18. Pemakaman

1.7K 126 4
                                    

"Paman, nanti pulang tak usah jemput oke! Sandra akan pulang sendiri. Paman tak perlu khawatir, percayalah sama Sandra. Lagian sudah biasa pulang tak dijemput," cakap pemuda manis setelah keluar dari mobil yang dibukakan oleh supir pribadinya.

"Tapi Tuan Muda, baga—"

"Tenang saja, ada supir lain yang siap anter nanti," kata Sandra.

Pria itu sempat kurang yakin, tapi mengingat jika majikan mudanya pernah di antar oleh seseorang waktu itu. Ia mulai percaya. "Baiklah, jika ada apa-apa hubungin saya. Kalau begitu saya permisi untuk melanjutkan tugas lain," ucap pria itu kembali masuk ke mobil.

Sandra terkikik saat mengatakan jika sosok kekasihnya adalah supir. Tak tunggu lama ia lebih baik masuk ke area sekolah yang sudah ramai. Senyuman secerah matahari pagi tak pernah lepas dari wajah menggemaskan Sandra, bahkan senyuman itu saja mengundang tatapan aneh dan bingung dari murid lain.

"Samperin Ravanjing deh," gumamnya dan semakin mempercepat langkahnya.

Di lorong sekolah lantai satu, Sandra menemukan sosok yang ia cari. Ia berlari dan merangkul kekasih titannya dari arah belakang. "Pagi," sapa Sandra dengan ceria. Tapi sapaan dirinya tak dibalas.

Sandra menatap Rava bingung. "Eh, napa lo pake topi?" Sandra tersadar oleh penampilan pemuda titan itu hari ini. Kepala yang ditutupi oleh topi hitam dan tudung hoodie.

"Mau jadi secret boy ye?" Sandra berniat melepaskan topi itu. Tapi gerakan tolakan Rava yang menoleh kearah lain membuat si manis semakin kebingungan.

"Lo kenapa sih?!"

"Gue gak kenapa-napa kok," balas Rava dengan suara yang sedikit sendu.

Sandra merasa ada yang salah saat mendengar nada bicara kekasihnya. Ia dengan paksa melepaskan tudung dan topi itu, memperlihatkan wajah sedih kekasihnya. "Rav, lo kenapa? Lo nangis?" tanya Sandra saat melihat kedua mata sembapnya.

"Enggak," jawab Rava kembali mengalihkan tatapan.

Sandra segera menangkup kedua rahang kekasihnya dengan kedua tangan mungilnya. "Ada yang mau lo ceritakan? Gue siap kok dengerinnya." Dulu Sandra merasa jijik melihat ekspresi sedih Rava, tapi sekarang. Kesedihan Rava bisa ia rasakan.

Rava menunduk, ia tak lama mengeluarkan air mata kembali. "G-gue mengingat semuanya. R-rasanya sakit pas ingatan itu kembali," kata Rava sambil mencengkram dada kirinya.

Sandra menatap pemuda titan itu dengan sedih. Ia mengelus rahang kekasihnya agar tenang. "Gue akan menjadi obat lo, jadi jangan sakit lagi," ujar Sandra dengan satu tangannya mengusap tangan Rava yang masih mencengkram dadanya.

"Ush.. Ush... Pergi rasa sakitnya."

Rava terkekeh gemas melihat tingkah kekasih kecilnya. Dia segera memeluk pemuda manis itu, dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher sang kekasih. "Lo emang sumber kebahagiaan gue," gumamnya masih di dengar oleh Sandra.

"Iye, gue emang sumber kebahagiaan lo. Kan gue imut, lucu, gemesin, ngangenin, menawan, baik—"

"—cantik, gemoy, kurcaci, pendek, bikin sange lagi," sambung Rava.

Sandra yang mendengarnya segera mendorong tubuh pemuda itu. Ia memukul kepala Rava dengan topi milik kekasihnya. "Sialan lo! Babi! Anjing! Bangsat! Monyet! Buaya! Iguana! Singa! Harimau! Badak! Gorila!" umpat Sandra dengan memukul brutal kekasihnya.

Rava hanya bisa tertawa ringan, dia menghentikan pukulan itu dengan cara menarik tubuh kekasihnya ke tembok pojok. Ia mengurung si manis yang masih kesal. "Lop yu," ucap Rava.

"Hate you babi!" balas Sandra dengan senyum penuh paksa.

"Saranghae."

"Sarang lebah!"

𝐑𝐀𝐕𝐀𝐍𝐆𝐆𝐀 - 𝑩𝒐𝒚'𝒔 𝑳𝒐𝒗𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang