14

8K 972 24
                                    

"Tuan muda! Saatnya istirahat, ini sudah tengah hari!"

"Letakkan saja disana, Benji! Aku akan segera menyelesaikannya."

Gagang busur berada di tangan kiriku, ujung anak panah yang tersangkut di tali busur berada terjepit di jari tangan kananku. Mata fokus pada target lingkaran yang berada jauh di depanku, membidiknya hingga pas tepat di dalam lingkaran tengah. Menarik anak panah tersebut hingga tepat segaris dengan telinga.

Menarik napas lalu menghembuskannya kembali, meyakinkan diriku ini sebelum melepas anak panah yang aku pegang.

Tap!

Anak panah menancap di dalam lingkaran tengah bersama dengan anak panah lainnya yang sudah menancap beberapa waktu yang lalu. Dalam satu lingkaran itu ada sekitar 20-an anak panah yang menancap, kebanyakan berada di dalam lingkaran tengah.

Yah, harus aku akui. Aku memang hebat dalam hal beginian. Aku sering dipanggil untuk mewakili klub bela diri untuk menjadi peserta lomba panahan. Hah! Aku memang keren.

'Aku memang keren. Beginian doang kecil untukku.'

"Tuan muda!"

"Aku datang!" Aku meninggalkan tempatku lalu menuju tempat Benji berada.

"Seperti biasa anda memang hebat, tuan muda."

"Tentu saja. Aku kan memang hebat!" Aku menyugarkan rambut putihku. Di puji begini jadi ingin bersikap sombong, sekali-kali tidak apa.

Benji terkekeh. "Anda masih bisa sombong seperti biasanya, tuan muda. Padahal anda sudah berusia 16 tahun, tapi anda belum berubah."

"Benji, ingat ini. Umur hanyalah angka, tidak heran aku masih sama."

Aku menatap Benji. Ada banyak perubahan padanya dan semua perubahan itu adalah perubahan yang baik. Dimulai dari tubuhnya yang bertambah tinggi, wajahnya yang tampan dengan tatapan lembut, dan jangan lupakan pelafalan ucapannya yang sudah tidak gagap. Perubahan itu yang membuat aku kagum padanya.

Dia telah melakukan terapi dan berlatih selama 9 tahun lalu mendapat hasil yang memuaskan. Meskipun harus memakan waktu sangat lama. Aku tidak tahu kalau menggunakan metode di duniaku sebelumnya apakah akan lebih singkat atau tidak, yang jelas usahanya itu aku sangat mengaguminya. Sebagai tuan yang mempekerjakannya aku salut padanya.

"Kamu juga berubah, Benji. Kamu bisa berbicara dengan lancar, usahamu memang sangat menakjubkan. Aku kagum padamu."

Aku bisa melihat rona merah di pipinya, bola matanya sempat mengelak dariku baru akhirnya kembali melihatku dengan tersenyum. "Terima kasih, tuan muda. Saya tidak bisa terus-terusan diam selagi anda berkembang. Sekali lagi anda membantu saya. Terima kasih, tuan muda."

"Hahaha! Aku jadi merasa hebat sebagai tuanmu."

Sial, kalau dipuji terus begitu aku jadi makin sombong, kan. Tenang diriku... Turunkan dagumu sekarang diriku...

"Ngomong-ngomong tuan muda, apa anda tidak akan memotong rambut anda?"

Benar juga. Rambutku sekarang sudah menutupi setengah leher belakang. Selama ini aku tidak memotong rambut dan membiarkannya memanjang. Alasan kenapa aku tidak mau memotong rambut adalah karena aku kapok.

Aku pernah memotong rambut, karena malas pergi ke salon aku nekat memotongnya sendiri dengan gunting. Hasilnya bisa dibilang bagus di bagian belakang, tapi untuk poni sama sekali tidak bagus. Aku kehilangan setengah poniku gara-gara tanganku tersenggol, karena tidak mau terulang lagi, poni sebelah aku jepit dengan klip rambut.

Aku merutuki keputusanku memotong rambut sendiri. Selama berbulan-bulan aku tampil dimuka umum dengan menunjukkan dahiku sendiri. Itu sangat memalukan! Aku tidak pernah menunjukkan dahiku kepada orang-orang sekalinya ditunjukan malah gara-gara terpotong, mana saat itu aku diejek oleh semua teman kelasku lagi.

Kaizen itu AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang