20

8.5K 1.1K 39
                                    

"Uhuk! Uhuk!"

"Keluarkan semuanya Valen." Aku menepuk punggung Valen membantunya mengeluarkan air yang tertelan.

Valen kembali mengeluarkan seteguk air dari mulutnya. Ewh... Untung yang keluar air bening, bukan air yang bercampur makanan atau muntahan. Masih bisa aku lihat.

Aku melihat sekelilingku. Tebing tanah yang menjulang tinggi, sungai dengan arus yang deras, beberapa pohon di sepanjang pinggir sungai, dan yang sedang kami pijak adalah tanah bebatuan. Sudah jelas kami berada di dasar jurang.

Mendongak ke atas aku bisa melihat hutan Bromburg. Jadi kami jatuh dari atas sana ya. Jauh juga dan bersyukur kami masih selamat dengan masuk ke dalam air meski resikonya adalah terseret. Sekarang sedang berada dimana, aku tidak tahu.

Kalau dilihat dari waktu, sebentar lagi akan ada adegan Tiara bertemu dengan si Putra Mahkota. Putra Mahkota akan diserang oleh pembunuh bayaran dan terkena racun dari serangan tersebut. Tiara sebagai seorang pendeta akan menyembuhkannya dan berhasil, karena keberhasilan tersebut ia terbukti bisa menjadi Saintess lalu langsung mendapat posisi dan terkenal dimana-mana. Selain mendapat posisi mulia itu ia juga mendapat hati Putra Mahkota. Buih-buih cinta mulai tumbuh diantara mereka.

Begitulah isi original di novelnya. Tapi sekarang sudah berubah total. Tiara tidak masuk ke gereja pusat, dia tidak masuk menjadi bagian gereja pusat yang dipimpin Marquess White Cygnus. Jadi, apakah jalan ceritanya masih sama?

"Kak Kaizen..."

"Ya? Kau sudah baikan, Valen?"

"Aku baik, tapi bahu kakak berdarah." Valen menunjuk bahu kananku.

Aku menoleh ke bahu kananku. Benar kata Valen ada bercak merah menembus pakaian putihku, sudah begitu aku dalam kondisi basah pasti bercaknya melebar.

"Benar. Sepertinya aku menabrak bebatuan sungai."

"Ini salahku. Kakak terus melindungiku meski terseret arus."

Ah iya, saat terjebur ke sungai aku buru-buru mencari Valen dan mengamankannya. Karena arusnya terlalu kuat aku sempat kehilangan keseimbangan lalu terseret, mungkin dimulai dari situ aku terbentur batu sampai berdarah.

"Sudahlah, untung kita selamat dari ancaman itu dan aku tidak dimarahi gara-gara kamu terluka. Ayo kita jalan."

"Tunggu, kakak harus diobati dulu." Valen merogoh tasnya yang masih mengikat di pinggangnya.

"Obat apa? Kita baru keluar dari air, semua barang kita basah kuyup."

Valen menatap sendu pada barang bawaannya yang basah semua, bahkan perban yang ia bawa juga ikut basah.

"Lihat? Ayo kita berjalan melawan arus. Setidaknya kita kembali ke titik awal kita jatuh."

Aku pergi dari tempat itu disusul oleh Valen dari belakang. Tujuanku adalah berjalan kembali ke tempat awal kami jatuh, jika ada pasukan yang mencari kami jadi cepat ketemu entah di jalan atau di tempat awal terjatuh.

Waktu berlalu dan kami masih belum ketemu titik awal. Ayolah! Perasaan tadi pas terseret cuma sebentar, kenapa pas kembali malah selama ini!? Mana sekarang sudah mau malam lagi!

"Kakak... Aku lelah..." Valen sudah tidak kuat. Jalan berbatu dan sedikit menanjak sudah pasti menguras energi sangat banyak.

Aku melihat sekeliling tempat kami berada sekarang. Seharusnya disini cukup untuk dijadikan tempat istirahat, masalah air tinggal mengambil di sungai. "Kita istirahat disini."

Kami memutuskan berkemah dengan mengumpulkan barang yang sekiranya bisa digunakan untuk keperluan mendadak.

Valen aku minta untuk mengumpulkan batang kayu yang bertebaran di sekitaran sungai. Selagi Valen mengumpulkan kayu aku pergi mencari sesuatu untuk menjadi alas tidur kami.

Kaizen itu AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang