5. Guru Lonte

4.9K 189 1
                                    

Backsound (I wanna be your slave song of Måneskin).

Sekolah Dewi Purna adalah sekolah yang memiliki kelas elite, kalangan muridnya juga dari orang tertinggi dan sangat terpandang. Jika murid yang memiliki tingkat rendah, mereka akan dikucilkan, ditindas dan tidak dianggap. Walau tingkat mereka tinggi tapi penampilan kurang modal, tetap saja jadi mangsa bulli.

Kayak Ravangga saat ini, dia yang awalnya ingin tebar pesona seketika hilang ditelan oleh bisikan sinis penuh ejekan. Padahal dia udah gagah loh, vibes anak bad boy gitu. Tetap aja dipandang sebelah mata sama mereka, katanya cuma pamer, curi perhatian dan pansos doang. Bikin sebel buat Ravangga.

Kan kalau biasanya di watpad-watpad transmigrasi selalu di puji jika pemeran cupu berubah jadi pangeran. Tapi terbalik, sumpah bikin mood Ravangga anjlok seketika. Ini malah diberikan tatapan penuh kebencian dan dengki.

Ravangga membenarkan tasnya dengan kesal, ia berjalan mengabaikan bisikan mereka serta pandangan bikin muak. Tapi saat di tengah gedung sekolah tiba-tiba tubuhnya terkena siraman air merah sampai seragam putihnya berubah.

"Welcome back, loser!!"

Mata tajam Rava melihat tiga orang di sisi lantai dua. Termasuk Garen yang hanya diam dengan wajah tembok. Rava membuang nafasnya capek, belum apa-apa dia sudah disambut seperti ini. Sambutan bagus tuh kasih bunga kek, coklat kek, kartu black card kek— gak deh, dirinya juga punya kok. Jangan sombong.

"Hahah!! Bagaimana sambutannya? Bagus bukan?" Pemuda yang berdiri ditengah tertawa keras. Ia menatap Rava penuh ejek.

Rava sempat menghela nafas sebelum membalasnya. Tentu saja balasan adu bacot. Capek kalau tinjuan mulu, mau rehat sejenak. "Sambutan lo bagus! Makasih yee! Lain kali sambut pake emas sama duit! Kan lo anak orkay!"

Seluruh murid dibuat terkejut, mereka tak percaya dengan pembalasan Rava. Biasanya dia kalau diginiin suka diam, nunduk ketakutan gitu. Lah ini, bikin speechless aja.

"Kan baju gue jadi kotor, baru aja balik dah gini. Mana kagak bawa baju ganti lagi," cakap Rava mendengus saat melihat baju putihnya berubah jadi merah.

Suara tepukan membuat perhatian mereka tertuju pada pemuda yang berjalan ke arah Rava. Rava yang melihat pemuda itu tak merasa asing, sejenak berpikir dia baru ingat jika pemuda itu yang pernah ia temuin di bar. Dimas Syaputra.

"Wihh.. Pagi-pagi dah rame, ada apa nih?" tanyanya, ia sempat melirik tiga orang yang di atas sana dengan senyum miring. Matanya kembali pada kumpulan para murid hingga menemukan Rava dengan cairan merah.

"Yo men! What happened? Lo buat pertunjukan di pagi hari?" Dimas terkekeh geli, dirinya mendekati Rava.

Rava berdecih, ia menyisir rambutnya kebelakang. Tapi bukan bikin terpanah malah dapat tatapan sinis. Emang pada gak bener murid disini, apa mata mereka karatan? Padahal dia ganteng loh, hot pula. Harus panggil dokter jiwa— eh dokter mata.

"Jangan sokap deh! Jijik gue!" Rava menepis tangan Dimas yang akan menepuk bahunya.

Dimas tersenyum paksa. "Ayolah.. Kan kita bestai," ucapnya berusaha mendekati Rava.

Rava mengerutkan alisnya bingung. Rasanya ia tak memiliki sebuah ikatan sahabat dengan pemuda itu. "Bestai bestai.. Gak ada!" Rava menjauh dari Dimas.

Garen dari atas melihat hal itu tanpa membantu adiknya. Malas saja dia tuh. Sedangkan kedua tempatnya bertepuk tangan sangat keras hingga Rava dan Dimas yang sedang debat berhenti.

𝐑𝐀𝐕𝐀𝐍𝐆𝐆𝐀 - 𝑩𝒐𝒚'𝒔 𝑳𝒐𝒗𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang