Pigeon
"No," aku menggeleng dengan keras kepala.
Kening Hawk berkerut. "No?"
Aku kembali menggeleng. "No. Aku tidak akan bertanya apa-apa soal apa pun yang tidak kau katakan sendiri dengan sukarela."
"Kau tidak ingin tahu?"
"Tidak."
"Kenapa tidak?"
"Sebab, itu bukan urusanku," tegasku.
Hawk menatapku dengan sorotan mempelajari dengan saksama.
"Bukan urusanmu?" Dia bertanya lagi.
Aku mengangguk. "Apa pun tentang dirimu bukan urusanku, Hawk. Kau bebas untuk datang dan pergi ke rumah ini, sebab ini adalah kediamanmu...,"
"Aku tidak berhak bertanya ke mana kau pergi, dengan siapa dan kenapa. Sebab, aku hanya tamu di sini. Aku bukan siapa-siapamu...."
Dengan berapi-api aku masih saja berbicara. "Hanya jika kau adalah kekasihku, itu lain ceritanya. Aku akan mengajukan pertanyaan yang banyak. Dan, aku mendesak agar kau memberi penjelasan secara mendetail...,"
"Mengingat kau bukanlah kekasihku. Dan, aku bukan kekasihmu. Maka, tidak. Aku tidak mau tahu apa pun tentang dirimu!"
Selesai berbicara, napasku terengah-engah menahan amarah.
Hawk masih memperhatikanku dengan saksama. Perlahan dalam duduknya, dia bergerak mencondongkan dirinya kepadaku.
"Apa itu artinya kau ingin menjadi kekasihku, Page?"
Mulutku seketika menganga. Aku pun langsung kikuk. "A-apa? Bukan itu maksudku."
Wajah Hawk kini berada dekat dengan wajahku. Matanya masih menyorot dengan penuh selidik.
"Apa kau grogi?"
"Aku tidak grogi!" Aku menggeleng untuk mengelak.
"Apa pertanyaanku tadi tepat ke sasaran?"
"Sama sekali tidak!"
"Kau ingin menjadi kekasihku?"
"Hanya dalam mimpimu, Hawk!" Aku masih berkilah.
"Kau memimpikan aku dalam tidurmu?"
"Hawk, kau sangat berlebihan," elakku.
"Apa yang kulakukan terhadap dirimu, dalam mimpi?" Dia masih terus memberondongiku dengan pertanyaan-pertanyaan konyol.
Dengan kesal, aku langsung menggenggam wajah tampannya dengan kedua tangan.
"Hawk, dengarkan aku baik-baik. Tolong, dengarkan. Aku tidak ingin jadi kekasihmu. Dan, aku tidak pernah memimpikanmu!"
Tangan-tangan Hawk menangkup punggung tangan-tanganku yang masih berada di kedua pipinya. "Tidakkah aku terlalu tua untukmu, Little Girl?"
"Hawk, hentikan!" Aku semakin grogi.
"Kau menginginkanku untuk menjadi your Daddy?"
"Tidak!" Aku menggeleng.
"Kau membutuhkanku untuk menjadi your Daddy?"
"Hawk hentikan! Kumohon," kilahku, semakin putus asa.
"Tidak?"
Aku menggeleng dengan keras kepala. "Sama sekali tidak!"
"Apakah kau sedang berbohong?"
"Tidak!"
Hawk kembali menatapku dengan sorotan menilai. "Jika kau ketahuan berbohong, Little Girl, maka dirimu harus didisiplinkan."
"A-apa, a-apa maksudmu?" Aku bertanya dengan jantung berdebar kencang.
"I'll put you on my knees. And I'll redden your beautiful bottom," ucapnya, dengan sorotan mata tegas.
"Stop it, Hawk!" Aku berkata dengan napas terengah.
"Am I making you nervous, Little Girl?"
"No!" Aku masih menyanggah.
"Horny?"
Demi Tuhan!
"Please, Hawk, stop!" Aku memohon, nyaris berputus asa.
Mata Hawk meneliti setiap senti kulit wajahku. Lalu menyorot ke mataku dengan pemahaman.
"Baby, do you want me or not?" Dia bertanya dengan nada tegas.
Kali ini aku diam, tidak langsung menjawab.
Hawk mengesah. Lalu melepaskan tangan-tanganku dari kedua pipinya.
"Jangan katakan kalau aku tidak pernah memberimu kesempatan, Page," ucapnya, dengan nada kecewa.
"My Parents, berulang kali meyakinkanku kalau kita berdua berjodoh. Tadi pagi mereka menegur ketidakpekaanku...,"
"Kukatakan kepada Mom dan Dad kalau mereka berlebihan. Keduanya mendesakku untuk memberi diri kita berdua kesempatan...,"
"Aku baru saja melakukannya, Page," katanya.
Dia lalu berdiri. "Aku akan ke Serenity. Seperti biasa, kau tidak usah menunggu. Tidurlah saat dirimu sudah merasa mengantuk," sarannya.
Setelah itu, Hawk bergegas pergi meninggalkan ruang makan, lalu rumah ini.
Baru setelah pintu depan terdengar ditutup, menandakan kepergiannya, aku bisa mengembuskan napas panjang.
Piuhhh. "What was that?"
Dalam diam aku terus berpikir. Mengulang-ulang pembicaraan kami tadi. Mempelajari perkataan Hawk kalimat per kalimat.
Lalu, aku mencebik sedih. Kurasa aku baru saja melewatkan sebuah kesempatan emas.
Aku seketika menjatuhkan keningku ke meja. "Ya, Tuhan. Betapa bodohnya aku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Hawk
RomanceSaat teman lamanya datang tanpa diundang untuk menawarkan putrinya, Hawk pada akhirnya mengambil keputusan. Dia menerima tawaran tersebut. Menurutnya itu adalah pilihan yang paling bijaksana, demi kebaikan gadis itu. Disclaimer! This is teaser versi...