕

Last Love [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang