Motor sport merah Rava sudah sampai ditempat tujuan. Taman? Cafe? Bukan, tempat berbau minuman keras serta suara yang begitu berisik. Rava sama saja kayak anak remaja lainnya yang menyukai dunia malam yang begitu liar.
Saat Rava ingin masuk, ia dicegat oleh dua pria berbadan besar dengan wajah menyeramkan. "Tunjukkan identitas Anda, bocah."
Dahi Rava mengkerut, tak lama ia mendengus kesal. Bocah? Dia disebuat bocah, apa mereka buta? Tubuh dirinya tinggi dari mereka, besar, tampan. "Gue mau masuk," kata Rava yang ingin masuk tapi dicegah kembali.
"Identitas Anda terlebih dahulu bocah. Apa tidak usah Anda masuk kesini, bocah ingusan sepertimu tak pantas untuk datang ke tempat beginian, datang saja ke taman main," ucap pria berkulit hitam penuh mengejek dan mendapatkan tawaan dari pengunjung lain.
Rava menghela nafas, ia sebisa mungkin memperlihatkan senyuman lebarnya. Tangan kanannya merogoh sesuatu di dalam saku jeans hitamnya. "Emang kudu di bikin jatuh mental dulu deh," gumam Rava setelah mengambil sesuatu seperti kartu pengenal dirinya.
Rava tunjukkan kartu miliknya pada pria itu yang tadinya tertawa mengejek tiba-tiba terdiam membeku. "Nah, ini saya. Liatkan. Apa perlu saya bikin nih bar jadi tanah kuburan karna mencegah saya masuk?" ancam Rava saat melihat diamnya kedua pria berbadan besar itu.
Tak lama dua pria itu memberikan akses masuk untuk Rava dan berbicara dengan gagu. "M-mari.. Masuk Tuan Muda Svanz," ucapnya yang membuat para pengunjung dibelakang sana ikut terdiam.
Rava tersebut penuh kepuasan, ia memasukkan kembali kartu miliknya. "Nah gitu kek dari tadi," cibir nya dan masuk ke dalam.
Sambutan saat masuk ke dalam adalah suara dentuman keras serta aroma minuman keras, tak ayal saat ia berjalan semakin masuk ke dalam bar dirinya melihat beberapa orang sedang melakukan hal senonoh di depan mereka tanpa rasa malu, ada yang berciuman, bahkan melakukan sex beramai-ramai.
Rava berjalan menuju meja bartender, ia menduduki dirinya pada salah satu kursi tinggi itu. "Vodka satu," pesannya yang di angguki oleh bartender itu.
Ia melihat suasana bar yang begitu ramai, sambil menunggu minumannya Rava menyalakan sebatang rokok. Walau dokter Roni menyarankan untuk tidak mengkonsumsi minuman keras sampai merokok karena akan mengakibatkan pada memorinya, pemuda itu malah melanggarnya. Terserah apa yang akan terjadi padanya nanti.
"Vodka satu untuk Anda Tuan," ucap bartender itu setelah selesai menyiapkan pesan pemuda itu.
Rava mengangguk, ia menyimpan terlebih dahulu rokok miliknya yang masih menyala di tempat asbak. Meminum sedikit minuman keras itu. Setelah rasanya pas di tenggorokan ia langsung meminum sekali tegukan membuat bartender tadi tercengang melihatnya. Satu gelas besar penuh itu Vodka yang diminum habis oleh Ravangga.
"Buatkan satu lagi," ucap Rava untuk membuat kembali minumannya. Bartender itu hanya bisa mengangguk dengan tatapan penuh terkejutnya.
Saat menunggu minuman dan menikmati rokoknya, tiba-tiba seseorang menyapa dirinya. "Loh, benaran Rava?" ucap pemuda yang begitu asing menurut Ravangga.
"Siapa ya?" ujar Rava yang merasa tak kenal oleh pemuda itu.
"Lo gak kenal gue? Hahah!! Gak nyangka murid culun macam lo bisa masuk kesini," kata pemuda itu dan menduduki dirinya di samping kanan Rava yang kosong.
Rava menatap tajam pemuda itu. "Lo kalau mau basa-basi lebih baik pergi deh. Gue malas meladeni orang yang cumanya berbicara omong kosong!"
Pemuda itu semakin tertawa keras, tapi untungnya tak terdengar oleh orang lain karena dikalahkan oleh suara dentuman musik yang sangat begitu keras. Pemuda itu meredakan tawanya saat melihat wajah datar Ravangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐀𝐕𝐀𝐍𝐆𝐆𝐀 - 𝑩𝒐𝒚'𝒔 𝑳𝒐𝒗𝒆
Teen Fiction(18+) story notes 2🔞 Transmigrasi | M-preg | Adults teen | BXB Kehidupan itu penuh kejutan, entah apa kejutan yang sang Pencipta berikan. Mau itu cobaan, takdir, nasib atau lainnya yang katanya seperti roda berputar. Kisah sederhana yang mencari ke...