48. Festival 2

984 50 7
                                    

Perlombaan semakin sengit antara kelas 11-3 dan 12-1 yang memperebutkan nilai unggul. Tapi selama perlombaan berlanjut, kelas kebun binatang memiliki nilai luar biasa ketimbang kelas royal yang dibawah rata-rata. Tentu saja perdebatan terjadi, ada yang menuduh jika kelas kebun binatang melakukan kecurangan.

"Apa maksud lo jika kelas kita curang hah?!" Dara emosi saat nama kelasnya dituduh seperti itu. Azril sebagai ketua tentu mendukung apa yang dilakukan Dara.

"Ya... bisa jadikan? Terutama teman lo itu, siapa nya— oh si Rava. Keliatan curang banget dia," cibir siswi dari kelas royal.

Rava yang namanya disebut segera menengok, padahal ia diem sambil makan keripik kentang. "Hah? Gue? Kenapa dengan gue?" tanyanya dengan bingung.

Dua siswa dan dua siswi dari kelas royal melakukan pelabrakan pada kelas kebun binatang itu. Tentu saja memancing tatapan orang lain yang masih melakukan istirahat di lapangan, hal itu memicu bisikan lain mengenai kelas kebun binatang terutama Rava.

"Dari awal lomba, lo pasti menggunakan alat kan!" tunding siswa bertubuh tinggi dengan kacamata tipis.

Rava melirik teman-temannya yang terdiam tak tau. "Alat apaan sih?! Lo kira gue doraemon? Gue main adil nye!" sungut Rava.

"Tapi kok bisa sih mukul bola ampe rusak gitu, kalau enggak pake alat," sindir siswi berambut blonde yang tergerai gelombang.

Dara menaruh kedua tangannya di pinggang ramping, ia menatap empat orang asing itu dengan tajam. "Heh! Mulut nya mau gue kunci pake tang?! Mulus banget tanpa disaring!" cetusnya.

"Lo pada kalau datang kesini terus tuduh kelas kita melakukan kecurangan. Lebih baik introspeksi deh, sejak awal main kelas lo lebih curang buat jatuhin anak kelas kita," lanjut Dara dengan wajah julid.

Azril menarik Dara agar tak terjadi sesuatu lebih lanjut. "Jika kita curang, dari awal main sudah kita lakukan. Rava cuman kebetulan, daritadi dia main semuanya baik-baik saja," lontarnya.

"Iya bener! Daritadi kita main adil kok. Kalian aja yang main curang!" Anak-anak kelas kebun binatang mulai bersorak heboh, dan membuat empat orang asing itu gelagapan dengan malu. Tak lama orang asing itu pergi dengan sorakan heboh dari kebun binatang.

"Rav, jangan pikirkan omongan mereka tadi. Lo fokus aja buat perlombaan selanjutnya," kata Azril menepuk bahu Rava.

Rava menatap dingin kepergian orang asing tadi. 'Baiklah jika itu yang mereka inginkan, maka akan gue tunjukin siapa pemenang akhirnya.' batinnya.

-RAVANGGA-

Lomba terakhir adalah memanah, setiap kelas harus memilih satu orang sebagai perwakilan. Beruntung Rava menjadi perwakilan kelas kebun binatang, walau kata arti 'terpaksa' atas ke inginkan si penguasa kelas; Dara.

Rava berdiri bersama peserta lomba lainnya, ia memainkan busur anak panah dengan ekspresi bingung. Bukan dikarenakan gak tau cara mainnya, tapi dia lupa cara melakukan hal itu. Karena sudah lama ia tak melakukan latihan anak panah, terakhir lulusan sekolah menengah awal.

Peter melirik sinis, ia memeriksa anak panahnya. "Lebih baik mundur jika tak ingin kalah, mungkin lepas itu kelas gue menang kembali. Dan kelas lo, hahah! Lose," ejeknya.

Rava mendelik bingung. "Siapa juga yang mundur, gue cuman cek alatnya kok." Rava segera mengecek kondisi anak panahnya, ia takut ada yang salah. Padahal ia bingung bagaimana mainnya.

Peter terkekeh sinis. "Gue yakin kali ini lo kalah," desis nya dengan tajam.

Rava mengacuhkan perkataan Peter tadi, ia mulai melihat anak kelas lain yang sudah siap melakukan target busur. Sedangkan dirinya berada di peserta terakhir, yang artinya dia bisa gagal jika nilai mereka lebih unggul ketimbang diri. Tapi kenapa perlombaan menjadi hal nilai sengit? Bukankah ini hanya sebuah permainan sebagai bentuk ikatan pertemanan semakin erat.

𝐑𝐀𝐕𝐀𝐍𝐆𝐆𝐀 - 𝑩𝒐𝒚'𝒔 𝑳𝒐𝒗𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang