19

6.7K 910 16
                                    

Di tempat perkemahan keadaan sedang kacau. Pengawal dan dokter dikerahkan ditempat itu, pendeta juga turut hadir untuk mengendalikan keadaan tersebut.

Sebelumnya seorang pengawal berteriak membuat semua orang panik. Putra Mahkota mereka ditemukan tidak sadarkan diri di dalam hutan, penyebabnya masih belum diketahui tapi mereka curiga Putra Mahkota diserang. Dokter dan pendeta gereja mengerahkan tenaga mereka untuk menyelamatkan Putra Mahkota.

Di situasi genting itu Tiara menyerobot kumpulan orang yang mengelilingi tenda perkemahan Putra Mahkota, berusaha untuk mendekati sang Putra Mahkota yang tengah menderita.

"Tidak bisa. Racunnya tidak bisa ditekan atau diserap, racunnya terus menyerang jantung." Seorang pendeta yang sedang mengobati Putra Mahkota bersuara.

"Dimana pemimpin gereja?"

"Pemimpin gereja sedang dalam perjalan. Beliau baru selesai melakukan patroli dan segera kemari."

"Permisi..."

Para pendeta dan dokter langsung mengalihkan pandangan menuju suara tersebut. "Siapa kau? Ini bukan tempat tontonan."

"Anu, saya adalah Tiara Agnito. Saya seorang pendeta di gereja Sanlow, izinkan saya membantu menyembuhkan Yang Mulia Putra Mahkota."

"Jangan membual. Apa yang bisa dilakukan pendeta gereja kota untuk Putra Mahkota? Pengawal keluarkan dia. Keadaan disini terlalu kacau."

"Tidak, tunggu! Aku bisa menyembuhkannya. Tolong biarkan aku melakukannya! Aku bisa melakukan sihir penyembuhan!"

"Semua pendeta bisa melakukan sihir penyembuhan!"

"Bukan! Aku sungguh bisa menyembuhkan racun itu. Aku tahu racun itu!"

"Omong kosong. Putra Mahkota sedang kritis dan kau malah memanfaatkan hal ini untuk mencari cinta?"

"Tidak! Aku sungguhan--"

"Tuan pemimpin gereja sudah tiba!"

Mendengar itu para pendeta dan dokter merasa senang. "Pemimpin!"

Marquess White Cygnus masuk kedalam tenda Putra Mahkota. Ia melihat sekeliling untuk mengetahui keadaan, ia sempat terkejut dengan kehadiran Tiara di tempat itu, bertanya-tanya apa yang dilakukannya.

"Bagaimana keadaannya?" Mengabaikan pikirannya Marquess kembali fokus pada titik permasalahan.

"Racun yang ada ditubuhnya terus menyerang jantung, kami tidak bisa menekan atau menyerapnya, pemimpin gereja," lapor salah satu pendeta.

Marquess mengangguk. "Aku mengerti."

"Tuan pemimpin, izinkan saya yang menyembuhkannya. Saya juga seorang pendeta dari gereja Sanlow. Biarkan saya yang menyembukan Yang Mulia Putra Mahkota." Tiara berbicara lagi. Dia menatap mata Marquess mencoba untuk meyakinkannya.

"Untuk apa menyerahkannya pada seorang pendeta kota jika pemimpin gereja sudah ada ditempat kejadian." Marquess balas menatap Tiara dengan tajam. Masalah seperti seharusnya tidak bisa dianggap main-main, tapi kenapa bisa ada orang asing yang ngotot minta menyembuhkan pasien yang sekarat.

"Beri aku ruang."

Semua pendeta dan dokter mundur memberi ruang untuk Marquess White. Marquess mengeluarkan sebuah kalung dengan batu putih, ia mengulurkan kalung tersebut tepat di atas tubuh Putra Mahkota.

Marquess menutup matanya untuk fokus mengeluarkan sihir suci miliknya. Cahaya keluar dari tubuh Putra Mahkota dan Marquess White. Aura hitam keluar dari jantung Putra Mahkota lalu masuk ke dalam kalung batu yang dipegang Marquess. Batu yang tadinya berwarna putih perlahan berubah menjadi warna ungu gelap.

Marquess terus menyembuhkan Putra Mahkota hingga berlangsung sekitar 5 menit. Aura hitam sudah tidak keluar lagi dari tubuhnya, wajah Putra Mahkota terlihat lebih tenang dan pernapasannya kembali stabil. Marquess White kembali membuka matanya, cahaya kembali meredup.

"Beri obat herbal untuk memulihkan sihir di tubuhnya," ucap Marquess White kepada salah satu pendeta.

