"Menurut kalian rencananya akan berhasil?" Seorang elf wanita bertanya.
"Ini rencana besar, taruhannya hidup dan mati. Disampaikan kurang dari sepuluh menit, dieksekusi kurang dari satu jam. Dan, ya, kurasa akan berhasil." Sang rekan menanggapi santai sambil mengisap sebatang cerutu.
"Kalau bukan karena bencong itu, kita pasti masih kebingungan. Babel dan si Murray apalah itu, mereka cuma melongo di mimbar, seperti orang kepergok masturbasi. Konyol sekali." Satu elf lagi—berkumis cokelat—ikut menyahut. "Hey, bagi aku sehisap!" Ia menarik cerutu dari mulut temannya.
"Bodoh!" Si elf cerutu memukul kepala elf kumis cokelat. "Aku nyaris mati demi cerutu ini, tahu! Cari cerutumu sendiri sana!"
"Ayolah, Warren! Kenapa jadi pelit begini tiba-tiba, hah? Sebelumnya kita bahkan saling meminjam pakaian," protes elf kumis cokelat.
"Itu waktu Babel memimpin. Setelah jadi anak buah si C, ia tidak mau lagi bergaul dengan kita. Kerjanya cuma mengekori pantat majikannya." Warren menjawab seraya meniup kukus dari mulutnya. "Sekarang kita sendiri-sendiri, Sid."
"Itu bukan salah C." Si elf wanita menyanggah. "Salah Babel sendiri kalah dua kali. Kita memang sering mengandalkannya, bergantung padanya. Tapi ingat prinsip kita, selalu ikuti yang terkuat. Saat ini aku mengikuti C."
"Poin yang bagus, Meg. Buat Warren mengerti!" tambah Sid.
Warren hanya berdehem menahan tawa. Asap rokoknya disemburkan ke wajah Sid.
"Apa yang kau lakukan, Tolol?!" protes Sid terbatuk-batuk.
"Tadi kau minta sehisap, 'kan?" Warren meledeknya.
Obrolan ketiganya harus putus tatkala Will dan Percy datang. Mereka baru saja menembus hutan, mengamati kondisi perbatasan Herragia yang dipenuhi undead. Warren segera menginjak cerutunya dan menghampiri mereka.
"Jadi, bagaimana?" Meg duluan bertanya.
"Babel benar. Undead-nya sangat banyak. Aku tidak tahu apakah rencana ini benar-benar berguna," jawab Percy.
"Memangnya kau punya rencana lain, Rambut putih? Percy, 'kan?" Warren menyambung.
Percy menggeleng. "Sudah terlambat untuk menyusun rencana baru."
"Tepat sekali," timpal Warren enteng. "Kita ikuti saja rencana si Bencong. Cepat!"
Mereka bergegas mengambil posisi. Will mengangkat kapaknya, bersamaan dengan tangan Percy yang menggenggam pedang. Sid dan Meg naik ke atas kuda, sama-sama membawa busur. Warren menunggu santai di sebelah lusinan kaleng kosong yang entah gunanya apa.
"Tunggu sinyal dari kelompoknya Murray," ujar Will.
~~Grimbolk Tales~~
Murray dan Babel mengintip dari balik pohon, coba menaksir-naksir jumlah undead yang akan mereka seret pergi dari Herragia. Pemandangan semacam ini cukup familiar bagi Murray, mengingatkannya pada festival panen Grimbolk yang diadakan setiap tahun sekali.
Karavan-karavan besar akan dibawa, dipamerkan, disusul tepuk tangan para penonton. Setelah iring-iringan karavan habis, walikota akan membagikan hasil panen secara gratis. Semua orang akan berebut demi setangkai seledri atau bola kubis layu. Sungguh ironis.
Sekarang, orang-orang rakus itu—sama banyaknya—telah menjadi makhluk lain yang juga akan berebut. Mereka akan memperebutkan daging segar.
Meski terkesan buru-buru, tak ada yang berani menentang rencananya Ester. Bukan mereka takut, melainkan didesak oleh risiko yang tidak main-main. Sekali saja ledakan iseng bersuara di dekat Herragia, maka tamatlah sudah. Lebih baik berusaha secepat mungkin dan mati, daripada menunggu besok dan mati. Itulah alasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grimbolk Tales
Misterio / SuspensoJudul: Grimbolk Tales Genre: Fantasi, Thriller, Misteri Tag: Zombie, Apocalypse, Aksi, Drama Blurb: Tidak banyak orang yang seberuntung Will. Ia bangun di rumah sahabatnya dengan secangkir pengkhianatan, seporsi luka di punggung, dan asupan katastro...