Estella memijat pangkat hidungnya yang tiba tiba sakit. Bagaimana tidak, wanita paruh baya yang sayangnya adalah Kepala Akademi Beverly itu berkata jika ia dan pemuda aneh tadi adalah teman sekamar.
Catat itu. Teman sekamar.
"Bagaimana mungkin?!!! Perempuan dan laki laki tidak bisa tinggal sekamar!!"
Yah, pemuda yang ia ketahui bernama Rean itu terus mengoceh dan mengomel tidak jelas sedari tadi. Membuat kepala Estella tambah pening.
"Kenapa harus sekamar?!! Bukan kah masih ada kamar kosong untuk gadis kasar ini?!!"
Mata Estella memincing. Apa apaan ia disebut seperti itu?!
"Hahh"
Helaan nafas berat terdengar dari bibir Nyonya Grace, selaku kepala akademi ini. Agaknya ia sudah lelah karena sedari tadi pemuda menjengkelkan itu terus menerus mengomel tidak jelas.
"Jika saja masih ada kamar kosong, kalian tidak mungkin sekamar. Jadi saya harap kalian dapat memaklumi hal ini"
Mata Rean melotot, bibirnya hendak melayangkan protes jika saja Nyonya Grace tidak memotong terlebih dahulu.
"Dan kau jangan membantah!" Tekan Nyonya Grace dengan mata memincing tajam ke arah Rean.
Estella melirik Rean disamping nya yang tengah bergumam umpatan umpatan tidak jelas.
"Apakah lama, Nyonya?"
Suara merdu Estella terdengar setelah sekian lama ia terdiam. Nyonya Grace melembutkan tatapannya yang mengarah pada Estella. Lantas tersenyum simpul.
"Setelah bangunan di kiri akademi selesai di bangun, kau dapat menempati kamar yang telah disediakan di sana, nak"
Estella mengangguk. Ia tadi sempat mengatakan pada kepala akademi itu agar memanggilnya dengan akrab saja, lagi pula ia tidak nyaman jika harus dihormati orang yang lebih tua apalagi dengan embel-embel Lady.
"Kenapa tidak diselesaikan sebelum akademi menerima murid baru?!!"
Wajah Nyonya Grace kembali datar ketika mendengar ocehan Rean yang tidak bermanfaat itu.
"Atau kenapa kami harus sekamar?! Kenapa dia tidak sekamar dengan yang lain saja?! Sekalipun laki laki kenapa harus denganku?!!"
"Hahh"
Nyonya Grace kembali menghela nafas lelah. "Memang kau yang sudah seharusnya sekamar dengan Estella"
Rean memandang Nyonya Grace dengan tatapan bingung.
"Pembuat onar dan menjengkelkan sepertimu akan cocok jika disandingkan dengan Estella yang tenang dan menghanyutkan" ucap Nyonya Grace sembari menunjuk wajah memerah Rean dengan jari telunjuknya.
Estella menaikkan sebelah alisnya. Hohoho tenang dan menghanyutkan katanya? Sudut bibirnya tertarik, ah ia suka disebut seperti itu.
Krieett
Suara kursi bergeser terdengar. Estella berdiri dari duduknya. "Terimakasih atas penjelasan anda, Nyonya Grace. Kalau begitu saya permisi, semoga Dewi Achelois memberkahi anda dan keluarga" ucap Estella sembari membungkuk hormat, lantas berbalik dan beranjak dari sana meninggalkan Rean yang masih mengoceh tidak jelas.
***
Brukk
"Hah" helaan nafas terdengar dari bibir mungil gadis yang tengah berbaring dikasur.
Estella kini berada di kamarnya. Rean tidak terlihat sejak insiden di ruang kerja kepala akademi itu. Mungkin ia memang tidak ingin bertemu dengannya, toh Estella juga tidak peduli.
Mata Estella memandang langit langit kamar itu dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Sepertinya aku harus ekstra sabar mulai sekarang"
BRAKK
Benar saja, setelah ia mengatakan itu pintu kamar di dobrak keras. Estella tidak terkejut, sebaliknya ia melirik ke arah pintu tanpa minat. Seorang pemuda dengan wajah masamnya tengah berdiam di pintu sembari mengumpat tidak jelas.
"Dasar wanita tua!! Seenaknya sendiri memutuskan sesuatu!! Brengsek!"
Estella hanya menaikkan alisnya ketika Rean mendekat ke arahnya.
"Dan kau! Gadis kasar! Kenapa kau hanya diam saja dan tidak mencoba untuk membujuk wanita tua itu!!" Ucapnya. Matanya menatap Estella dengan tatapan tajam bak silet.
Estella menatap Rean dengan tatapan tanpa minat, lantas bangkit duduk dan menyadarkan punggungnya di dashboard ranjang.
"Lalu? Jika aku melawan memang akan terjadi sesuatu? Tidak kan? Buang buang waktu"
Mata Rean mendelik. "Lalu?! Kau hanya berdiam diri begitu?!!"
"Memangnya apalagi? Daripada menghabiskan waktu berteriak tidak jelas sepertimu, lebih baik diam kan?"
Rean mendengus kasar. "Dasar gadis aneh"
Estella memutar bola matanya malas. Tidak berniat menanggapi ucapan Rean yang seakan mengejeknya.
"Baiklah"
Estella menatap bingung ke arah Rean yang berjalan menuju meja belajarnya, mengambil sebuah kertas dan pena bulu, lantas menulis sesuatu di kertas itu.
"Ini" Rean memberikan kertas yang telah ia tulis itu kepada Estella.
Estella menerimanya, lantas mengerutkan kening ketika membaca satu persatu kata di kertas itu.
Peraturan kamar
1.Rean berada di kasur bawah
2.Estella berada di kasur atas
3.Yang boleh mandi adalah yang bangun terlebih dahulu
4.Memasak makanan di lakukan bergantian
5.Tidak boleh mengotori kamar
6.Tidak ikut campur urusan teman sekamar
7.Tidak boleh ada cinta di antara teman sekamarEstella manggut manggut tanda setuju, walaupun ia sempat bingung dengan isi peraturan yang terakhir. Siapa juga yang mau jatuh cinta dengan bocah aneh seperti Rean?! Estella memutar bola matanya malas ketika memikirkan itu.
"Baiklah aku setuju"
Rean tersenyum puas lantas memberikan pena bulu pada Estella. "Tanda tangan sebagai tanda persetujuan"
Tanpa mengatakan apapun lagi Estella segera menandatangani peraturan di atas kertas itu. Tidak peduli selagi itu tidak menganggu ketenangannya, ia akan melakukannya.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
E s t e l l a
FantasyIni kisah Estella. Gadis dengan sejuta misteri. Hidup di dalam kekejaman dunia, penuh dengan kebohongan dan kemunafikan. Dimana kakinya melangkah, di sanalah terdapat kebencian. Hingga tibalah saat itu, saat dimana ia terbangun di tempat lain. Tempa...