Hujan selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu, setidaknya bagi Frank. Sebagai seorang elf yang tumbuh di pertanian pesisir Grimbolk, Frank menganggap hujan sebagai air yang tumpah dari penyiram tanaman Ifhilim. Menghidupkan dunia dengan kasih sayang-Nya.
Hujan juga menjadi saksi ketika ia melamar istrinya, Ross. Saat itu mereka dijodohkan, seorang anak petani dengan anak peternak. Sulit sekali pada awalnya untuk mengakrabkan diri, terutama bagi Frank yang selalu rendah diri.
Pertemuan demi pertemuan berlalu, dan Frank mulai memanggil calon istrinya Rossie. Mereka ternyata sangat dekat, sangat cocok.
Sejauh yang Frank ingat, Rossie dulu tidak gemuk. Malahan ia gadis terlangsing yang pernah ditemui Frank. Wajahnya juga cantik, berpadu dengan rambut ikal mempesona.
Hanya sedikit kurangnya gadis itu, pikir Frank. Rossie terlalu cerewet dan senang mencampuri urusan orang lain. Namun ia tetap mencintainya. Frank membuktikan cinta tersebut dengan kehadiran Albert Dubb. Tepat di malam mendung rintik-rintik.
Entah seberapa penting arti hujan dalam hidupnya, hanya Frank yang tahu. Mungkin sepenting Rossie dan Albert. Hal itu terkadang membuatnya berpikir, apakah pernikahannya bertahan karena cinta, atau justru karena hujan?
Tentu Frank yakin ketika dilahirkan ke dunia, Rossie tak pernah berharap punya suami bergigi tonggos yang miskin. Meski di sisi lain, Frank kelewat ingin meminang gadis cantik, tak peduli pada fisiknya sendiri yang serba kurang.
Siapa pun juga tahu kalau hujan takkan sanggup mempertahankan pernikahan. Hanya saja, sulit sekali meyakini bahwa benang yang merajut rumah tangga mereka sampai sekokoh ini bernama cinta.
"Maafkan aku, Rossie." Frank termenung di pinggir jalan, mengisap rokoknya, sementara langit mulai mendung.
Kota yang kelam. Langit lembayung Grimbolk memang selalu meninggalkan kesan getir. Hawanya dingin menusuk. Apalagi di penghujung musim gugur.
Suasana jalan begitu senyap. Tak ada kereta kuda, kambing para kurcaci, atau penduduk yang berlalu-lalang. Frank sendirian. Hanya ia dan asap rokoknya.
Namun seorang gadis kecil datang tiba-tiba. Duduk berdampingan dengan Frank. Mereka tak bicara sama sekali. Sampai rintik hujan pertama turun.
"Kau akan sakit kalau masih di sini, Levia," ujar Frank. "Hujan buruk untuk anak-anak."
"Jangan khawatir, Paman Frank." Levia tersimpul tipis. "Aku suka hujan. Dan aku sudah telanjur sakit."
Frank mulai penasaran. "Sakit apa?"
"Tidak tahu. Tapi aku tahu dari mana datangnya."
"Dari mana?"
"Darimu."
"Yang benar saja! Sudahlah, Levia. Kau tidak berbakat melawak. Albert jauh lebih lucu."
Levia menoleh ke arahnya. Frank masih asyik merokok, tidak tahu kalau mata Levia sudah hilang satu dan mulutnya robek.
"Paman Frank, boleh aku bertanya?"
"Tentu."
"Apa kau mencintai Madam Ross?"
"Sangat. Memilikinya adalah prestasi terbesar sepanjang hidupku."
"Tapi kenapa kau menyesal? Kau menangis setiap malam. Mengutuk dirimu."
Frank tercenung. Ia melirik Levia, tetapi gadis itu sudah berpaling.
"Dari mana kau tahu itu?"
"Aku ... ya tahu. Tatapanmu yang menceritakannya padaku. Jadi, mengapa tak kau ceritakan yang sebenarnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Grimbolk Tales
Mistério / SuspenseJudul: Grimbolk Tales Genre: Fantasi, Thriller, Misteri Tag: Zombie, Apocalypse, Aksi, Drama Blurb: Tidak banyak orang yang seberuntung Will. Ia bangun di rumah sahabatnya dengan secangkir pengkhianatan, seporsi luka di punggung, dan asupan katastro...