Bab 29 - Seorang Elf Bernama Ester

7 3 9
                                    

"Aku senang menghabiskan waktu dengan kalian. Sekarang waktunya pergi. Aku pamit, ya." Aaron tersenyum pada Frank dan dua temannya. Lengan serta kaki anak itu kembali utuh.

"Aaron, mau pergi ke mana kau?" Frank bertanya.

"Tidak tahu. Aku hanya merasa sekarang adalah waktunya untuk berpamitan."

"Bagaimana dengan Bulroy? Kakakmu pasti merindukanmu." Frank seolah mencegah Aaron melangkah lebih jauh.

Elf kecil itu tersenyum tipis. "Kakakku sudah bahagia, Paman Frank. Aku takut akan merepotkannya kalau masih di sana. Semoga kami bisa bertemu lagi suatu saat."

Frank akhirnya mendengus pasrah. Matanya sedikit berkaca-kaca.

"Jaga dirimu, Aaron. Selamat tinggal."

Wajah Aaron lantas sumringah. Ia mengangguk, sebelum akhirnya lesap perlahan-lahan dari pandangan Frank. Suasana sunyi kembali merajai kota.

"Aku juga ingin pamit. Waktuku sudah sampai." Si gadis pirang, Levia, menyusul berdiri.

"Kau juga, Levia?" Frank tak terima.

"Iya, Paman Frank. Entah mengapa aku merasa sangat senang. Kuharap Kak Emily, Kakek Ramon, dan Nenek Spark baik-baik saja di sana. Terima kasih buat segalanya. Dadah!"

Frank hanya diam menyaksikan sosok Levia yang semakin buram dari matanya, hingga musnah ditelan temaram. Ia menghela napas pedih. Hanya tersisa dirinya dan sang putra kesayangan.

"Apa kau juga akan meninggalkanku, Nak?" tanya Frank.

Albert tidak menyahut. Wajahnya biru seperti orang tercekik. Elf gemuk itu basah kuyup, dibanjiri keringatnya sendiri. Tangan kanannya pun juga buntung. Frank yang mendapati kondisi nahas putranya tidak goncang sama sekali.

"Kau masih mau berjuang, rupanya. Sejak dulu aku selalu percaya. Kau akan membuat ayahmu bangga, Albert."

~~Grimbolk Tales~~

"A-Aaron? A-Aaron!? Aaron!" Bulroy memungut kepala sang adik, memeluknya setengah takut. "Apa-apaan ini!" rintihnya gemetar.

Emily yang keluar dari tempat persembunyian segera menghampiri pacarnya. Ia terpatung begitu melihat jasad Levia yang terbujur kaku dengan lubang sayatan di leher.

"Levia? Le-Levia! Apa yang terjadi?!" Gadis itu mengenggam tangan dingin adiknya.

"A-Aaron, tenanglah. Kakak ... Kakak akan menolongmu!" Bulroy lekas-lekas menghapus air matanya.

Elf rambut cokelat itu membawa kepala sang adik menuju tubuhnya. Seakan usahanya pasti berhasil, Bulroy tampak optimis seraya mendorong-dorong leher yang sudah putus itu. Setiap kali direkatkan, daging-dagingnya terpisah lagi.

"Ayolah, Aaron! Jangan bercanda! Cepat bangun!" rengek Bulroy. "Kita punya rencana, ingat, 'kan? Kau akan jadi dokter, dan Kakak adalah perawatnya. AYO BANGUN!"

Terlalu jelas bagi Bulroy. Ia hanya takut menerima realita. Sejauh mana pun dipaksanya kepala itu menyatu, tetap tidak bisa. Aaron telah tiada.

"A-aku tidak bisa. Maaf, maaf." Elf itu berdiri panik. Ia mundur, menyentuh pinggiran pagar. "Aku tidak mau seperti ini!" Bulroy hendak melompat ke bawah.

"Sembrono!" Kapten C seketika menarik pemuda itu, menyentak punggungnya ke dinding sampai Bulroy terduduk lemas. "Sikapmu barusan menghina kematian adikmu!"

Bulroy menggeleng. Tatapannya kosong.

"Kau harus kuat! Tegarlah! Kematian adalah kesepakatan setiap orang yang datang ke sini, B. Sejak awal kita tahu salah satu di antara kita pasti menjadi korban. Harapanlah yang membuat kita berani menerima kenyataan."

Grimbolk Tales Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang