26

522 72 6
                                    

Pigeon

Aku memasak makan malam di dapur rumah Hawk, dengan ceria.

"Honey, I'm home!" Hawk berseru dari pintu depan.

"I'm in here!" Aku balas berseru dengan senang.

Tak lama kemudian sosoknya muncul ke area dapur. "Kau sedang masak makan malam untuk kita, Sayang?"

"Uh-huh," anggukku, sambil tersenyum.

Hawk mendekat lalu memelukku dari belakang. "I love you, Babe," katanya, sebelum mengecup pipiku.

"I love you too, Baby."

Hawk menepuk area belakangku dengan canda.

"Ouch!" Aku pura-pura kesakitan sambil mengusap-usap wilayah yang tadi dipukulnya.

Kekasihku itu terkekeh. Lalu dia membuka pintu kulkas dan meraih sebuah botol minuman dari dalamnya.

"Apa ini?" Dia bertanya sambil membaca tulisan yang tertera dari botol minuman itu.

Tangannya yang satu, menutup pintu kulkas.

"Itu minuman pemberian Sunny."

Hawk mengangkat wajahnya untuk memandang wajahku. "Sunny?"

Aku mengangguk. "Sunny Willis. Putrinya Jude dan Emily Willis."

Keningnya berkerut. "Mau apa dia ke kota ini?"

Aku mengangkat bahu tak acuh. "Katanya dia mengkhawatirkanku."

"Hah? Sungguh? Di mana dia menemuimu?"

"Di HG."

"Dia masih di sini?"

Aku menggeleng. "Katanya dia akan langsung terbang ke New York."

"Dia kuliah di sana?"

Aku mengangguk.

Hawk kembali melihat ke arah botol. "Apa hubungannya dia dan minuman ini?"

Aku mengesah. "Katanya Jude menginvestasikan sebagian uang darimu ke perusahaan air minum itu...,"

"Sunny memberikannya kepadaku untuk mencoba mencicipinya. Dia bahkan menyarankanku untuk menabung, agar bisa berinvestasi juga," ungkapku.

"Kau tahu Hawk? Ketika dia melihatku menyanyi di HG. Sunny berpikir kau yang menyuruhku untuk bekerja di sana...,"

"Dia bahkan mengira, kau mempekerjakanku sebagai seorang wanita penghibur," tambahku.

Wajah Hawk mendadak kaku. "You must be joking," geramnya.

"Nope," aku menggeleng.

"Apa kau menjelaskan yang terjadi di antara kita sesungguhnya?"

Aku kembali menggeleng. "Tidak. Buat apa?"

"Agar dia tahu kalau hidupmu jauh lebih baik tanpa mereka," ujar Hawk.

"Itu betul. Tapi aku mengenal Sunny. Dia itu selalu iri dan dengki kepadaku. Lebih baik gadis itu tidak tahu menahu soal kehidupan baruku di sini," ujarku.

Aku mengesah. "Oh, Hawk... aku benar-benar tidak ingin berhubungan lagi dengan keluarga itu," keluhku.

Wajah Hawk melembut. "Kau tidak perlu, Sayang. Hidupmu di sini sekarang, bersamaku," ucapnya dengan sorotan penuh kasih sayang.

Aku tersenyum lalu mengangguk.

Hawk kembali menatap ke botol. "Bolehkah aku meminumnya atau harus kubuang saja?"

Aku terkikik. "Minuman itu tidak bersalah. Jika haus, kau minumlah saja."

Hawk terkekeh sambil membuka tutup botol itu. Dia meminum beberapa tegukan.

Kemudian lelaki berjaket corduroy cokelat itu memperlihatkan wajah masam sambil mengecap-ecap.

"Rasa minuman ini aneh, Page. Cobalah," katanya, sambil menyodorkan minuman yang isinya masih banyak.

Aku menggeleng. "Iya, kah? Kalau begitu, tidak terima kasih. Kalau terasa aneh, lebih baik dibuang saja. Mungkin sudah kadaluarsa. Sunny memang keterlaluan. Maafkan aku, tadi tidak memeriksa kode produksinya," kataku.

Hawk menutup botol minuman itu dengan tutup padanannya. Dia kemudian menaruhnya di atas meja dapur. "Aku mandi dulu, Page."

"Iya, Hawk," balasku.

Aku pun lanjut memasak makan malam untuk kami.

Loving HawkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang