Profesor Erbor meletakkan laporannya di atas tumpukan kertas. Memang ada banyak tumpukan berkas di sana, masing-masing diikat dengan semacam pita, beraneka warna.
Pita merah merangkum semua dokumen yang berkaitan dengan sketsa morfologi undead. Pita kuning untuk laporan pra-publikasi. Pita biru untuk laporan pasca publikasi. Dan, satu lagi pita hitam. Gunanya untuk menyatukan berkas berisi identitas anggota komunitas.
"Billie." Profesor Erbor menarik secarik kertas dari tumpukan pita hitam. "Jika mayatmu masih ada, tentu saya akan mengajaknya bersalaman. Selamat untuk kematianmu. Kau membuat pilihan paling logis, yang saya pun akan lakukan jika misi ini berantakan."
Sesaat hendak mengembalikan berkas Billie, Profesor Erbor dikejutkan oleh suara aneh. Asalnya dari bilik nomor satu.
"Dalson?" sang Profesor mengerut heran.
Dulu, Profesor Erbor pernah memelihara kucing yang rencananya akan digunakan untuk penelitian medis. Ia menamai kucingnya Dalson.
Kenangan bersama Dalson tidak terlalu manis bagi Profesor Erbor. Pertama, dirinya tidak pernah menganggap makhluk hidup sebagai individu yang punya keunikan. Ia terbiasa memandang mereka sebagai subjek penelitian. Ikatan batin antara majikan dengan hewan peliharaan hanyalah takhayul kosong, menurutnya.
Selain itu, Dalson punya kebiasaan buruk yang sangat dibenci Profesor Erbor. Kucing itu sering sekali muntah. Dan, suara muntahnya benar-benar nyaring dan menjijikan. Profesor Erbor bahkan sampai stres, hingga akhirnya mempercepat jadwal pembedahan Dalson.
Pembedahannya gagal karena sisi objektif Profesor Erbor telah dicemari sentimen negatif. Dengan kata lain, sang Profesor sengaja merancang skenario malpraktik agar Dalson mati. Tiada penyesalah di hatinya, tetapi suara muntahan Dalson yang keras dan mengganggu masih menghantui ingatannya sampai hari ini.
Sekarang, suara aneh yang datang dari bilik nomor satu mengingatkan Profesor Erbor pada kebiasaan buruk Dalson. Suaranya sama persis. Nyaring dan menjijikan, berulang-ulang, sungguh mengganggu.
Kaki Profesor perlahan-lahan mendekati bilik tersebut. Kabel-kabel asumsi di kepalanya saling tumpang-tindih, berusaha menyusun sebegitu banyak spekulasi setiap kali mengambil langkah mendekat.
Undead tidak bersuara seperti itu. Tidak pula cukup pintar untuk meniru bunyi kucing muntah. Kalau sampai iya, maka uji abnormalitas mungkin perlu sedikit diperlama.
"Dalson, kaukah itu?" desis Profesor, mulai diburu perasaan bersalah yang muncul setelah sekian lama.
Ia memberanikan diri mendorong pintu bilik. Profesor Erbor berjengit, tak sanggup menyambut hal apa yang menunggunya di balik pintu. Sepersekian detik kemudian, ia terbelalak.
Undead-nya memang aneh. Sangat aneh, malahan. Lehernya jadi sebesar buah kelapa, sementara dari mulutnya merembes cairan warna hijau kekuningan. Mirip nanah, tetapi bukan.
"Demi Nirhilim jika memang nyata," sebut Profesor Erbor, terhenyak.
Sang undead mendengarnya, dan langsung meludahkan gumpalan hijau ke arah Profesor.
BUK!
Profesor Erbor spontan membanting pintu. Undead-undead lain meraung karena suaranya keras sekali. Namun, kabar buruknya, papan kayu yang digunakan sebagai penutup bilik itu mengeluarkan asap. Sedikit demi sedikit permukaannya keropos. Hingga, wajah dari sang undead terlihat dari lubang yang diciptakan oleh ludah korosifnya.
Profesor Erbor termangu. Ini jauh dari praduga mana pun yang pernah dibuatnya. Zat korosif yang menyebabkan rambut dan pakaian korban tergigit meluruh, ternyata juga bisa diproduksi menjadi senjata mematikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grimbolk Tales
Mystère / ThrillerJudul: Grimbolk Tales Genre: Fantasi, Thriller, Misteri Tag: Zombie, Apocalypse, Aksi, Drama Blurb: Tidak banyak orang yang seberuntung Will. Ia bangun di rumah sahabatnya dengan secangkir pengkhianatan, seporsi luka di punggung, dan asupan katastro...