Setelah selesai urusan di Linda's Salt & Pepper, Hawk membawaku ke sebuah restoran dan bar yang katanya popular dengan sebutan HG.
Di sini, aku diperkenalkan langsung dengan sang pemilik.
Namanya, Jax Alpha. Dia adalah lelaki yang tampan sekaligus gagah.
Berbeda dengan Hawk yang kerupawanannya memberikan nuansa garang yang maskulin, Jax lebih terlihat bagaikan pria flamboyan.
Gayanya modis-profesional dengan setelan jas hitam yang memberi kesan kuat kalau dia adalah seorang pengusaha berpengaruh.
Rambut pirangnya ditata dalam potongan pendek yang rapi dan berkesan trendi.
Matanya sebiru awan di langit yang cerah. Dan, Jax sepertinya pandai menyebarkan pesonanya melalui permainan sorot mata.
Saat pertama kali Hawk memperkenalkanku kepadanya, dia seketika menatapku dari ujung rambut ke ujung kaki dengan sorotan menilai yang menggoda.
Rasanya bagaikan ditelanjangi.
"Apakah kau menyukai apa yang terlihat?" Hawk menyindir kawannya itu.
Jax menyeringai jahil tanpa malu-malu. "Maafkan aku, Bro. Aku tidak kuasa mengagumi kecantikan dan kemolekan kekasihmu," selorohnya.
"Apakah audisinya bisa segera dimulai?" Protes Hawk, mengabaikan perkataan Jax yang menyangka bahwa kami adalah sepasang kekasih.
"Tentu saja. Ikuti aku," pintanya.
Kami kemudian berjalan mendekati area panggung. Di sana terdapat seseorang yang menunggu di hadapan tuts piano.
"Naiklah ke sana. Dan, katakan lagu apa yang hendak kau nyanyikan kepada Kevin," perintah Jax.
Aku menduga kuat kalau Kevin yang dimaksud adalah sang pianis di sana.
Aku melirik kepada Hawk. Dia balas menatapku. Sorotan matanya memberikan kesan dukungan penuh untukku.
Dia pun kemudian mengangguk pelan, menyemangatiku untuk naik ke panggung.
Sikapnya itu, meski tanpa kata, telah membuat rasa percaya diriku melambung tinggi.
Satu hal yang kuketahui sekarang. Walau Jax adalah seorang pria yang memesona, aku sama sekali tidak merasa tertarik dengan aura yang dipancarkannya.
Lain lagi dengan Hawk.
Meski gayanya lebih santai, pancaran wibawa dan daya pesonanya kurasakan lebih berefek menyentuh kalbu ini.
Jax dan Hawk adalah dua orang sekawan dengan gaya dan kepribadian yang berbeda, setidaknya itu adalah penilaianku.
Jika keduanya adalah aktor Hollywood, maka Jax adalah seorang aktor di film-film drama romantis.
Sementara Hawk, lebih ke genre film aksi yang menegangkan.
Aku naik ke atas panggung. Setelah itu meminta Kevin untuk mengiringiku menyanyikan lagu Somewhere Over The Rainbow.
Hawk dan Jax duduk di bangku bar. Pandangan mereka fokus menatapku.
Suasana restoran dan bar ini masih sepi. Belum ada satu pun pengunjung yang datang.
Aku memejamkan mata sejenak. Lalu membukanya kembali, kemudian mulai fokus menyanyi.
Dengan percaya diri, aku pun mendendangkan lagu ini, penuh penghayatan.
Aku pernah memenangkan lomba menyanyi antar siswa di sekolah, dengan membawakan lagu yang sama.
"Selamat, kau diterima," seru Jax sambil bertepuk tangan, sesaat setelah aku menyelesaikan lagu ini.
Masih berdiri di atas panggung, aku pun tersenyum senang. "Terima kasih."
Aku pun turun dari panggung untuk menghampiri Jax dan Hawk.
"Pergilah ke ruang manajemen di lantai atas. Temui Irene, sekretarisku. Dia akan mengurus kontrak kerjamu. Selamat datang di HG, Pigeon," ucapnya, ramah.
Aku melirik ke Hawk yang sedang menatapku dengan sorotan hangat. "Pergilah. Aku akan menunggumu di sini."
Senyumku semakin lebar. "Okay, Hawk," anggukku, sebelum bergegas menuju tangga penghubung dengan lantai atas.
***
Selepas urusan di HG tuntas, Hawk hendak membawaku ke toko telepon seluler.
"Darimana kau tahu kalau aku tidak memiliki HP?" Aku bertanya di dalam mobil yang dia kemudikan.
"Itu mudah saja. Aku tidak pernah melihatmu memegangnya. Gadis-gadis seusiamu bahkan yang lebih tua, tidak bisa jauh dari HP...,"
"Aku mengambil kesimpulan, kau tidak memilikinya," tebak Hawk dengan akurat.
Aku mengembuskan napas panjang. "Aku pernah memilikinya. Aku membeli dari penghasilanku saat bekerja paruh waktu," ungkapku.
"Lalu apa yang terjadi?"
"Sebelum aku di bawa ke sini, Jude merampasnya. Kurasa dia khawatir, aku akan menggunakan HP itu untuk menghubungi siapa saja yang kira-kira bisa, agar membantuku melarikan diri," ucapku.
Hawk mengangguk, masih menyetir. "Itu masuk akal."
"Hawk?"
"Iya, Page?"
"Aku senang dia merampas HP. Sehingga aku tidak memiliki pilihan lain kecuali datang bersamanya ke kota ini," ungkapku, jujur.
"Kau tidak menyesal?" Hawk bertanya.
Aku menggeleng. "Sama sekali tidak."
"Kenapa begitu?"
"Aku jadi bisa bertemu denganmu."
Hawk terkekeh mendengar pengakuanku. Dengan terlatih dia mulai memarkirkan mobil di pelataran parkir, depan toko HP.
"Kita sudah sampai, Page."
"Hawk?"
"Iya, Sayang?"
"Bagaimana caraku membayar kebaikanmu?"
Hawk tersenyum. "Cukup dengan fokus menata hidup barumu. Jangan menyia-nyiakan kesempatanmu untuk memiliki kehidupan yang lebih baik."
Aku balas tersenyum. "Deal," anggukku.
"Promise?"
Aku kembali mengangguk. "I promise, Hawk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Hawk
RomanceSaat teman lamanya datang tanpa diundang untuk menawarkan putrinya, Hawk pada akhirnya mengambil keputusan. Dia menerima tawaran tersebut. Menurutnya itu adalah pilihan yang paling bijaksana, demi kebaikan gadis itu. Disclaimer! This is teaser versi...