"Aku mengajukan diri!"
Bulroy terbelalak. "Emily! Apa-apaan ini?!"
"Aku mengajukan diri!" Emily menutup mata, berusaha mengabaikan suara sang pacar.
Bulroy bersikeras menurunkan tangan gadis itu, tetapi Kapten C menyuruh orang-orang untuk memisahkan keduanya. Paman Ramon dan Bibi Spark tak menyangka cucu mereka bisa senekat ini. Namun, setelah melihat wajahnya yang penuh keyakinan, keraguan itu beranjak sirna.
"Kapten C! Aku juga mengajukan diri! Pilih aku! Jangan dia! Kumohon!" pekik Bulroy.
"Pilih aku saja!" Emily melawan. "Bulroy terlalu lembut. Sangat mudah diintervensi."
Bulroy sontak tersinggung. "Apa maksudmu?! Kau tidak mengerti, Emily. Posisi itu bukan untuk coba-coba. Kenapa mendadak jadi begini?"
"KARENA AKU MUAK!" Emily menumpahkan emosinya. "Aku menghabiskan waktu di sini untuk mengobati orang-orang. Aku merawat mereka dengan sungguh-sungguh. Berdoa untuk mereka. Tapi aku bahkan tak sanggup menyelamatkan satu pun saudariku! Mereka mati karena aku lemah!" Mata bermanik biru itu menahan tangis.
Sang pacar lantas terdiam. Mereka telah bersama cukup lama. Emily bukan tipe gadis yang rela bersusah payah menyembunyikan air matanya. Jika sedih, ia pasti menangis dalam pelukan Bulroy. Namun, kali ini berbeda. Wajahnya merah menahan tangis.
"Emily, ma-maafkan aku," ujarnya tak tega.
"Aku ingin menjadi Kapten untuk melindungi tempat ini. Pengkhianat memang seharusnya dicampakkan, tak peduli siapa pun itu. Loyalitasku hanya untuk Kapten C dan komunitas." Emily menatap mimbar. Matanya berkaca-kaca.
Emily Higgins tampil memukau di hadapan Kapten C. Ia bintangnya. Padahal, tiada satu pun yang memperhitungkan gadis itu sebagai calon Kapten.
Kepesimisan orang-orang bukannya tanpa alasan. Selama ini, Emily dikenal sebagai elf yang cengeng dan lemah. Keahliannya bersembunyi di balik ketiak pacarnya, bakatnya menangis ketika takut, kelebihannya berlari meninggalkan orang lain saat terdesak.
Di sisi lain, nama Bulroy mulai harum ketika dirinya ikut mempertahankan komunitas bersama Kapten C. Lelaki itu bertarung sekuat tenaga, meski kepala adiknya menggelinding di tanah. Wajar jika sebagian besar anggota komunitas percaya padanya.
Tepuk tangan Kapten C mencairkan ketegangan. Elf pirang itu tersenyum lebar. Irisnya beradu pandang dengan Emily. Semua orang spontan berspekulasi bahwa pilihan sang Kapten akan jatuh pada gadis itu.
"Aku hargai keberanianmu, E. Keberanian baru yang begitu segar, persis bunga Peoni di tengah musim panas," ujarnya. "Katakan padaku, apa makna pemimpin bagimu?"
"Semua yang kau lakukan adalah makna pemimpin bagiku," sahut Emily cepat. "Hanya kau yang peduli pada komunitas ini saat kami lari ketakutan. Kau mempertaruhkan nyawamu pada hari itu, merelakan dirimu terkubur di dalam reruntuhan. Sekarang giliranku yang mempertaruhkan nyawa demi mimpimu."
Kendati mencoba bersikap tenang, Kapten C tak kuasa menyimpan raut kekagumannya. Pada hari yang sama di kala itu, ia bertanya-tanya apakah ada yang peduli dengan pengorbanannya selama ini. Jawaban Emily akhirnya memungkas kekhawatiran tersebut.
Bulroy tertunduk pasrah. Emily berhasil mencuri hati sang Kapten dengan keberaniannya. Jelas sekali siapa yang akan didapuk menjadi anggota Komite Enam yang baru.
"Ambisi semacam itu yang membuatku mampu terus bergerak maju. Rasanya seperti bercermin, kau dan aku, E. Senang akhirnya bisa saling tahu." Kapten C tersanjung.
Emily semringah mendengarnya. Terkesan seperti prolog sebelum keputusan yang membanggakan. Ambisinya menjadi pemimpin akan benar-benar terwujud.
"Potensimu jempolan, E, sungguh," tukas Kapten C. Raut wajahnya berubah tak enak. "Tapi maaf, sulit memilih pemimpin yang mentalnya kurang stabil. Singkirkan amarahmu dulu, dan biarkan pacarmu yang memimpin. B, kemarilah! Kami memilihmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Grimbolk Tales
Gizem / GerilimJudul: Grimbolk Tales Genre: Fantasi, Thriller, Misteri Tag: Zombie, Apocalypse, Aksi, Drama Blurb: Tidak banyak orang yang seberuntung Will. Ia bangun di rumah sahabatnya dengan secangkir pengkhianatan, seporsi luka di punggung, dan asupan katastro...