Pigeon
Setelah hampir seharian menyibukkan diri dengan bersih-bersih dan merapikan rumah Hawk, aku pun mandi.
Seusai mengganti pakaian dengan yang bersih, aku memutuskan sekarang saatnya mencuci baju kotor.
Bukan hanya pakaianku, tentu saja. Baju kotor Hawk yang terlihat menumpuk di keranjang cucian, di ruang laundry pun ikut kumasukkan ke dalam mesin cuci.
Bel rumah tiba-tiba terdengar.
Aku yang baru menyalakan mesin cuci, seketika menoleh.
Siapa gerangan yang datang?
Suara bel kembali terdengar.
Haruskah aku membuka pintu?
Aku adalah tamu di sini. Siapa pun yang datang, pasti ingin bertemu dengan Hawk.
Dan, lelaki itu sedang tidak ada di rumah.
Lagi-lagi suara bel nyaring terdengar.
Oh, baiklah....
Aku pun bergerak meninggalkan ruang laundry menuju pintu depan.
Dengan perasaan meragu, pada akhirnya aku pun membuka pintu.
"Hello, Dear," sapa seorang perempuan paruh baya, tak lama setelah aku membuka pintu.
Dia tampak cantik, berkelas, dan berperangai hangat.
Aku berdeham canggung. Lalu membalas senyumannya yang ramah. "Hello, Ma'am. Can I help you?"
"My name is Penelope Storm, I'm Hawk's mom," katanya.
Glek!
Seketika mulutku terbuka lebar akibat kaget. "Oh, Mrs. Storm. I'm so sorry," balasku gugup.
Aku sama sekali tidak menyangka sosok wanita anggun seperti itu bisa menjadi ibunya Hawk.
Jangan salahkan aku.
Pria tinggi kekar dan berwajah garang-tampan itu lengan-lengannya bertato. Gayanya santai. Celana panjang jeans, kaos oblong, jaket, dan sepatu boot.
Hawk adalah pemilik Biker Bar yang senang bepergian menggunakan motor Harley.
Sementara ibunya, bergaya elegan bak istri seorang pejabat. Beliau sama sekali bukan tipe perempuan yang pantas untuk mengunjungi bar para pemotor.
Rambut cokelat karamel perempuan berhidung mancung itu, digelung ala pramugari. Wajahnya dirias dengan tampilan natural-profesional.
Penelope Hawk datang ke sini mengenakan setelan rok-blazer warna merah marun.
Panjang roknya tepat di atas lutut. Pinggangnya dihiasi ikat pinggang kulit mini, berwarna senada.
Blazer berkerah V itu dipadukan dengan dalaman berwarna putih. Sebuah sal sutra bermotif terlihat menghiasi leher jenjangnya.
Perempuan langsing yang tingginya kurang lebih sama denganku (170 senti) itu, mengenakan sepatu bertali dengan hak tebal setinggi lima senti.
Warna sepatunya hitam. Demikian pula tas tangan kulitnya, juga berwarna hitam.
Dengan kecantikan, keanggunan, dan penampilan seperti itu, Penelope Storm pantasnya memiliki anak lelaki berprofesi sebagai CEO, bukan pemilik kedai minum untuk para pemotor.
Aku membuka pintu lebih lebar, memberinya akses untuk masuk ke rumah. "Hawk, sedang tidak ada di rumah," ungkapku.
"Tentu saja, Dear," jawabnya, ramah, seraya beranjak masuk.
Aku menutup pintu, lalu mengikuti langkah kakinya dari belakang.
"Rumah ini terlihat bersih, rapi, dan harum, Pigeon," katanya, menilai keadaan rumah.
Dia lalu menoleh ke arahku. "Namamu, Pigeon, bukan?"
"Yes, Ma'am," jawabku, masih merasa grogi.
Kenapa dia tahu namaku?
Apakah Hawk yang memberitahukannya?
"Good job, Dear," angguknya pelan, dengan tatapan mengapresiasi.
Aku balas mengangguk. Kali ini sambil tersenyum kecil. "Thank you, Ma'am," balasku.
Aku hanya tampil mengenakan celana panjang jeans, kaos oblong, dan tanpa riasan wajah.
Bila dianalogikan situasi saat ini, aku bagaikan seorang asisten rumah tangga yang baru saja menerima pujian dari majikannya.
"Apakah Anda mau minum secangkir kopi atau teh, Ma'am?" Aku bertanya dengan sopan.
Wajahnya terlihat semringah. "Tentu saja. Oh, betapa itu adalah sebuah ide yang baik. Aku dan kau, kita berdua mengobrol sambil minum kopi."
"Baiklah, Ma'am. Saya akan segera membuatkannya," anggukku, seraya melangkah menuju dapur.
"Thank you," balasnya, hangat.
"My pleasure, Ma'am," ucapku.
Aku pun berjalan melewatinya. Langah kakiku hampir mendekati area dapur saat mendengar suara Mrs. Storm lagi.
"Pigeon?"
Aku berhenti melangkah lalu balik badan ke hadapannya. "Yes, Ma'am?"
"Stop with the formality. My name is Penelope. You can call me Penny."
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Hawk
RomanceSaat teman lamanya datang tanpa diundang untuk menawarkan putrinya, Hawk pada akhirnya mengambil keputusan. Dia menerima tawaran tersebut. Menurutnya itu adalah pilihan yang paling bijaksana, demi kebaikan gadis itu. Disclaimer! This is teaser versi...