Aku ingat pohon ini. Dedalu hijau tua yang merambat dalam hening, bagaikan jemari hantu. Dan kunang-kunang, aku kerap melihatnya setiap malam Selasa, berombongan mengelilingi dedalu tua.
Lalu aku tertidur di bawahnya, bertemankan taring dingin tengah malam. Sebelum lelap, biasa kulongokkan mata ke atas, atau ke kanan-kiri, berharap mendapati seseorang di sana. Tapi tak pernah ada. Bahkan pendar kunang-kunang pun redup ketika sorotku menjamah mereka.
"Selamat tidur, Diriku."
"Connor! Hey, Connor! Jangan lari!"
Kudengar suara gemerincing rantai. Kudengar kikik riang anak-anak. Kudengar bunyi tapak kaki nyaring. Mendekat!
"Connor!"
Siapa mereka? Sepasang elf berlarian di bawah pohon dedalu tua ini. Satunya kecil, ringkih, sangat berantakan. Satunya lagi seorang remaja, rapi dan rupawan.
Setiap kali si kecil kelewat girang dan nyaris jatuh, si remaja sigap menarik rantai yang melilit lehernya. Si kecil batal jatuh, tapi suaranya tercekik. Kesakitan. Kemudian mereka tertawa lagi, kejar-kejaran lagi.
Sesuatu dalam hatiku bergema, hendak menjerit kesenangan. Tapi mulutku terlalu gengsi. Menyaksikan tingkah mereka, entah mengapa, sama saja menyaksikan tingkahku dalam versi yang lain. Namun, aku bukan mereka. Dan mereka bukan aku. Aku, aku. Mereka, mereka.
"Hey, siapa namamu, Tuan?"
"Hah!"
Aku tersentak. Dua elf itu tiba-tiba sampai di depanku. Senyum mereka bulat, hangat, walaupun leher si kecil memar dan berdarah.
"Na-namaku?"
"Iya, namamu."
"A-aku tidak tahu."
Si kecil terkekeh. "Bagaimana bisa kau tidak tahu namamu sendiri?"
"Hey!" tegur si remaja. "Aku juga tidak tahu namaku. Lalu kau memberiku nama. Connor."
"Itu berasal dari namaku. Namaku Connor," ujar si kecil. "Apa kau juga mau dipanggil Connor, Tuan?"
Aku langsung menggeleng. Pitamku meroket naik. Nama yang sangat menjijikan. Sangat jahat, sangat hina! Mana sudi aku dipanggil dengan nama busuk itu. Sekalian saja panggil aku ini iblis!
"Pergi kalian!" Aku bangun dan mengusir dua brengsek itu. "Pergi dari pohonku!"
"Connor, kenapa kau marah?" Si kecil keparat itu justru memancing-mancing.
Napasku terbakar. Kutarik rantai di lehernya, kutendang, kupukuli sampai si remaja menjerit-jerit histeris. Si kecil kurang ajar itu sekarang sudah remuk. Tulang-tulangnya kupijak sampai patah.
"Ke-kenapa?!" Sekarang si remaja yang cari gara-gara.
"Kau mau kubunuh, hah?! Cepat pergi!"
"Jahat! Dasar iblis!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Grimbolk Tales
Mistero / ThrillerJudul: Grimbolk Tales Genre: Fantasi, Thriller, Misteri Tag: Zombie, Apocalypse, Aksi, Drama Blurb: Tidak banyak orang yang seberuntung Will. Ia bangun di rumah sahabatnya dengan secangkir pengkhianatan, seporsi luka di punggung, dan asupan katastro...