17. Ribut

43 15 4
                                    

Brak!

"Kasih tau gue ada hubungan apa lu sama Ginting!" sentak Mitzi dengan mata menyalak tajam.

Ditatap seperti itu membuat Deandra semakin menundukan kepalanya, ingin melawan tapi memang dirinya yang bersalah.

"JAWAB GUE DE!" teriak Mitzi membuat Deandra gelagapan.

"Gue sama Ginting cuma sebatas temen kok Mit, lu kan tau." jawab Dea senormal mungkin.

Bukan Mitzi namanya kalau dia langsung mempercayai seseorang, dia terus menatap roommate-nya setajam silet.

"Selama ini gue berusaha percaya ke lu De, tapi apa yang lu lakuin? Lu ngerusak hubungan gue sama Ginting yang udah berjalan lama!" kata Mitzi penuh penekanan.

Deandra terus berusaha menetralkan detak jantungnya, bukannya apa-apa tetapi dia tidak ingin jika Mitzi kelepasan dan semua orang tau kekejaman dirinya.

"Guekan udah bilang ke lu berkali-kali Mit, kenapa sih lu jadi susah percaya gini." timpal Dea tenang tapi menyiratkan ketakutan.

Mitzi tersenyum sinis, "Udah berapa kali gue  berusaha percaya sama lu? Waktu postingan lambe yang nunjukin lu berdua sama Ginting, gue mati-matian buat ngilangin semua pikiran buruk gue. Semua cibiran netizen tentang lu gue tolak mentah-mentah, itu semua gue lakuin karena lu sahabat gue! Tapi sekarang apa? Kebaikan gue lu manfaatin, apa ini balasan lu hah?!" paparnya.

"Semua yang lu liat gak selalu seperti yang lu bayangin." lirih Dea, tatapannya jatuh pada keramik yang ada di apartemennya.

Selama beberapa menit keheningan menyelimuti mereka, entah apa yang mereka pikirkan yang pasti baik pikiran ataupun hatinya saling bertolak belakang.

Helaan nafas terdengar, "Mit, hubungan lu bakal terus berjalan sebagaimana mestinya. Hadirnya gue disini cuma sebagai ujian kesetiaan lu, jangan semata-mata lu nyalahin gue tanpa liat kejadian yang sebenarnya." kata Dea sangat berhati-hati.

Yang diajak bicara tertawa, kentara sekali kalau itu sangat dipaksa. "Ini bukan drakor De, gak usah lu sok ngedrama. Yang namanya pelakor ya tetep pelakor!" ketus Mitzi menusuk.

Plak!

Tangan Dea melayang begitu saja saat mendengar satu kata yang sangat haram di telinganya, bukannya dia tidak menyadari kelakuannya tapi tidak bisakah kata itu diganti dengan kata lain?

Bukannya membalas, Mitzi malah tersenyum, "For the first time lu kasar sama gue, dan gue semakin yakin kalo lu udah ngerebut Ginting dari gue." katanya.

Dea mengusap wajahnya kasar, "Sorry Mit."

"Kata maaf gak pantes keluar dari mulut kotor lu!" sinis Mitzi tanpa mempedulikan bagaimana perasaan sahabatnya.

Tangan Dea sudah terkepal, namun dia masih waras hingga tidak melayangkan tangannya untuk kedua kalinya. Dia sangat sadar bahwa semua ini memang kesalahannya.

"Lu mau apa?" tanya Dea yang sudah terlihat pasrah. Jika semuanya harus terbongkar saat ini, maka biarlah itu terjadi.

"Jujur ke gue, ada hubungan apa lu sama Ginting?" Mitzi mengulangi pertanyaan yang sama.

Deandra menatap sahabatnya, hembusan nafas  pelan dia lakukan sebelum menjawab. "Gue pacarnya."

Hening.

"Aahhh."

Dea berusaha menahan sakit dikepalanya akibat jambakan yang dilakukan oleh Mitzi, sahabat yang ada dihadapannya itu tidak lagi seperti orang yang dikenalnya dulu.

"Kenapa lu tega ngelakuin itu? Kenapa lu manfaatin kebaikan gue?" tanya Mitzi bertubi-tubi dengan air mata yang sudah mengalir, tangan yang semula menjambak kini telah menghentikan aktifitasnya.

Last Love [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang