Hari beranjak malam ketika Meg berjalan sambil mengangkat tangan. Beberapa langkah ke belakang, ada Ruben yang lengannya masih dipelintir oleh Jotun. Mereka bergerak menembus rongrongan kabut dingin.
Jotun mengancam akan mematahkan tangan Ruben jika Meg tidak menurunkan busur panahnya. Tentu gadis elf itu takkan menurut begitu saja. Bahkan, bidikannya semakin menjadi-jadi.
Lalu, Ruben menangis, memohon diselamatkan karena salah satu lengannya diremas kuat sekali. Meg terpaksa menyerah. Busurnya jatuh ke tanah, dan demikianlah yang terjadi sampai ia digiring menuju markas "Penghuni gorong-gorong".
"Jalan!" Jotun bersuara berat, meneriaki Meg.
Kapten C dan petinggi komunitas pernah membuat peta ekspedisi Grimbolk. Mereka menyisir kota setiap hari. Dari Herragia, perbatasannya, balai kota, hingga sisi barat. Namun, wilayah timur luput dari perhatian mereka.
Sejujurnya, Meg senang jika mereka mengabaikan sisi timur. Tiada yang tersisa di sana. Semuanya telah dijarah oleh orang-orang barbar. Kumpulan petarung gila yang rela memangsa apa pun demi bertahan hidup. Meg pernah menjadi bagian dari mereka, dan ia tak sudi kembali ke sana.
Selepas menempuh perjalanan jauh, ketiga elf itu akhirnya tiba di sebuah pemukiman. Meg lantas terperangah. Bukan seperti ini cara hidup mantan kelompoknya. Tidak dengan pagar-pagar runcing, tenda, dan obor yang berderik nyaring. Sesuatu pasti telah terjadi.
"Buka pagarnya!" gelegar Jotun.
Dua elf penjaga lekas bergerak. Penampilan mereka lusuh, terlihat seperti sudah cukup lama disiksa oleh kehidupan.
Jotun membawa kedua sanderanya menuju tanah lapang, tempat di mana sebuah air mancur besar berdiri. Sejumlah elf berkerumun di sekelilingnya, berwajah garang.
Meg dan Ruben dipaksa bersimpuh menghadap rumah besar. Salah satu pintu balkonnya terbuka. Elf-elf di sana tahu siapa yang akan keluar sebentar lagi.
"Nyonya Hel! Nyonya Hel! Nyonya Hel!" Mereka berseru ramai-ramai.
Sejurus elu-eluan meriah itu, seorang wanita melewati ambang pintu. Kurus, berleher jenjang, berambut hitam setengkuk. Kulit gelapnya tampak kontras dengan lelehan salju yang menumpuk di atap balkon.
Sesaat wanita itu mengangkat tangan, sorak-sorai pun padam. Matanya menyipit tajam. Tiada belas kasihan yang mengintip dari iris biru malamnya. Dingin dan getir.
"Nyonya Hel, aku membawakanmu hadiah!" ucap Jotun. "Seorang buronan dan teman cengengnya."
"Apa aku mengenalnya?" Wanita bernama Hel itu balas bertanya.
"Meggie Holmes. Kau menjanjikan jatah makanan untuk siapa pun yang membawakan kepalanya padamu." Jotun menyeringai.
"Oh, salah satu pengkhianat. Aku hampir lupa saking jeleknya namamu." Hel terkekeh sinis. "Ah, baik. Segera cincang mereka!"
Dua algojo keluar dari kerumunan, membawa pedang setengah berkarat. Orang-orang menggelegar antusias, sementara Ruben menjerit putus asa. Inilah momen tersuram dalam hidupnya.
"Tunggu!" Meg berusaha menunda. "Tunggu! Kumohon!"
Persetan dengan pekik gadis itu, bahkan Hel sampai menguap sambil berjalan memasuki rumahnya. Waktu berkelebat amat cepat, antara ayunan pedang dengan nyawa yang melayang setelahnya.
"ADA KELOMPOK LAIN!" Ruben tiba-tiba menjerit.
Langkah Hel terjeda. Telinga runcingnya mengibas sesekali. Sungguh kata yang menarik, yang barusan Ruben ucapkan.
"Kelompok apa?" Elf berwajah dingin itu akhirnya berbalik.
"Jangan!" desis Meg panik.
"Ke-kelompok lain. M-mereka punya komunitas. Tempat tinggal. Makanan. Sumur. Di Herragia." Ruben yang ditodong kilatan pedang sudah hilang akal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grimbolk Tales
Mystère / ThrillerJudul: Grimbolk Tales Genre: Fantasi, Thriller, Misteri Tag: Zombie, Apocalypse, Aksi, Drama Blurb: Tidak banyak orang yang seberuntung Will. Ia bangun di rumah sahabatnya dengan secangkir pengkhianatan, seporsi luka di punggung, dan asupan katastro...