15

660 65 2
                                    

Setibanya di pintu masuk utama Serenity, Laura dan Anna sebenarnya bisa masuk tanpa kendala.

Hanya saja, aku tidak. Langkah kakiku dihentikan oleh petugas penjaga.

"ID, please," pinta lelaki tinggi besar, dan berpakaian serba hitam itu.

Aku pun memberikannya kartu identitas.

"You're 18?" Sang petugas bertanya setelah membaca data di kartu identitasku.

Aku mengangguk.

Lelaki itu menoleh ke petugas lainnya.

"Berikan punggung tanganmu," perintah petugas di samping pria yang masih memegang kartu identitasku.

Aku mengangkat kedua tangan, memperlihatkan punggung tangan.

"Salah satu saja," perintahnya lagi.

Aku menurunkan tangan kiri.

Petugas itu kemudian menempelkan stempel di punggung tangan kananku.

"No Alcohol!" Itulah kalimat yang tertulis.

"Kalian penanggung jawab Miss Underwoods?" Petugas yang memegang kartu identitasku bertanya kepada Laura dan Anna.

"Iya," angguk keduanya, bersamaan.

Petugas tersebut mengangguk. "Pastikan dia tidak mengonsumsi alkohol," perintahnya.

"Oke," angguk Laura dan Anna.

Sang petugas menyerahkan kembali kartu identitas kepadaku. "Kau boleh masuk sekarang."

"Terima kasih," anggukku.

Kami bertiga pun akhirnya masuk ke Serenity.

***

"Bagaimana rasanya?" Aku bertanya pada Anna yang baru saja meneguk tequila.

Saat di HG walau Anna dan Laura duduk di bangku bar, mereka tidak memesan minuman beralkohol.

Keduanya hanya memesan soda dingin.

Mereka sengaja melakukannya, karena hendak melakukan pemesanan di sini.

Baik Anna maupun Laura berhitung benar soal pengeluaran mereka.

Keduanya memperbolehkan diri masing-masing untuk bersenang-senang sesekali. Namun, tetap harus berhemat.

Itulah kenapa aku bersedia ikut mereka ke sini. Aku yakin baik Anna maupun Laura tidak akan minum sampai mabuk.

Keduanya tidak mungkin bersedia menghambur-hamburkan uang secara berlebihan. Apalagi untuk sekadar membeli minuman keras.

"Saat kau berumur 21 tahun, cicipi sendiri," balas Anna kepadaku sambil tersenyum jahil.

Aku memutar kedua bola mata dengan malas.

"Kini giliranku yang minum," seru Laura.

Perempuan bergaun warna abu-abu keperakan itu segera menegak minumannya di gelas kecil, hingga habis.

"Yuhuu!" Pekiknya seraya mengangkat satu tangan dengan senang.

Aku dan Anna dibuat tertawa melihatnya.

"Kalian akan membeli segelas lagi?" Aku bertanya.

"Oh, tidak. Harga satu gelas itu sama dengan tips yang diberikan tiga atau empat orang pelanggan Salt & Pepper. Aku sudah cukup minum. Jadi, tidak terima kasih," geleng Laura.

Anna tertawa. "Setelah ini, minuman yang kami beli adalah soda dingin atau air mineral."

"Itu pun, untuk berdua," seru Laura.

Loving HawkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang