Sriiingg
Aaaarkkhhh
Suara pedang disusul teriakan menggema disebuah ruangan. Ruangan penuh debu dan kotoran. Darah terlihat dimana mana.
Seorang gadis membuka matanya perlahan, mengerjap beberapa kali guna menormalkan cahaya yang masuk ke matanya.
Dahinya berkerut, bau yang tidak sedap menguar dan tercium hidungnya, itu membuatnya mual.
Matanya bergulir ke setiap inchi ruangan itu. Mengerikan. Hanya itu yang bisa ia pikirkan.
Darah kering dan basah terlihat sejauh mata memandang, potongan-potongan tubuh manusia--ah sepertinya lebih banyak kepala tanpa tubuh--ada disetiap sel tahanan. Bau anyir darah yang kering dan yang masih baru bercampur membuat bau yang tidak sedap, bahkan lebih buruk dari sampah.
Dimana ini? Pikir gadis itu.
"Ada kata-kata terakhir?"
Suara berat nan serak terdengar ditelinga gadis itu, membuatnya menoleh ke sumber suara. Sontak ia membulatkan matanya. Pria jangkung tegap dengan surai hitam legam menggenggam sebuah pedang yang sudah terlumuri darah. Pria itu berdiri dengan angkuh, sembari menodongkan pedangnya ke leher seorang pria tua yang berlutut didepannya.
Tunggu--pria tua? Garis bawahi itu! Astaga bukankah itu kejam?
"T-tolong ampuni saya hiks-- s-saya benar benar tidak bersalah--"
Sriiinggg
Bunyi tebasan pedang menggema. Pria itu--dengan sekali coba--menebas kepala pria tua yang sedang berlutut tadi. Membuat kepala pria tua itu seketika terpisah dari tubuhnya.
Mengerikan.
Gadis yang memperhatikan adegan mengerikan itu sedari tadi hanya bisa memekik tertahan--satu tangannya ia gunakan untuk memegang perut dan satunya lagi ia gunakan untuk menutup mulut. Rasa takut menjalar ke seluruh tubuhnya.
Kenapa aku disini? Pikir gadis itu lagi. Saat ia sibuk dengan pikirannya sendiri, tak sadar pria jangkung tadi telah berdiri di depan sel tahanannya.
Pria itu memandang datar.
"Oh, sudah sadar rupanya?"
Gadis itu terkesiap, lantas mendongakkan kepala untuk melihat pria itu. Iris mata coklatnya bersitatap dengan mata merah pria itu. Mata merah tajam yang menunjukkan keangkuhan dan kesombongan.
Gadis itu mengerjap beberapa kali. Cahaya diruangan itu sangat remang, membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria yang ada didepan sel tahanannya.
Pria itu lantas berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan gadis yang sedang terduduk linglung dilantai. Jarak mereka hanya terpisah oleh jeruji besi tahanan.
"Eksekusimu besok, siapkan diri" ucap pria itu lalu kembali bangkit, lantas beranjak dari sana.
Gadis itu mengerjap bingung dalam keheningan. Berusaha berpikir dan menyimpulkan apa yang telah terjadi.
Kemudian ia terkekeh samar. "Ah, jadi ini yang dia maksud dengan kelahiran spesial?"
Matanya mulai memanas, air menumpuk dipelupuk matanya.
"Yah, memang seharusnya aku tidak berharap lebih. Bahkan sekali lagi aku akan mati" kekehnya.
Matanya memandang ke sekitar. Buruk. Tempat ini sangat buruk, lebih buruk dari apapun. Mayat-mayat berserakan, seolah tak ada tempat lagi untuk menguburkan mereka dengan layak.
Estella.
Gadis itu adalah Estella, gadis yang dihukum--lebih layak dikatakan kutukan--tidak bisa mati. Dan setiap ia mati, ia akan kembali hidup menjadi dirinya lagi. Kehidupan yang berbeda, namun statusnya sama. Ia adalah Estella, dan tetap akan menjadi Estella disetiap kehidupan.
KAMU SEDANG MEMBACA
E s t e l l a
FantasyIni kisah Estella. Gadis dengan sejuta misteri. Hidup di dalam kekejaman dunia, penuh dengan kebohongan dan kemunafikan. Dimana kakinya melangkah, di sanalah terdapat kebencian. Hingga tibalah saat itu, saat dimana ia terbangun di tempat lain. Tempa...