Bab 44 - Bara Api di Tengah Salju

9 3 8
                                    

Percy tak pernah sebimbang ini sebelumnya. Pikiran elf kurus itu kalut, lebih nelangsa dibanding saat nyawanya terancam di gorong-gorong.

Jelas, semenjak insiden di rumah Nathan, apa pun yang terjadi, sosok Will selalu ada di sisi Percy. Ia bergantung kepada kurcaci itu. Untuk hidupnya, ataupun untuk perasaannya sendiri.

Sekarang Will sudah pergi. Percy bagaikan anak ayam yang kehilangan induk, tak tentu arah. Selama bermenit-menit, ia membeku di depan pintu rumah Kapten C, dengan bulir peluh dingin yang merayapi leher serta wajahnya.

Apa yang harus kukatakan?

Jika harus ada orang yang merasa kehilangan atas Will melebihi Percy, maka jawabannya pasti Kapten C. Ia telah menggantungkan segalanya pada Will. Hidup, harga diri, kepercayaan, impiannya.

Pilar yang menjadi pegangan Kapten C di kala lelah melanda sudah ambruk. Secara mengejutkan. Tanpa kabar. Bahkan tanpa salam perpisahan.

Apa yang harus kukatakan?

Lagi-lagi Percy termangu. Ia nyaris putar arah dari pintu yang serasa kian menyeramkan itu. Namun, sesaat kakinya bergeser, Kapten C telah berdiri di belakangnya.

"P, aku mencari-carimu," ujarnya. "Babel bilang kau juga mencariku. Kurasa ini jadi seperti ajang cari-carian. Terdengar konyol. Bahkan untuk elf sepertiku. Ngomong-ngomong, di mana Kapten kita? Will?"

Percy berjengit. Badannya masih membelakangi sang Kapten. Elf itu akhirnya memberanikan diri untuk berbalik.

Kapten C mengernyit. Keringat di wajah Percy lebih banyak dibandingkan terakhir kali dirinya dikejar undead.

"Ka-Kapten," ucap Percy lesu.

"Lanjukan, P." Kapten C menatap curiga, seakan tahu ada yang tak beres.

Percy menarik napas. Jemarinya goncang. Sungguh, ia berharap detik itu juga Will muncul dan bilang kalau semua ini cuma mimpi. Akan tetapi, Will tidak pernah terlihat sejauh mata Percy menerawang. Ia sendirian, berhadapan dengan Kapten C yang menunggu gusar.

"Ada apa?!" Kapten itu meneriakinya.

"Kapten Will pergi." Percy menceplos.

"Ke mana?"

Percy menggeleng.

"Sampai kapan?"

"Ia tidak bilang apa-apa tentang itu. A-aku minta maaf." Mata Percy berkaca-kaca, teringat akan perpisahan mereka di tengah cengkraman salju.

Kapten C hening sejenak. Wajahnya tidak membeberkan apa pun. Padahal ini kejadian yang amat besar. Ia kecolongan. Kepercayaannya jatuh di tangan yang salah.

"Terima kasih sudah memberitahu." Elf berambut pirang itu berujar tenang. "Kau boleh pergi."

"Ka-Kapten--"

"Pergilah! Aku ingin istirahat."

Badan Percy melunglai. Tanpa banyak membantah, elf itu segera hengkang. Kapten C juga  tertatih-tatih menuju kediamannya. Mereka tidak saling lihat lagi setelah itu.

Selepas pintu tertutup, sang Kapten menarik napas panjang. Ia mencengkram tongkatnya, hingga urat hijau meliuk di antara buku-buku jarinya. Kening Kapten C berkedut, seiring tatapan yang kian surut.

Desau napas penuh kekecewaan beterbangan ke seisi kamar. Detak jantungnya ikut menambahi, seolah memberitahu bahwa kehilangan Will berarti kehilangan hidupnya.

"Will," lirihnya. "Will. Will. Will. Kau milikku, Will!"

Kapten C melibas barang-barang di atas meja. Semuanya tersepai ke lantai.

Grimbolk Tales Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang