Aku mengintip keluar kamar, setelah dirasa tak ada orang aku mulai melangkahkan kakiku keluar.
Saat aku hampir menuju pintu keluar istana... firasatku tak enak.
Aku menoleh kebelakang dan mendapati Zea sedang bersedekap di dadanya. Matanya menatap tajam.
Entah aku ketahuan atau tidak? Karena aku memakai masker dan tudung yang menutup kepala. Aku menahan nafas, karena aku tahu pendengaran Zea itu tajam, aku takut nafasku terdengar.
"Aku tahu nafasmu Ayravi" ujarnya datar.
As..ta..ga..
"Kau mau pergi, tanpa memberitahuku?" Ujarnya. Dari nadanya aku tahu dia ingin menangis.
Eh, dia tahu dari mana?
"Biar ku antar!"
Tanpa persetujuanku dia menarik paksa tanganku menuju pesawat ruang angkasa yang akan mengantarku.
.
."Kenapa kau memberitahu Zea!" Bentak ayah, bunda juga ada ternyata. Hanya ada sepuluh prajurit yang mengawal pesawat ruang angkasa.
Sebelum aku menjawab, Zea sudah duluan menjawabnya dengan mata berkaca kaca.
"Aku mohon raja Altha, hanya aku yang tahu. Biarkan aku meminta maaf padanya, karena aku salah!"
Altha tidak terkejut dengan bentakan Zea.
Zea menarikku untuk jauh dari mereka. Aku hanya pasrah dengannya. Kalau aku boleh jujur, aku juga kesal padanya.
Selama sebulan aku terpuruk, dia tak pernah datang padaku atau mengajukan pembelaan. Aku tahu dia mempunyai rekaman saat pertama kali aku mengeluarkan cahaya dan naga Auvamor di ruangan itu.
Entah kenapa dia diam.
Sekarang ia menatapku dengan berkaca kaca, aku sendiri tak tahu harus melakukan apa.
Tanpa berkata apa apa, dia memelukku.
"Maaf" lirihnya di bahuku.
"...."
Zea memelukku. Memberikan pelukan yang sangat hangat dan tulus. Terdengar isakan dari darinya. Ayolah, tanganku sangat berat untuk membalas pelukannya.
"Maaf Avi, maaf"
"Maaf aku tak membelamu. Askard dan Namiza yang memberitahuku jika mereka juga takut kau berkhianat kepada kami. Itu membuat ku meragukanmu"
"Tapi aku tahu kau tak akan melakukan hal seperti itu, walau ada darah kegelapan dalam dirimu, hiks"
Tangisnya semakin kencang, tapi suaranya mengecil. Aku tahu dia menahannya. Akhirnya kubiarkan tangan ini membalas pelukannya.
Aku menghela nafas panjang.
"Zea, aku pergi untuk mencari tahu tentang kedua darah ini. Jika...
Aku menggantungkan kalimatku. Isakannya berhenti, tapi tak dilepas pelukannya.
"Jika aku bisa menghilangkan darah merah yang mengalir di sel ku, aku akan kembali dan bertanggung jawab atas semua yang ku perbuat. Aku akan meminta maaf pada semua orang"
"Tapi, kalau aku memang mempunyai keduanya, aku akan melakukan pelepasan ukiran, lalu aku akan pergi selamanya atau lenyap"
Zea melotot tak percaya, pelukannya pun semakin mengerat sampai aku susah bernafas.
"Tolong jangan pergi..., aku tak siap kehilangan seorang sahabat lagi" ujar Zea pelan.
"Airin?" Bukankah Airin sahabat Zea?
"Sebelum dirinya, kau sangat mirip dengannya. Hanya saja kau lebih kecil" Zea melepas pelukannya.
Astaga matanya sangat sembab, rambut nya berantakan. Aku terkekeh melihatnya seperti itu.
"Berjanjilah kau akan baik baik saja" Zea yang dingin dan dan tidak peduli, kini sisi hangatnya terbuka lebar di hadapanku. Ia menghadapkan jari kelingkingnya padaku.
Aku membalas nya, "Kau juga."
Setelah memeluknya sekali lagi, aku berlari menuju pesawat. Tak lupa aku memeluk bunda terlebih dahulu.
Athalia mendekatkan mulutnya ke telinga Ayravi, "Nak, bunda tahu kau akan baik baik saja. Maafkan bunda yang tak bisa menjagamu. Semua ini karena ayahmu"
"Tapi jangan khawatir, ada orang spesial di Academy barumu. Bunda yang merekomendasikannya kepada ayahmu, bunda tahu segalanya dari orang spesial disana, jaga sikapmu"
Bunda mengecup keningku. Setelahnya aku hanya menunduk hormat pada ayah. Tak ada pelukan atau ciuman, karena dia sendiri tak menyukaiku.
.
.
.Aku menempelkan telapakku pada monitor layar. Mesin pesawat hidup dengan sempurna.
Ada jalur otomatis disini, karena aku tidak tahu jalur mana ke Galaxy lain itu. Pesawat ruang angkasa bergetar. Tanda ia akan segera melaju.
Jula membantuku, sedangkan Auvamor membuat pelindung tak terlihat di sekeliling pesawat.
Kusempatkan melihat ke bawah.
Pria berjubah emas itu hanya menatap pesawatku datar. Bunda memeluk Zea yang terus menangis kencang. Mereka melambai lambaikan tangan ke arahku.
Hingga aku jauh pergi ke awan, dan tak terlihat lagi suasana terangnya Ibukota Zelestara, Kerajaan Nevera.
Beberapa lapisan sudah sudah kami lewati. Sekarang hanya ada planet planet, batu asteroid dan planet lainnya.
Ruang angkasa memang gelap, namun masih ada bintang yang mau menerangi di tempat seluas ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.🚀🚀🚀
.
.Aku masih tertawa hingga mataku dipenuhi cairan bening, hendak tumpah. Sebelum meluncur, suasana di pesawatku mendadak gelap.
Perlu beberapa detik sebelum mataku menutup sempurna.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.TAMAT
TAMAT
TAMAT GEZZZ
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess And The Legend Dragon Swords
FantasyAku hanya berpikir aku bisa bebas dari bumi. Bumi adalah tempat penyiksaanku. Tapi aku juga tak pernah berfikir, kalau ada kaum manusia di dimensi lain. Yang berbeda dari manusia bumi. "Oh hai, aku Avia rellyn. Gadis remaja berumur 11 tahun. Saat ak...