"Baik, tuan pemimpin."

Marquess segera menyimpan kembali kalung batu yang ia gunakan untuk wadah menyerap racun dan menyegelnya, dia memang ahli dalam segel-menyegel karena dialah orang yang menyegel beberapa ruangan di perpustakaan gereja. Marquess kembali melihat Tiara yang hanya berdiam diri sambil meremas roknya, dia masih belum pergi.

"Anda tidak pergi, nona Agnito?"

Tiara terkejut mendengar suara Marquess. "Kenapa anda tidak membiarkan saya menyembuhkannya? Rupanya anda mendiskriminasi gereja kota."

Marquess White mengernyitkan dahinya. "Dengar ini nona Agnito, entah karena anda bodoh atau tidak tahu, tapi tidak ada yang boleh sembarangan menyentuh keluarga raja. Apalagi anda yang seorang putri Viscount dan ada larangan bagi pendeta gereja kota untuk menyentuh keluarga raja, alasannya selain karena sihir penyembuhan mereka masih rendah, gereja kota wajib meminta persetujuan yang sah dengan Yang Mulia Raja."

Marquess White menatap Tiara yang tidak bisa berbuat apa-apa, untuk berbicara saja tidak mampu.

"Lagipula anda datang kemari sebagai putri keluarga Viscount Agnito, bukan sebagai perwakilan Gereja Sanlow. Yah, biarpun sebagai perwakilan gereja raja juga tidak mungkin membiarkan gereja kota kosong begitu saja."

Tiara diam tidak menanggapi. Semua yang dikatakan oleh Marquess White benar adanya. Tidak sembarang orang boleh menyentuh keluarga raja, hanya orang tertentu yang disetujui oleh raja saja yang diperbolehkan, meski mereka adalah seorang bangsawan yang berpengaruh mereka tetap harus membuat batasan.

Marquess keluar dari tenda perkemahan meninggalkan Tiara dan Putra Mahkota untuk diurus. Saat ia keluar Marchioness Christ langsung menuju Marquess White, suaminya.

"Suamiku! Suamiku!" Marchioness berlari menuju suaminya, perasaan khawatir terlihat dari wajahnya.

"Ada apa, istriku? Hey, tenanglah. Ada apa?" Marquess memegang tubuh istrinya yang hampir saja terjatuh. Ia juga membantu menenangkannya.

"Itu... Itu..."

"Tenanglah, pelan-pelan. Ceritakan pelan-pelan, ada apa?"

"Valentine... Valentine belum kembali! Waktu berburu seharusnya sudah selesai dua jam yang lalu, tapi dia belum kembali!" Marchioness berkata dengan berusaha untuk menahan air matanya meskipun itu percuma, matanya mulai berkaca-kaca.

"Valentine... belum kembali?" Marquess melihat ke langit. Warna langit perlahan berubah menjadi gelap tanda hari sudah mulai malam.

"Tuan Marquess! Tuan Marquess!" Seorang pria beramput merah muda berteriak memanggil. "Mohon maaf atas kelancangan saya, tapi... Tuan muda Kaizen juga belum kembali sejak dua jam setelah berakhirnya waktu kompetisi," ucap Benjamin tak lupa menunduk hormat dihadapan bangsawan. Meski hatinya tidak tenang tapi dia tetap harus tahu sopan santun.

'Kaizen belum kembali? Padahal kita berpapasan.' Viktor yang mendengar perkataan Benjamin bergumam.

Marquess berdecak kesal. Putrinya dan keponakannya menghilang, itu berarti telah terjadi sesuatu pada mereka.

"Siapkan kesatria suci secepatnya!" Marquess berteriak memerintahkan.

"Tuan Marquess, izinkan kami ikut membantu anda. Anda pasti memerlukan pengintai dari atas." Seorang pria berpakaian hanfu putih berbicara setelah tidak sengaja mendengar keributan kecil.

"Saya merasa terhormat keturunan Long mau membantu masalah kami." Marquess menunduk berterima kasih.

"Jangan sungkan. Saya dan adik saya bisa membantu anda mencari mereka." Seorang yang diyakini seorang kakak tersenyum hingga kedua matanya sipit.

"Izinkan saya ikut dengan anda, tuan Marquess. Kaizen adalah adik saya, saya tidak bisa membiarkannya menghilang," ucap Viktor dengan keyakinan.

Marquess mengangguk menyetujui. "Kita berangkat sekarang juga!"

༺༺༺༺༺༺༺༺༺༺༺༺༺༺

Kaizen itu AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang