10

755 77 1
                                    

Pigeon


Dua pekerjaan sekaligus!

Hawk mengatakan kepadaku kalau besok aku harus menemui Jax Alpha untuk audisi pekerjaan sebagai penyanyi di restorannya.

Kemudian, aku akan di antarnya menemui Linda Lane. Dia adalah pemilik Linda's Salt & Pepper.

Di sana, aku akan di wawancara untuk memperoleh pekerjaan sebagai pelayan.

Baru saja kemarin aku mengatakan kepada Hawk soal dua pekerjaan yang kuinginkan. Dan malam ini, pria itu mengabarkan kalau aku akan mendapatkannya.

Wow!

Seketika ingatanku kembali ke perbincangan bersama Penelope siang tadi.

Terkhusus untuk sang pemilik hatinya, para lelaki berdarah Storm, tidak akan main-main.

Apakah aku adalah pemilik hatinya Hawk?

Mungkin belum sepenuhnya.

Tapi sepertinya, arahnya menuju ke situ.

"Ada apa, Page?"

Aku sontak terenyak. "Mmh?"

"Kenapa kau seperti tiba-tiba melamun, lalu tersipu seperti itu?" Hawk bertanya dengan bingung, di sela santap malam kami.

Aku tersipu malu. "Ah, tidak apa-apa, Hawk. Aku hanya senang mendapatkan kabar baik darimu tadi," kilahku.

"Soal pekerjaan?"

"Iya," anggukku.

Hawk menyeringai. "Jangan senang dulu. Besok kau masih harus menjalani audisi, dan wawancara kerja. Aku tidak menjamin kau akan mendapatkan pekerjaan itu 100 persen," ujarnya.

Aku tersenyum. "Itu jauh lebih baik, ketimbang diam di rumah dan tidak tahu harus mencari pekerjaan ke mana," balasku.

"Ingat, aku adalah orang asing di kota ini, Hawk," candaku.

Pria bercambang dan berjanggut tipis itu terkekeh. "Bersiaplah untuk menjadi warga tetap kota ini kalau begitu, Page."

"Tidak ada kota lainnya untuk kutuju dalam benakku, Hawk," ujarku.

Dan, sejauh ini tidak ada pria lain di hatiku selain dirimu.

Mungkin untuk selamanya, aku tidak akan pernah menginginkan yang lain.

"That's good, Honey," balasnya, ramah.

"Setelah ini, bersiaplah tidur agar besok kau segar dan siap," sarannya.

"Okay, Hawk," anggukku, patuh.

"Dengar, Page. Aku masih ada urusan di luar. Kuncilah pintu selepas kupergi. Jangan menungguku. Aku membawa kunci cadangan," ungkapnya.

What?

"Kau mau pergi, Hawk?"

"Iya, Page."

"Tapi ini sudah malam," kilahku.

Hawk terkekeh. "Baru jam delapan. The night is still young," jawabnya, santai.

Dia meneguk sisa bir dari botolnya. "Good food, Baby. Aku sangat menghargai jerih payahmu memasak malam ini."

Hawk berdiri. "Aku harus pergi. Tidurlah. Jangan menunggu aku pulang," perintahnya.

Tanpa menunggu respons dariku, lelaki tinggi dan berbahu lebar itu, meninggalkanku sendirian di rumahnya.

Saat pintu depan terdengar ditutup, menandakan kepergiannya, bahuku merosot.

Mungkin Penelope keliru.

Mungkin Hawk benar-benar jujur saat mengatakan hanya ingin menolongku menata kehidupan baru.

Pria itu tidak menginginkan apa pun dariku.

Malam ini, mungkin saja Hawk pergi berkencan.

Sebelum dibawa Jude ke kota ini untuk menemui Hawk, aku akan bersyukur jika dipertemukan dengan seorang lelaki yang tulus menolong tanpa imbalan apa pun.

Lalu kenapa saat ini aku berharap Hawk bersikap lebih penuntut?

Ah, tidak, Pigeon! Aku menggeleng.

"Kau seharusnya bersyukur. Cukup bersyukur saja. Dan, jangan berharap apa pun lagi. Jangan menjadi seorang perempuan yang tidak tahu berterima kasih," gumamku pada diri sendiri.

Loving HawkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang