Lautan itu sangat indah, jika tak ada ombaknya. Kapal dapat berlayar tenang, membawa kehidupan dari para awak. Bahagia mudah diciptakan hanya dengan melihat lumba-lumba saling berloncatan, tak memikirkan kegelisahan.
Sudah selayaknya bagi Sarayu Devika untuk mendapatkan kebahagiaan setelah 4 tahun lalu membangun bahtera rumah tangga bersama Aryonanda Oza yang penuh dengan huru-hara.
Pernikahannya dulu bisa dibilang bukan pernikahan impian kebanyakan orang. Sara harus memendam banyak kekesalan dan tekanan sebab Oza bukanlah lelaki idaman yang datang melamar sambil membawa bunga. Lelaki itu hanyalah seorang pembangkang yang inginkan kebebasan dari perjodohan dengan melakukan hal paling bejat.
Sebut saja dipaksa menikah dan itu dilakukan oleh Oza pada Sara yang awalnya tidak memiliki perasaan apa pun pada si lelaki. Maklumlah, Sara tahu diri bahwa status sosialnya yang tidak setinggi Oza. Dia hanyalah seorang pelayan di bar.
Huru-hara terus menyambar, menimbulkan kegaduhan setiap hari di rumah mereka. Sara yang sering menolak dan Oza yang suka memaksa, hampir tidak ada kata damai untuk meredakan ego. Hingga seiiring berjalannya waktu, ruang tercipta untuk diri merenung dan akhirnya mereka pun bisa memperbaiki suasana dengan berusaha saling mengerti satu sama lain.
Kini, cinta sudah tumbuh sangat subur di kedua lubuk hati hingga menimbulkan rasa ingin selalu dekat. Oza yang notabene sudah sangat mencintai Sara, kian memupuk rasa tersebut hingga menggelora memenuhi setiap aliran darah. Dan juga Sara yang sekarang sudah bisa merubah kekesalannya menjadi kasih sayang yang tak bisa dikira.
Mereka ... akhirnya bisa mengukir cerita bersama mengenai kebahagiaan.
"Mas ...."
"Iya?"
Pelukan hangat di pagi hari, menyambut Oza ketika dia sedang menyisir merapikan diri di depan cermin. Dua ujung bibir sontak naik, membentuk senyum hangat ketika mendapati bayangan sang istri terpantul dari permukaan kaca.
"Kenapa?"
"Saya ada sesuatu buat Mas Oza."
Oza lantas melepas pelukan Sara dan berbalik. "Apa, hm?"
"Coba tebak."
Kerutan sontak terbentuk di kening. "Ya apa? Saya, kan, gak tahu."
"Saya sebenarnya mau kasih tahu Mas semalam. Tapi Mas pulangnya larut banget, jadi pagi ini aja."
"Mau kasih apa, sih? Jangan lama-lama, saya penasaran ini."
"Kalau gitu tangan kanannya mana?"
"Nih."
Bagi Oza, cukup dengan mendengar suara lembut dan melihat senyum lebar wanitanya, kebahagiaan itu sudah dia genggam. Dia tidak membayangkan kebahagiaan lain yang akan didapat, termasuk mendapatkan sebuah tespek yang sudah menampakkan dua garis merah.
"Ini beneran?" Kelopak sontak melebar tak menyangka, menatap benda kecil itu.
"Iya. Afan mau punya adek, Mas."
Oh ya, mereka sudah dikaruniai anak sebelumnya sehingga kehamilan sekarang bukan yang pertama kali bagi Sara. Akan tetapi yang dirasa sungguh berbeda seolah baru mendapatkan karunia untuk pertama kali. Jika sebelumnya Sara tak siap dan seperti ingin melenyapkan sang bayi, kini dia benar-benar menyambut kabar menyenangkan ini dengan sukacita.
Tubuh seketika merapat, saling memeluk erat menyalurkan haru bahagia. Cinta dan sayang semakin tumbuh subur, menyebar memadati sukma. Mata hingga terpejam untuk merasakan nikmatnya.
"Terima kasih, Sayang. Saya sampai gak bisa berkata-kata. Gak ada lagi sumber kebahagiaan bagi saya selain dari kamu."
Sara sangat bersyukur bisa mendengar kata itu dari Oza, sehingga tak ada lagi alasan untuknya terus merawat rasa benci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapal Tanpa Nakhoda | Selesai
General FictionMengemudikan kapal ternyata sangat susah, jika tidak ada nakhoda. *** Berawal dari sebuah tragedi kecelakaan, Sara harus berpisah dengan laki-laki yang dia cintai. Memori indah yang telah lama diukir bersama, hilang dalam sekejap lalu digantikan den...