6. Sandra gak polos lagi

4K 169 6
                                    

"Bapak bisa lihat seluruh videonya." Rava melemparkan flashdisk itu ke meja. Ia begitu santai dalam duduknya, bahkan dengan arogannya menaikan satu kaki kanan ke kaki kiri.

Pak Dio melirik sekilas, ia mengambil flashdisk itu. "Apa kamu yakin ini bukti semuanya?"

Rava mengangguk yakin. "Apa sih yang gak yakin dari saya? Percaya aja pak. Seluruh bukti ada disana, bahkan data-data lainnya juga ada. Pokonya lengkap semua deh."

Pak Dio menarik laptop miliknya, ia segera memasang flashdisk itu. Menekan file yang diberikan nama 'Guru Lontek aw' pak Dio hanya bisa geleng-geleng kepala, ia melihat awal video dimana bu Dona melecehkan seorang murid yang masih polos, bahkan mencaci maki seorang murid perempuan yang tak sengaja menabraknya. Bukan itu saja, bu Dona memberikan sebuah pukulan keras pada murid itu.

"Bagaimana? Lengkap bukan?" Rava menaruh sekantong es pada kepalanya. Letak dimana luka yang terkena pukulan Bu Dona.

"Bagaimana bisa? Kamu dapat semua ini dari mana?" tanya pak Dio.

"Itumah gampang pak. Saya selama di rumah sakit kagak diam ngelamun gitu aja. Saya pinjem laptop dengan alesan nonton film, tapi saya gunakan untuk mencari tau posisi sekolah saya macam mana. Eh.. Terkejut aku tuh pas liat hal ini, jadi saya simpen deh untuk pembuktian," jelas Rava panjang lebar.

Rava mengubah duduknya menjadi sedikit mencondong ke depan. "Bapak tau gak jika saya mengalami permasalahan dalam ingatan setelah insiden itu? Saya ingin mengetahui bagaimana mereka kepada saya selama sekolah, tapi yang saya kirakan diluar ekspetasi. Saya seperti sampah yang tak dihargai, bukannya begitu?"

"Ya bapak kalau gak bisa bantu juga gak papa sih.. Saya punya duplikat jika bapak ingin menghapus file itu," ucap Rava seolah tau jika Pak Dio sudah menggeser file itu untuk di hapus.

Rava menyandarkan tubuhnya, ia melihat-lihat jari-jemari miliknya. "Saya disini mencoba untuk menyelamatkan para murid yang terkena kasus bu Dona. Dia kagak pantes jadi guru, liat aja kelakuan macam monyet Amazon." Rava tersenyum miring.

Pak Dio kembali menghela nafasnya. "Baik, saya akan membantu kamu. Bukti ini sudah cukup untuk menyerahkan pada pihak kesiswaan."

"Nah gitu dong. Membela kebenaran dan membasmi kejahatan, itu yang patut kita tanamkan. Keadilan itu sangat penting, kalau gak ada namanya keadilan bagaimana dunia ini? Ckckck.. Hancur sudah." Rava bangkit dari duduknya.

"Kalau masalah sudah selesai, saya mau kembali lagi pak. Perut saya keroncongan dari tadi."

"Masuk kelas bukan kantin. Ini masih jam pelajaran," tegur pak Dio.

Rava menyengir lebar. "Saya kudu ikutin apa yang dikatakan perut. Kalau gitu permisi pak." Rava segera beranjak dari sana meninggalkan pak Dio yang hanya bisa menggeleng pusing.

"Ada murid macam dia."

-RAVANGGA-

Benar sekali apa yang dikatakan Rava, pemuda itu malah membelok ke arah kantin setelah menemukan papan gantung tertulis 'Kantin' dia dengan santainya masuk begitu saja. Padahal suasana kantin saat ini sedang ramai walaupun jam pelajaran masih berlanjut.

"Bi, saya ingin susu kotak rasa terbaru itu dong."

"Loh, nak Rava dah balik lagi. Kapan baliknya? Bibi gak liat, biasanya suka kesini kalau pagi-pagi. Susu baru? Ohh.. Rasa sereal itu." Wanita yang sudah paruh baya itu segera mengambil sesuatu dari kulkas.

"Hehe, kemarin sih balik ya bi. Tadi ada something terlebih dahulu. Susu serealnya dua ya bi."

Wanita itu menyerahkan dua kotak susu rasa sereal. "Owalah, bibi pingin jenguk nak Rava. Tapi sibuk mulu ngurus warung. Nih susu ya, totalnya tujuh belas rebu."

𝐑𝐀𝐕𝐀𝐍𝐆𝐆𝐀 - 𝑩𝒐𝒚'𝒔 𝑳𝒐𝒗𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang