"Kapten, aku tahu ini bukan waktu yang tepat. Tapi, anggota komunitas membutuhkan suaramu. Mereka ingin tahu apa langkah kita selanjutnya." Babel berdiri menghadap Kapten C yang duduk di atas dipan kamarnya.
Elf jangkung itu tertunduk kosong. "Laporanmu, Babel!"
"Ba-baik! Berdasarkan keterangan Nyonya Spark, kita telah kehilangan enam ekor kuda. Percy dan Meg sedang mencari dua kuda yang mereka tinggalkan di hutan."
"Bagaimana dengan orang-orangku?"
"K-kau yakin ingin mendengarnya, Kapten?"
"Jawab saja!"
"Ba-baik! Kelompokku telah kehilangan empat orang. Semuanya mati. Kelompok Percy kehilangan dua orang, sama. Kelompok Morbit kehilangan semua anggotanya. Beberapa mati, beberapa kabur. Serangan kemarin menewaskan dua belas anggota komunitas. Totalnya ... sekitar dua puluh satu korban, Kapten."
Kapten C langsung mendengus berat. Matanya terpejam. Dua puluh satu bukan jumlah yang sedikit. Apalagi semua korban itu adalah sisa penduduk kota yang harusnya tetap hidup agar mempertahankan populasi di Grimbolk.
Tamparan keras untuk Kapten C. Ia bahkan sempat hening sejenak, membuat Babel agak cemas. Elf kulit hitam itu memegang pundak sang Kapten, berusaha menguatkannya.
"A-aku tahu ini sulit, tapi—"
"Lihat diriku, Babel! Aku menyedihkan. Kakiku pincang. Bagaimana caraku melindungi kalian, sementara aku butuh tongkat untuk berjalan?"
"Kapten." Babel menatap iba padanya.
"Kuharap aku mati saja." Kapten C menepis tangan Babel.
"Jika kau mati, Kapten, maka kami semua mati. Kau yang terkuat di antara kami," timpal Babel. "Ingat ketika aku berusaha mengalahkanmu? Kurasa itulah keputusan terbodoh dalam hidupku. Aku berusaha merebut tanggungjawab yang tidak mampu diemban oleh siapa pun, kecuali dirimu."
Kata-kata motivasi saja, sayangnya, belum cukup membangunkan singa yang tertidur di dalam hati sang Kapten. Masalah yang lebih kompleks menjangkiti pikirannya.
Dengan sosok elf pincang nan menyedihkan ini, Kapten C ragu masih ada yang mau mendengarkannya. Bahkan mungkin sekarang Babel lebih pantas memimpin, pikirnya.
"Aku butuh istirahat, Babel. Bicaralah pada mereka. Kau yang pimpin sekarang. Laksanakan tugasmu!"
Mata Babel membulat kaget. "Ka-Kapten, kau serius?"
"Lakukan!"
"Siap!"
Elf rambut cepak itu segera berdiri. Kini, posisinya sebagai Wakil Kapten benar-benar berfungsi. Dengan vakumnya Kapten C, Babel punya otoritas penuh terhadap seluruh segmen di komunitas.
Entah harus bangga atau pusing, ia tidak tahu. Selama ini, Babel selalu bekerja di bawah bayang-bayang sang Kapten. Aura karismatiknya buruk. Bahkan Murray yang pendiam saja lebih didengar ketika bicara.
Itulah sebabnya, keringat dingin menggenang di pelipis Babel ketika dirinya meninggalkan kediaman Kapten C. Tepat di detik yang sama, ia mendapati Will di depan pintu, hendak bertamu.
"Aku ingin bicara dengan Kapten C," katanya.
"Kapten sedang istirahat. Tidak bisa diganggu."
"Tapi ini penting."
"Lain kali, Will. Waktu tidurnya lebih penting sekarang."
Will menghela napas sabar. "Baiklah. Sampaikan padanya aku ingin bicara, kapan pun ia siap."
Tatkala Will hendak berlalu, lampu inspirasi tiba-tiba mekar di otak Babel. Kebijakan pertama sebagai kapten yang baru, mungkin, haruslah tegas dan unik. Bagaimana jika membiarkan seorang kurcaci berceramah di hadapan para elf?
KAMU SEDANG MEMBACA
Grimbolk Tales
Misteri / ThrillerJudul: Grimbolk Tales Genre: Fantasi, Thriller, Misteri Tag: Zombie, Apocalypse, Aksi, Drama Blurb: Tidak banyak orang yang seberuntung Will. Ia bangun di rumah sahabatnya dengan secangkir pengkhianatan, seporsi luka di punggung, dan asupan katastro...