Bab 46 - Sang Corvus dan Utusan-Nya

19 3 25
                                    

"Aku mendapat pencerahan. Kak Archie, kurasa Nirhilim telah memilihku sebagai utusan-Nya."

"Z-Z-Zoe, a-aku t-t-tidak p-pa-p-paham. K-ke-kenapa k-kau m-membawaku?"

"Karena aku ingin menyelamatkanmu. Dalam mimpiku tadi malam, seseorang berjubah hitam datang dan memberitahu kalau komunitas ini akan hancur. Semuanya akan mati."

"M-mati?!"

"Iya! Semuanya! Kecuali yang ingin kuselamatkan." Zoe tersenyum lebar. "Dan aku memilihmu, Kak Archie. Aku meninggalkan yang lain dan hanya memilihmu."

Archie mendengus pasrah. Tangannya ditarik bocah berambut panjang itu menuju suatu tempat. Mereka berjalan mengendap-endap, selagi penghuni komunitas sibuk beraktivitas.

Zoe menyebutnya pencerahan, sebuah mimpi aneh tentang pertemuannya dengan makhluk berjubah hitam. Anak itu mengingat detil mimpinya dengan baik.

Ia menyusuri sisi selatan komunitas, tempat di mana pagar kawat sedikit kendur. Zoe menyeberangi pagar itu bersama Archie, kemudian lari ke dalam hutan.

Meski elf yang digandengnya berulang kali berontak, tetapi Zoe terus memaksanya. Ia selalu bilang bahwa ini demi kebaikan mereka. Tuhan telah memberi karunia-Nya kepada kita, demikianlah alasan Zoe.

Jejak mereka tertinggal di atas salju. Zoe mendaki pelan tumpukan salju di bawah pepohonan ek. Beruntung tak ada undead yang datang, sebab langkah mereka benar-benar ribut.

Sesaat tiba di dekat pohon ek berdaun layu, elf itu berhenti. Wajahnya sumringah, lengkap dengan lompatan girang.

"Ini pohonnya! Di sini!" ujarnya kesenangan. "Wahai Tuhanku! Aku di sini! Aku mendatangi-Mu!"

"Z-Z-Zoe! Z-Zoe! Le-lepaskan!" Archie bersusah payah menarik tangannya. Ia takut jika gelegar suara Zoe akan memancing para undead.

Zoe tidak membiarkan "orang pilihannya" kabur begitu saja. Mereka berdua terjerembab karena saling tarik-tarikan. Archie tertatih-tatih berdiri, tetapi karena fisiknya lemah, Zoe sempat menangkap tangannya lagi.

"Apa kau tidak mengerti?! Aku berusaha menyelamatkanmu! Aku ini utusan Tuhan!" Bocah itu mulai emosi.

"Bu-bukan! K-k-kau ... k-k-kau o-o-orang g-gila!"

"Diamlah! Dasar tak tahu malu!" Zoe menaiki badan Archie, membekap mulutnya sekuat mungkin.

"Z-Z-Zoe!!!" Archie melawan. Napasnya tercekik.

"Apa kau mau masuk neraka?! Kau sudah melawan utusan Tuhan! Kau tidak boleh begitu!"

"K-KAU IBLIS!" Archie menjerit kencang.

Kalap sudah sang utusan. Ia mencekik Archie sembari menyumpal mulutnya dengan gumpalan salju. Wajah Archie membiru. Napasnya ditarik paksa.

"MATI! MATI! MATI!" Zoe berteriak di depan wajah mangsanya. "MATI!!!!"

"HENTIKAN!"

Suasana seketika hening. Archie terkulai lemas. Setengah nyawanya mungkin sudah tiada. Di sisi lain, Zoe menoleh ke arah suara yang menyuruhnya berhenti.

Tepat di bawah pohon ek berdaun layu, sebagaimana mimpinya tadi malam, Frank berdiri bersama seseorang berjubah hitam. Mata Zoe membulat. Perhatiannya seketika tersita oleh sosok tersebut. Itulah Tuhannya.

"Kau menggenapi mimpimu, Zoe." Frank mendekati anak itu. "Usahamu pasti akan diganjar dengan balasan setimpal."

"Paman Frank! K-kau masih hidup?"

"Aku hidup karena kebaikan hatinya." Frank menunjuk si jubah hitam. "Dialah tuanku, dan tuan beberapa orang di komunitas."

"Diakah Nirhilim?" Jantung Zoe berdegup tak karuan. "Paman! Jawablah!"

Grimbolk Tales Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang