Rava tersenyum setelah mendapatkan kabar yang terjadi disekolah dirinya. Pembunuhan misterius tanpa ada jejak dari si pelaku. Tentu saja, mereka tidak akan menemukan sesuatu yang menjadi petunjuk, karena si pembunuhnya sangat hebat dalam bermain.
"Sory baru dateng, lo pasti nunggu lama."
Rava yang dari tadi menatap ponselnya mulai teralihkan. Ia melihat tiga pemuda dengan seragam berbeda. "Gak kok, gue baru aja dateng."
"Gimana kabar kalian? Gue harap baik-baik saja," ucap Rava dengan senyum ramah.
Pemuda berambut coklat menatap Rava tak percaya. "Ian, lu beneran? D-dia Cia?"
Jefrian mengangguk, ia mendudukkan dirinya diikuti kedua temannya. "Lo bisa tanya langsung sama tuh bocah. Reaksi lo sama dengan gue pas malam kemarin."
"Lo gak bohong?" Pemuda dengan air muka datar menatap Rava penuh intimidasi.
"Sulit mempercayai apa yang terjadi sebelumnya. Tapi namanya takdir siapa yang tau. Besoknya lo mati, terus tiba-tiba Tuhan membuat rencana diluar nalar. Gue kembali hidup dengan kehidupan baru sebagai lakik, bukannya ini seperti permainan yang mengecoh lawan main?" Rava terkekeh oleh nasib takdir dirinya.
Rava memutar ponselnya yang tergeletak di meja. Ia menyenderkan tubuhnya dengan wajah lesu. "Lo tau, gue kira tiga bulan lalu akan menjadi akhir hidup gue. Dimana gue mati dalam hati penuh dendam. Gue berharap akan ada seseorang yang bisa membalas semuanya, dan wow... Doa anak durjana macam gue bisa terkabul."
Jefrian terkekeh kecil mendengar ucapan Ravangga. Dia memanggil waiter yang segera menghampiri dirinya. Sebelum melanjutkan pembicaraan, mereka terlebih dahulu memesan sesuatu sebagai camilan pengisi perut.
"Terus, jika lo beneran Valencia. Selama ini lo kemana aja? Kenapa baru kasih tau sekarang." Malvin menatap Rava penuh keterkejutan. Apa yang dikatakan pemuda itu ada sedikit kepercayaan, apalagi kedua mata yang terlihat jujur.
"Kemarin aja gue baru balik dari er-es. Ya kali langsung cari lo pada. Gue cari permasalahan nih tubuh, kalau masalah gue terakhiran. Tapi pas gue mau nyari data tuh bajingan, tiba-tiba akses jaringan gue error tak tertolong. Jadi gue teringat lu pada."
"Ingat kita pas ada butuhnya. Emang durjana lo," cibir Nicholas.
Rava menyengir dengan air muka tak bersalah. "Kalau gue gak ingat lu pada gimana nantinya? Terus, selama tiga bulan lo berdua kemana aja ha?!"
"Ngilang kayak jalangkung. Datang tak diharapkan, pulang membawa kedustaan." Rava menatap sinis kedua temannya termasuk Jefrian yang asik menikmati brownies.
"Apa?"
"Lo juga sama!" Rava malah memarahi Jefrian yang tidak melakukan apapun. Dia hanya terdiam dengan mulut yang terus mengunyah brownies enak.
Suasana menjadi senyap. Rava menghela nafasnya. "Terus, bagaimana dengan kantor gue?"
Malvin melonggarkan dasinya yang terasa sesak. "B-baik.. Seluruh pesanan client selalu terkirim dengan sukses tanpa hambatan," jelasnya dengan sedikit gugup.
"Gue ingin, besok seluruh anggota berkumpul di aula markas utama. Apakah ada perbedaan setelah tiga bulan gue pergi? Mendapatkan kabar jika geng motor gue di istirahat sejenak. Sejenak pala lo peyang! Ini udah tiga bulan, pantes aja banyak geng motor yang terus memberontak."
Malvin dan Nicholas menunduk, ia sangat takut dengan aura yang dikeluarkan pemuda itu. Bahkan dulu saja mereka mana berani melawan pertentangan dengan sosok gadis itu. Malah Jefrian yang notebene nya kakak angkat juga menciut saat merasakan aura kuat dari adiknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐀𝐕𝐀𝐍𝐆𝐆𝐀 - 𝑩𝒐𝒚'𝒔 𝑳𝒐𝒗𝒆
Novela Juvenil(18+) story notes 2🔞 Transmigrasi | M-preg | Adults teen | BXB Kehidupan itu penuh kejutan, entah apa kejutan yang sang Pencipta berikan. Mau itu cobaan, takdir, nasib atau lainnya yang katanya seperti roda berputar. Kisah sederhana yang mencari ke...