Bab 16 - Bisikan Kasar di Hati yang Lembut

17 5 29
                                    

"Kau akan kalah, Zoe!"

Albert mengambil pedangnya, mencoba menebas sang lawan. Zoe tidak beranjak sedikit pun. Ia tahu Albert lebih kuat, dan akhir dari duel bodoh ini sebenarnya sudah ditentukan.

Akan tetapi, Albert yang kuat itu terlihat masih kerepotan mengangkat pedang. Urat lehernya sampai menyembul. Pedangnya berhasil diangkat, dan jatuh terhempas dalam sekejap. Aaron tertawa, tetapi Levia segera menyumpal mulutnya. Mereka tak ingin cari gara-gara dengan Albert.

"Tunggu saja kau, Zoe! Aku akan membuatmu menangis," ujar Albert, masih sibuk sendiri.

Zoe tidak menyahut. Ia hanya menatap pisau yang sekarang terkepal di tangannya. Setiap kali menatap pisau tersebut, sensasi aneh menjalari hatinya. Ada rasa senang. Rasa berkuasa. Seolah dirinya mampu menikam dunia sekarang juga.

Kemudian, tatapan itu beralih kepada Albert yang asyik mengomel. Pantat gemuk anak itu seakan meledek Zoe. Dan, caranya bicara benar-benar tidak pantas didengarkan. Zoe sudah muak!

Langkah pertama elf berambut panjang itu akhirnya diambil. Ia mendekati Albert, lengkap dengan sebilah pisau. Jelas bukan niat baik yang dibawanya. Ujung pisau yang mengilap itu, bisa saja berakhir di dalam tubuh Albert.

"Kau harus mendengarkanku, Zoe. Ayahmu, ibumu, mereka sudah pergi. Aku akan membuktikannya dengan mengalahkanmu hari ini." Albert terus meracau, tidak sadar dirinya sedang terancam.

Langkah Zoe yang semula ragu menjadi semakin bernafsu. Ia merapat cepat-cepat. Sorot matanya dirasuki amarah. Albert berada di ujung tanduk, terutama dengan pisau yang telah diarahkan padanya.

"Aaron, lihat!" Levia memberitahu. "Zoe! He-hentikan!"

"Albert, awas!" Aaron berteriak.

Gigi Zoe bergemeletuk. Pitamnya naik setinggi langit. Hanya benci. Perasaan itu dihimpunnya ke ujung pisau yang tertodong, siap menghujam punggung Albert.

"Mati!"

"Berhasil!" Albert sukses mengayun pedangnya ke belakang, dan tepat menepis tikaman Zoe.

Benturan besi berdenting. Keduanya sama-sama kaget. Albert tidak menyangka sedari tadi dirinya dalam bahaya. Sebaliknya, Zoe tidak menyangka bahaya yang dibawanya berakhir gagal.

"Zoe! Apa-apaan kau?!" bentaknya. "Menyerangku dari belakang? Dasar pengecut!"

"Hajar dia, Albert!" Aaron memanas-manasi.

Albert sontak melepas pedangnya, dan menendang Zoe sampai terhempas. Pisau anak itu terlempar jauh. Ia tidak punya apa-apa sekarang.

"Pengecut! Pengecut!" Albert menindih tubuh lawannya, melayangkan pukulan demi pukulan.

"Albert, cukup! Cukup!" Levia berusaha melerai, tetapi gadis itu bahkan tak berani mendekat.

BUK! BUK! BUK!

"Aku membencimu, Zoe! Aku benci caramu melihatku. Kau terlalu banyak diam. Kau pikir kau siapa, hah?"

Zoe membisu. Telinganya dipenuhi bunyi tinju Albert yang datang bertalu-talu. Rasanya sakit. Tetapi elf itu tidak bereaksi. Pikirannya tertinggal beberapa waktu ke belakang, ketika masih memegang pisau. Sensasi itu benar-benar menghipnotis Zoe.

"Bangun!" Albert menariknya sampai berdiri.

Zoe masih melamun, padahal ujung bibirnya memar.

"Aku ... mau ... pisauku," gumamnya.

"Diam!" Albert memukulnya sekali lagi sampai jatuh. "Kau tahu, Zoe? Dari dulu aku tidak menyukaimu. Ibuku yang memaksaku berteman denganmu. Dan saat kita bermain, aku selalu berdoa mainanmu rusak. Tapi ayahmu pasti akan membelikannya lagi, kan? Enak sekali hidupmu!"

Grimbolk Tales Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang